Minggu, 05 Februari 2017

THOMAS HOBBES

Hasil gambar untuk thomas hobbesHasil gambar untuk thomas hobbesHasil gambar untuk thomas hobbesHasil gambar untuk thomas hobbes

Permisi....,
kali ini saya mau sharing tugas jadul saya tentang bibliografi Thomas Hobbes.
Hobbes ini bakal sering sekali dibahas dalam lingkup anak H.I jadi saya sarankan anda membaca dan mengingat beliau. hehe ^_^
karena jujur saya sendiri sampai lupa pernah menulis tentang ini sebagai tugas mata kuliah saya di zaman S1. Dan cenderungnya saya ini pelupa... kalau ditanya soal Hobbes saya gak ingat sama sekali.
Jadi tujuan saya post di blog ini juga adalah supaya membantu saya ingat kembali tentang Hobbes yang malah berulang kali pernah saya tulis semasa kuliah S1 sampai S2. Tetapi, semetara karna baru menemukan tugas-tugas lama, kita post yang ini dulu ya....
please,.take your time....


PEMIKIRAN POLITIK BARAT
“THOMAS HOBBES”

Pemikiran Barat lahir berdasarkan proses sejarah peradaban besar yang terjadi dimasa-masa sebelumnya. Sebagaimana dinyatakan dalam tulisan Arnold Toynberr, bahwa peradaban Barat lahir setelah kehancuran peradan Yunani-Kuno dan melewati masa kegelapan yang panjang (the dark age).  Ibnu Khaldun juga menyatakan bahwa disebut sebagai pemikiran Barat, karena didasari oleh sejarah kebangkutan bangsa-bangsa Eropa yang mau belajar dari pengalaman-pengalaman serta proses panjang mereka melewati masa-masa kelam, yang kemudian secara kreatif membangkitkan fase sejarah filsafat, keilmuwan, budaya, dan intelektual mereka sendiri. Roger Garaudy kemudian membagi tiga pilar dalam masa perkembangan peradaban di Barat, yakni; 1) Yunani-Romawi, 2) Jude-Kristiani, dan 3) Islam.  
Thomas Hobbes (1588-1679) merupakan salah satu pemikir besar yang terkenal di Barat. Meskipun lahir setelah ketiga abad besar tersebut, akan tetapi karya-karyanya memberikan pengaruh besar dan sangat terkenal di tanah kelahirannya (inggris) hingga Eropa, dan masih terus berkembang dan berpengaruh hingga saat ini. Banyak dari karyanya yang mendapatkan penghargaan-penghargaan besar, seperti De Cive dan Levianthum (commonwealth). Bentuk pemikiran Hobbes yang ditekankan ialah dalam hal perjanjian bersama (perjanjian masyarakat/  kontrak sosial). Pertimbangan berdasar kepada kepentingan kehidupan diri manusia itu sendiri yang mendorong manusia untuk dapat melakukan perjanjian dengan sesamanya. Perjanjian yang ada ini telah mengakibatkan manusia manusia bersangkutan menyerahkan sengenap kekuatan dan kekuasaannya masing-masing kepada seseorang ataupun kepada sebuah majelis. Sekumpulan manusia yang bersatu tersebut oleh hobbes biasa disebut commonwealth atau civitas. Pihak yang memperoleh kekuasaan akan mewakili segenap mereka (masyarakat) yang telah berjanji tadi. Dan hal ini menurut hobbes cukup diperoleh dengan suara terbanyak (voting). Menurut hobbes, isi perjanjian bersama ini mengandung dua segi, yang pertama, perjanjian antara sesame sekutu, sehingga tercipta sebuah persekutuan, dan kedua perjanjian menyerahkan hak dan kekuasaan masing-masing kepada seorang atau majelis secara mutlak. 


******


THOMAS HOBBES (1588 – 1679) - KEMUTLAKAN NEGARA

 


1. Kelahiran, Silsilah dan Situasi Historis
Thomas Hobbes lahir tepatnya pada tahun 1588 disuatu kawasan di Malmesbury – Inggris, pada musim semi, dalam keadaan premature, suatu kondisi yang diakibatkan oleh mencekamnya Inggris pada masa itu.  Inggris tengah dicekam oleh berbagai ancaman peperangan, baik oleh ancaman kedatangan pasukan Philips II dari Spanyol, perang saudara yang dikarenakan oleh banyak hal, salah satunya adalah penghancuran serta penindasan secara kejam yang dilakukan oleh Ratu Elizabeth I terhadap kalangan Katolikisme, serta pendukung ajaran tersebut. juga berbagai ancaman yang diakibatkan oleh Inggris yang saat itu sedang berambisi untuk memperluas negaranya dengan menaklukan negara lain dan menjadikannya bagian dari Inggris Raya (Great Britain). Situasi tidak hanya mencekam, dan menakutkan secara psikologis, tetapi juga ekonomis, banyak keluarga miskin di Inggris, terutama keluarga Hobbes.
Ayah Hobbes hanyalah seorang pendeta miskin, tidak hanya itu, ia juga tidak berpendidikan dan mudah sekali naik darah. Melihat kondisi tersebut, Hobbes kemudian diasuh dan dibesarkan oleh Paman-nya yang juga secara ekonomis memiliki kehidupan cukup mapan.
Semasa hidupnya, Hobbes sempat mengecap pendidikan tinggi di Oxford University, tetapi kesempatan tersebut bagi Hobbes tidak memberikan manfaat. Pada usia 22 tahun, Hobbes sempat bekerja mendidik seorang bangsawan dan anaknya, yakni bangsawan Earl of Devonshire dari keluarga Cavendish. Murid Hobbes adalah William Cavendish yang merupakan pewaris keluarga tersebut. Selain sebagai guru, Hobbes juga berperan sebagai sekretaris, teman, dan bendahara dari William Cavendish. Pekerjaan sebagai pengajar ini juga telah membawanya merantau dan mengelilingi beberapa Negara-negara di Eropa barat kala itu. Keluarga Cavendis yang kemudian membiayainya untuk berkeliling Eropa. Wisatanya keliling Eropa tersebut yang kemudian membawanya dapat berkenalan dengan para tokoh ilmuwan, khususnya pada bidang ilmu pasti alam. Di Prancis dan Italia, Hobbes berkenalan dengan Rene Descartes, Galileo Galilei, W. Harvey, Frans Bacon, dan lain-lain. Mereka yang mempengaruhi Hobbes untuk memahami manusia dan perilakunya. Frans Bacon adalah tokoh pemikir yang paling mempengaruhinya, kedekatan Hobbes dengan Bacon membuka pikirannya betapa penting penggunaan suatu nalar serta metode eksperimental dalam kehidupan sains, selain itu juga terpengaruh dengan gagasan Bacon mengenai pandangan politik otoritarianismenya, namun dari kekagumannya tersebut, pemikiran Hobbes dan Bacon juga memiliki perbedaan, yakni Bacon lebih kepada seorang yang empiris, sementara Hobbes adalah seorang yang rasionalis.
Pemahamannya terhadap manusia dan perilakunya, memunculkan sosok Hobbes yang kemudian tampil menjadi pembela hak-hak pemerintahan raja di Inggris, sebagai sesosok yang dianggap sebagai pemberontak, maka Hobbes kemudian melarikan diri dari Inggris menuju Perancis pada 1640, tepatnya ketika kedudukan Raja Charles I sudah mulai guncang. Hobbes juga dikenal sebagai ahli matematika dan sarjana klasik. Ia pernah mengajar sebagai guru matematika Charless II serta menerbitkan terjemahan metematika karya Illiad dan Odyssey karya Homeros. Pengalamannya sebagai guru Charless II juga membuat ia kemudian mendapat pengampunan karena lari ke Inggris dan berpihak kepada kubu anti-monarki, sejak Charless II diangkat sebagai penguasa di Inggris saat itu.
Hobbes meninggal tepatnya pada tanggal 4 Desember 1679, di usianya yang ke-91 tahun. Ia mengidap sakit serius sejak bulan Oktober dan seminggu sebelum meninggal ia terkena stroke. Hobbes dimakamkan di Hault Hukcnall, dekat Hardwick Hall. Di atas batu nisannya, terdapat perkataan yang ditulis oleh Hobbes sendiri: "Dia dalah seorang ahli, dan karena reputasinya dalam banyak ilmu, ia dikenal luas baik di dalam negeri maupun luar negeri”. Ia meninggal dengan telah berhasil mendapatkan banyak sekali anugrah atas karya-karyanya.


2. Filosofi Thomas Hobbes
Para pemikir yang ditemui Hobbes selama perjalanannya keliling Eropa kemudian yang mempengaruhinya muncul sebagai seorang filsafat yang mencoba memasukkan segala pemikirannya dengan kaitannya terhadap ilmu alam. Hal ini dikarenakan ilmuwan-ilmuwan yang ditemui Plato semasa berkeliling Eropa merupakan ilmuwan-ilmuwan dalam ilmu pasti alam. Hal ini menjadi kekhasan tersendiri dalam filsafat Hobbes, karena pemikirannya berusaha memasukkan ilmu jiwa kedalam ilmu fisika yang eksak. Ia berpendapat bahwa segala sesuatu didunia ini, termasuk juga manusia, terdiri atas bagian-bagian yang bergerak menurut hukum yang sudah pasti. Oleh sebab itu pula, maka apa yang akan terjadi dapat diperhitungkan lebih dahulu secara pasti. Singkatnya, secara prinsip apapun didunia ini termasuk masalah manusia, masyarakat, dan negara dapat dipahami sesempurna mungkin oleh akal manusia untuk memahami suatu mekanisme.
Rene Descartes, filsuf dari Perancis, salah satu ilmuwan pasti alam yang mempengaruhi Hobbes. Descartes mempengaruhi Hobbes dalam hal pandangan mengenai geometri yang dapat membentuk model pengetahuan sistematika ideal, selain juga pengaruh mengenai bagaimana mempengaruhi manusia. Selain itu, Galileo Galilei juga memberikan inspirasi kepada Hobbes mengenai penggunaan pendekatan dalam mempelajari manusia dan masyarakat, juga mengenai prinsip gerak alam semesta, membuat Hobbes kemudian berpikir bahwa tubuh manusia juga merupakan alat-alat mekanis, sekaligus mesin-mesin yang dapat berpikir. Singkatnya, dalam paham Hobbes, manusia dipandang berdasarkan kebendaan. Pergerakan dan rasionalitasnya dipengaruhi oleh kebahagiaan, dan kebahagiaan adalah suatu rasa yang ditimbulkan ketika mendapatkan apa yang diinginkan. Kekayaan, nama baik, dan kawan-kawan adalah alatnya, dengan Negara sebagai pemegang kekuasaan terbesar dalam kebahagiaan manusia. Manusia tidak dapat berbuat sesuatu yang dapat merusak dirinya, sebagaimana dikatakan dalam prinsip hukum alam. Hukum alam juga menyebutkan bahwa terjadinya suatu persaingan, egoisitas, perebutan kekuasaan, semuanya terjadi dipengaruhi oleh kondisi alamiah nafsu manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, menurut Hobbes, persaingan, pemburuan kekuasaan, konflik dan kekerasan akan terus ada sebagai bentuk rangsangan alamiah manusia. Hukum alam (ius naturale) menurut Hobbes memiliki kemerdekaan seluas-luasnya dalam bertindak yang ditujukan kepada kepentingan pertahanan diri sendiri.
Akan tetapi, keadaan alam tersebut dapat diatur dengan adanya undang-undang alam (Lex naturalis), Hobbes, menekankan pentingnya peran penguasa yang memiliki kekuasaan lebih tinggi terhadap kekuasaan-kekuasaan yang lainnya, sehingga dapat berperan untuk mengatur dan menjaga manusia-manusia lainnya. Untuk menciptakan sebuah keadilan, menurut Hobbes penting untuk dibentuknya undang-undang sebagai aturan yang terukur, karena keadilan tidak berasal pada oknum, tetapi kepada ikatan kemasyarakatan. Peraturan tersebut merupakan perantara akal yang dapat memberikan perintah, melarang, serta membatasi kemerdekaan seluas-luasnya tersebut demi kepentingan oranglain, yang tentunya ditujukan untuk terwujudnya perdamaian. Adanya undang-undang tersebut, menurut Hobbes akan mampu mengikat secara absolute manusia-manusia yang sebelumnya hidup merdeka dalam keadaan alamiah (primitive) sesuai perjanjian. Hal tersebut yang membedakan Hobbes dengan para pemikir sebelumnya, mengenai konsep ‘Kemerdekaan’, Hobbes mengartikan kemerdekaan ialah dimana seseorang dapat bertindak menurut sesuka hatinya, tanpa terlarang, apapun yang memang tidak terlarang sesuai dengan perjanjian.
Aturan atau undang-undang yang dapat membatasi, mengatur sikap alamiah manusia menurut Hobbes memiliki 3 hal penting yang harus diatur, yakni 1) mengenai pembatasan diri manusia terhadap kebebasan diri yang menimbulkan sikap antisosial; 2) menyangkut kesetaraan, bahwa tidak ada manusia yang lebih kuat disbanding yang lainnya, yang ada hanyalah masing-masing manusia memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing; 3) faktor agama, Hobbes melihat bahwa dalam masanya faktor agama seringkali menjadi pemicu terjadinya pertarungan antar sesama manusia, agama menjadi salah satu sumber konflik yang potensial serta pemicu ketegangan social dan agresif manusia. Agama dipandang Hobbes sebagai suatu produk penghasil rasa takut. Agama bagi Hobbes merupakan sebuah kekuatan bagi negara saja, sebagai subordinasi negara, sebagai organisasi politik tertinggi, sebagai suatu ‘hal’ mutlak keberadaannya dalam suatu negara, bukan masalah wahyu, maupun kebenaran atau tidak. Namun pengaruh Hobbes tidak berkembang sampai abad ke-19, pemikirannya kemudian masuk kedalam paham Liberalisme kelas menengah, namun saat itu tetap kurang mendapat simpatik.
Selain itu, semasa hidupnya, Hobbes juga sering membaca karya-karya Aristoteles, yang memberikannya persamaan bahwa keduanya merupakan filsuf yang percaya bahwa ilmu pasti alam juga berpengaruh dalam mekanisme manusia, bahwa segala sifat manusia dapat diperhitungkan secara logika selayaknya konsep silogisme dalam ilmu pasti alam, hal ini dituliskan dalam salah satu karya Aritoteles yang terkenal yakni Analytica Priora. Akan tetapi, kemudian pemikiran Aristoteles banyak menerima kritik Hobbes. Brauch Spinoza juga merupakan salah satu ahli yang mempengaruhi Hobbes, yakni dalam pandangan-pandangan politik dan dalam bagaimana berhubungan dengan Alkitab.

3. Karya – Karya Hobbes

Karya-karya Hobbes yang membuatnya terkenal adalah Leviathum (1651) atau dikenal juga sebagai Commonwealth, dalam karyanya tersebut tampak bahwa Hobbes terpengaruh oleh kondisi yang terjadi pada negerinya pada masa itu, dimana Hobbes mencoba untuk memberikan pemecahan terhadap masalah negerinya, mengenai perselisihan, pertentangan, konflik antar sesama sebagai suatu sifat dasar primordial yang telah ada sejak manusia itu lahir, namun menurut Hobbes, manusia juga sebenarnya memiliki persamaan keinginan, yakni untuk hidup rukun dan damai, tetapi seringkali jiwa kompetisi membuat keinginan bersama tersebut seringkali tidak dapat terwujudkan. Mekanisme tersebut yang dinilai Hobbes perlu adanya pemegang ‘kekuasaan’ diatas kekuasaan yang lainnya sebagai jalan keluarnya. Entah apakah kekuasaan tersebut didapatkan melalui jalan persaingan kekuasaan, atau berdasarkan kepada pilihan masyarakat, yang terpenting bagi Hobbes adalah keberadaan penguasa itu sendiri, sebagaimana kekuasaan orangtua yang harus ditaati oleh anaknya. Hobbes menghendaki negara berkuasa mutlak, sehingga dapat menumbuhkan kepatuhan total warga negara kepada negara tersebut.
Levianthum diterbitkan Hobbes ketika ia berusia 63 tahun, ketika itu dari tulisan-tulisan Hobbes dapat dilihat bahwa ia mengalami perkembangan produktivitasnya dalam menulis dan berpikir. Hobbes terus menulis hingga umur 91 tahun.
Selain Levianthum, salah satu karya Hobbes yang juga terkenal ialah De Cive. Hobbes menulis De Cive semasa pelariannya di Paris. De Cive berisikan tulisan mengenai masalah kewarganegaraan di tahun 1642, di karya tersebut, fokus pandangan Hobbes tidak lagi sepenuhnya kepada Raja atau penguasa, tetapi lebih kepada masyarakatnya. Tulisan-tulisan tersebut (khususnya, Levianthum) sangat mempengaruhi seluruh filsafat politik dan filsafat moral di Inggris pada masa-masa selanjutnya. Di Eropa Daratan, Hobbes juga membawa pengaruh kuat.

4. Pemikiran Hobbes

Garis besar pemikiran Hobbes pada intinya berakar pada empirisme (berasal dari bahasa Yunani empeiria yang berarti 'berpengalaman dalam, berkenalan dengan').  Empirisme menyatakan bahwa pengalaman adalah asal dari segala pengetahuan. Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat berupa fakta yang dapat diamati.  Segala yang ada ditentukan oleh sebab tertentu, yang mengikuti hukum ilmu pasti dan ilmu alam. Yang nyata adalah yang dapat diamati oleh indera manusia, dan sama sekali tidak tergantung pada rasio manusia (bertentangan dengan rasionalisme). Dengan menyatakan yang benar hanyalah yang inderawi,  Hobbes mendapatkan jaminan atas kebenaran.
Pemikiran Hobbes mengenai manusia. Manusia dinilai Hobbes tidak terlahir sebagai mahkluk yang bersifat social. Manusia dianggap Hobbes sebagai mahkluk yang memiliki kecendrungan seperti hewan, dengan satu kecendrungan yang menonjol, yakni keinginan mereka untuk mempertahankan diri. Manusia dianggap Hobbes sebagai mahkluk yang condong suka untuk berselisih, bertengkar dan cekcok antar sesamanya. Karena kecenderungan ini, manusia bersikap memusuhi dan mencurigai setiap manusia lain: homo homini lupus! (manusia adalah serigala bagi sesamanya). Keadaan ini mendorong terjadinya "perang semua melawan semua" (bellum omnium contra omnes). 
Pemikiran Hobbes mengenai siklus terbentuknya Negara. Keadaan manusia yang “alamiah” kemudian menjadi akar terbentuknya Negara. Meskipun keinginan untuk mempertahankan diri dan berkompetisi bagi setiap manusia masih ada dan memiliki kecendrungan yang besar, akan tetapi setiap manusia juga sebenarnya juga memiliki keinginan yang sama, yakni untuk dapat hidup rukun, damai, dan terhindar dari pecahnya peperangan akibat “keadaan alamiah” manusia itu sendiri. Atas kesadaran tersebut Negara dibentuk, dengan penguasa yang memiliki kekuasaan lebih besar diantara para penguasa lainnya, sehingga dapat mengontrol manusia lainnya demi mewujudkan tujuan bersama. Manusia juga memiliki rasa takut. Oleh sebab itu bisa diatur apabila dirinya didera oleh rasa takut.
Pemikiran Hobbes mengenai penguasa. Hobbes menghendaki negara berkuasa mutlak, sehingga dapat menumbuhkan kepatuhan total warga negara kepada negara tersebut.  Penguasa dapat mempergunakan segala cara termasuk kekerasan dalam menjaga ketentraman yang dikehendaki. Mendapatkan kekuasaan juga menurut Hobbes dapat dilakukan dengan cara apa saja, baik berdasarkan kesepakatan, pilihan, paksaan, dan sebagainya. Penguasa meskipun secara fisik sama dengan manusia lainnya, namun penguasa memiliki kekuasaan yang tidak terbatas, sekaligus juga melingkupi bidang rohani rakyat. Pendidikan harus diawasi oleh penguasa, sementara agama yang dianut haruslah berdasarkan agama yang ditetapkan oleh penguasa. Bahkan menurut Hobbes, penguasa seharusnya menjadi kepala agama juga. Hal ini dikarenakan, Agama dan kekuasaan menurut Hobbes adalah suatu hal yang memiliki kekuatan besar untuk menanamkan kepatuhan dan ketakutan. 
Meskipun, Hobbes tidak pernah menganggap bahwa agama adalah sesuatu yang begitu benar nilai-nilai yang dikandungnya, Hobbes hanya menganggap pada masanya, tanpa ada suatu aturan maupun hukuman yang jelas, masyarakat telah melakukan segala sesuatunya atas dasar ketakutan mereka terhadap agama. Hobbes justru menganggap nilai dalam setiap agama tidak perlu dipersoalkan, karena hal tersebut hanya sesuatu yang merupakan takhayul (tidak nyata).

 

KESIMPULAN


Hobbes merupakan sesosok filsuf yang tumbuh dibawah prahara politik sosial dimasa nya. Ia menulis berdasarkan kondisi yang tengah dihadapi dan dilihatnya di Inggris semasa hidupnya, yakni pada abad ke-17, disaat Inggris dilanda oleh berbagai bentuk perang saudara (seperti: perang sipil, maupun perang karena agama) yang berkecamuk, serta ketidakstabilan politik. Timbulnya ketakutan, kekhawatiran masyarakat Inggris, termasuk ketakutan dan kekhawatiran yang juga muncul dalam diri Hobbes pada saat itu, kemudian mengilhami Hobbes untuk menuliskan dan menarasikan bagaimana pendiriannya terhadap kehidupan politik maupun masyarakatnya, ia sendiri juga melukiskan dirinya dan ketakutan dalam Fear and I, Hobbes said were born together. Hal yang banyak dibahas oleh Hobbes dan menjadi ke-khasan dalam pemahamannya ialah mengenai konteks social dalam hal kehidupan social politik, yakni pemikirannya mengenai “kontrak social” (social contract), dan ‘tuntutan pertimbangan atas dasar kebutuhan’ (basic need) manusia.
Pandangan Hobbes mengenai manusia ialah bahwa manusia memiliki tabiat alamiah suka bersaing, egois, mengenal kekerasa sebagai jalan, dan mengutamakan kepentingan diri sendiri, seperti halnya hewan, oleh sebab itu hukum dan undang-undang dapat membatasi munculnya sikap primitive tersebut, tentunya dengan tambahan pentingnya peran seorang penguasa diatas segalanya. Karena factor lain, seperti agama, yang pada masa sebelumnya memiliki otoritas besar disebuah negara, dianggap Hobbes tidak dapat menata masyarakat, hal itu hanyalah ‘kedok’ otoritas sebuah negara. Sedangkan konsep penguasa menurut Hobbes, lebih baik apabila diperankan oleh satu orang, bukan oleh majelis/ sekelompok orang, meskipun Hobbes menyatakan bahwa kekuasaan dapat saja dilakukan oleh satu orang maupun kelompok majelis, akan tetapi yang terbaik adalah dipegang oleh kekuasaan tunggal (monarki), sehingga pedoman atau pegangan pelaksanaan kebijaksanaan tidak berubah-ubah, dan konsultasi dapat dilakukan secara rahasia. Selain itu kekuasaan yang dipegang oleh satu orang, sikap pilih kasih atau pemihakan yang alami terjadi sebagai sikap dasar manusia, akan hanya menyebar secara lebih sedikit dibandingkan dengan pilih kasih yang terjadi dalam kekuasaan yang dikendalikan oleh suatu majelis. Nepotisme dianggap Hobbes sebagai suatu yang maklum terjadi antar hubungan sesama manusia.
Kekuasaan dalam bentuk majelis bagi Hobbes, peran politiknya akan terbagi-bagi karena banyak yang diikutsertakan dalam politik, dan oleh sebab itu kesepakatan politik juga akan sulit untuk dicapai, perlu diadakan perundingan yang memakan banyak waktu, dan sulit mencapai kata mufakat. Menurut Hobbes akan sulit apabila negara dihadapi oleh suatu permasalah genting sehingga membutuhkan keputusan yang cepat. Akan tetapi dibawah penekanan Hobbes mengenai pemahamannya tentang konsep penguasa dan kekuasaan, Hobbes tidak menganjurkan untuk selalu menuruti perintah penguasa, apabila penguasa melakukan tindakan diluar batas, dan merugikan bagi yang lainnya, maka Hobbes juga menyarankan adanya protes atau pemberontakan.
Sebenarnya konsep kekuasaan dan agama bagi Hobbes sangat berdekatan, Hobbes mengatakan bahwa agama merupakan suatu hal gaib (tidak diketahui ada atau tidaknya, benar atau salahnya) namun mampu memberikan kepatuhan bagi penganutnya, dikarenakan rasa ’takut’. Oleh sebab itu pula, Hobbes menyatakan bahwa rasa takut adalah juga sifat alamiah yang manusia miliki sejak ia lahir, dan oleh sebab itu sebenarnya ketakutan tersebut juga dapat dipergunakan dalam hubungan negara dengan masyarakatnya. Manusia juga pada prinsipnya dapat bekerjasama dalam mencapai keinginan/ tujuan bersama, sebagaimana halnya hewan yang dapat melakukan pemburuan makanan secara bergerombol, seperti: Serigala, Singa, Buaya, dan sebagainya. Kemungkinan manusia untuk bekerja sama inilah yang juga menyamakan pendapat Hobbes dengan Plato. Mengenai kekuasaan, Plato dan Hobbes juga sama-sama menyatakan bahwa negara yang ideal adalah negara dengan kekuasaan tunggal, karena perang penguasa tunggal dapat membatasi tabiat alamiah dasar manusia, namun tetap dalam persepsi “bebas”. Hal ini disebut Plato sebagai sebuah “kebebasan yang beradab” berbeda dengan “kebebasan tidak beradab” dimana manusia melakukan sesuatu hal diluar kendali kemudian menyesal atas dasar keserakahannya sendiri yang ternyata dapat merugikan oranglain disekitarnya maupun bagi dirinya sendiri, untuk itu perlu adanya kordinator yang membatasi perilaku tidak beradab tersebut.



 #########################################################################

DAFTAR PUSTAKA


Cranston. 1972. “Makers of Modern Thought”. American Heritage Publishing, Co. Inc.
Lessnoff, Michael. 1986. “The Social Contract; Issues in Political Theory”. London: Macmillan Ltd.
Noer, Deliar. 1997. “Pemikiran Politik di Negeri Barat”. Jakarta: Mizan Pustaka
Russel, Betrans. 1994. “History of Western Philosophy”. London: Macmillan Ltd.
Schmid, J.J Von. 1965. “Ahli-Ahli Pikir Besar tentang Negara dan Hukum”. Jakarta : Pustaka Pembangunan
Syam, Firdaus. 2007. “Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya terhadap Dunia Ke-3”. Jakarta : Bumi Aksara.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resume: Military Technology and Conflict: Geoffrey Kemp PART VI (PROLIFERASI DAN ASIMETRI PEPERANGAN)

Mata kuliah Resolusi Konflik SEMESTER VI Military Technology and Conflict by Geoffrey Kemp Proliferasi dan Asimetri...