Minggu, 05 Februari 2017

Book Resume: War, Peace, and International Relations; an Introduction to Strategic History, Colin S. Gray



Saat ini saya sudah menyelesaikan program Master saya
Dengan demikian saya punya banyak waktu untuk menyelamatkan file-file lama saya kedalam blog ini sekaligus berbagi dengan teman-teman sekalian.
Mungkin ini bisa menjadi pengembali memory bagi saya, dan menjadi salah satu referensi tugas untuk anda!
Tapi jangan lupa, budayakan membaca. File ini adalah file-file lama yang masih "selamat" dari tahun 2009-2011. :) berikut spoiler bukunya
 
Hasil gambar untuk Colin S. Grey war and peace

“WAR, PEACE, AND INTERNATIONAL RELATIONS ; AN INTRODUCTION TO STRATEGIC HISTORY”


Tulisan ini merupakan resume dari buku “War, Peace, and International Relations; an Introduction to Strategic History” yang ditulis oleh Colin S. Gray, yang secara khusus dan ringkas akan dipaparkan mengenai “Strategi Jepang pada Perang Dunia II di Asia-Pasifik” seperti yang tercantum didalam bab XIII pada buku ini.
Pada Perang Dunia II terjadi peperangan diberbagai kawasan, oleh sebab itu, pada Perang Dunia II terdapat berbagai pula jenis / macam perang, salah satunya ialah Perang Asia-Pasifik, atau apa yang disebut Jepang sebagai Perang Asia Timur Raya.
Perang Asia Pasifik diambil dari nama tempat dimana perang tersebut berlangsung, yakni dikawasan Asia dan Pasifik. Jika perang di Negara-negara Barat dikuasai oleh Jerman.  Maka, kawasan Asia-Pasifik dikepalai oleh Jepang, yang memanfaatkan situasi perang antara Jerman dan Negara-negara Barat tersebut untuk menjalankan kepentingan negaranya.
Jepang dalam hal ini sadar bahwa tak ada gunanya ia ikut dalam perang antara Soviet, Jerman, AS, dan yang lainnya, itu akan membuang banyak waktu sia-sia tanpa suatu hal yang pasti dan jelas akan mendapatkan keuntungan. Oleh sebab itu, pada bulan Agustus 1941, Jepang memilih untuk tidak ikut dalam peperangan Jerman, meskipun sulit untuk menghadapi godaan ikut dalam perang tersebut. Jepang mengadopsi strategi “perang yang terbatas untuk tujuan terbatas”. Yakni, memiliki gagasan yang tepat terhadap apa yang harus dilakukan dan bagaimana untuk mendapatkan hal tersebut.
Soviet merupakan ancaman terbesar bagi Jepang untuk bergerak, dan dengan adanya Perang dengan Jerman dan AS, tentunya akan menghapuskan ancaman dari Utara tersebut. Soviet akan sibuk dengan agenda melawan Jerman dan AS, begitu pula kedua Negara tersebut yang tengah sibuk dengan perang dunia II. Oleh sebab itu, akan lebih bebas gerakan Jepang untuk menaklukkan apa yang disebut sebagai “Area Sumber Daya Selatan di Asia Tenggara”, area tersebut salah satunya termasuk Negara Hindia Belanda dan Malaya. Area tersebut sangat strategis dan memiliki potensi sumber daya alam yang besar, yang selain akan mendatangkan keuntungan perekonomian, area tersebut juga akan melindungi lingkup geografis Jepang, serta memperluas Kekaisaran Jepang yang baru.
Keinginan memperluas kekaisaran Jepang terdiri oleh beberapa factor lain, yakni; membentuk perimeter pertahanan yang luas di Pasifik Tengah dan Selatan; menyediakan garnisun yang kuat, termasuk tanah berbasis kekuatan udara, dan beberapa pulau terpilih akan dijadikan tempat pertahanan yang lebih mendalam, dan hal tersebut mendukung garnisun dinyatakannya Angkatan Laut Kekaisaran yang terisolasi. Dengan penaklukan kawasan Asia tersebut juga akan dimanfaatkan Jepang untuk mengembangkan teknologi komunikasinya, armada, dsb.
Akan tetapi, kawasan-kawasan strategis tersebut mayoritas telah dikuasai oleh AS, oleh sebab itu dalam rencana dan strategi Jepang ini kemudian dimasukkan agenda untuk melumpuhkan aset Angkatan Laut AS yang berbasis di Oahu Pearl Harbor, serta Angkatan Udara AS yang berbasis di Filipina. Dengan asset-aset tersebut dinetralkan, maka tidak akan ada lagi yang bias menghambat perjalanan Jepang untuk menginvansi kawasan-kawasan strategis di Asia.
Strategi Jepang dalam hal ini sangat menginginkan keefisienan, cepat, singkat, tetapi tetap ambisius, oleh sebab itu dalam perumusan strateginya, Jepang sangat memperhitungkan prospek kecepatan dan keefisienan rencana penyerangan tersebut.
Akan tetapi dalam rencana-rencana positif tersebut, terdapat rencana-rencana radikal lain dari Jepang, apabila ia berhasil menguasai Indo-Cina, yakni ; keinginan untuk membujuk Thailand untuk bersikap kooperatif, mendepak pasukan Inggris dari mayoritas kawasan di Burma, mengobarkan peperangan lebih ganas di China, serta menutup otopsi China sebagai dasar dan vector ancaman bagi musuh-musuh mereka.
Keinginan Jepang rupanya tidak terbatas kepada penguasaan terhadap Indo-Cina, karena untuk menghadapi bahaya yang datang dari arah Selatan, yakni kemungkinan akan berkoalisinya Australia dan Selandia Baru dengan Amerika, maka Jepang harus segera menaklukan juga Australia dan Selandia Baru tersebut, sebelum Amerika memanfaatkan Australia dan Selandia Baru menjadi basis maju untuk kekuatan militer Amerika. Dengan rencana tersebut, jika berhasil, maka Jepang akan segera memutuskan komunikasi di Pasifik Selatan, khususnya Selandia Baru, Australia, dengan Amerika.
Namun strategi Jepang untuk menaklukan Australia ternyata menghadapi ancaman sebelum mencapai Australia, Jepang mulai merasakan frustasi melawan Angkatan Laut Amerika Serikat dalam Pertempuran Laut Karang (7-8 Mei 1942) yang tidak pernah berujung jelas, siapa yang menang, dan siapa yang kalah, hingga berujung dengan mundurnya pasukan Jepang menuju Port Moresby di Papua Nugini dan meninggalkan tujuan invansinya. Sementara itu, invansi Hindia Belanda yang berlanjut menuju kekawasan Singapura dan Filipina berlangsung berlarut-larut, sangat tidak efisien, dan menuntut waktu yang sepertinya akan sangat lama. Kejadian tersebut memperlihatkan bahwa ancaman terbesar Jepang ternyata berada di kawasan Pasifik Tengah.
Dalam perang Pasifik ini, terdapat dua kecendrungan pandangan mengenai strategi perang, yakni pandangan Jepang dan Amerika yang sepertinya meskipun memiliki pandangan sangat bertentangan terhadap banyak hal, akan tetapi mereka memiliki kesamaan dalam ketuliannya terhadap analisis strategis. Jepang beranggapan bahwa mereka tidak akan dapat meraih kemenangan jika tidak dapat melindungi kerajaan baru mereka, dan kerajaan baru mereka tidak dapat terlindungi apabila tidak dapat menjalankan rancangan-rancangan mereka tersebut dalam jangka pendek, kenyataan bahwa Jepang pesimis bahwa senjata jangka panjang tidak akan dapat mewujudkan tujuan mereka. Sementara itu, Amerika Serikat terlihat sedikit ragu dan enggan dalam melanjutkan perang ini menuju perang total dan besar, Amerika Serikat tampak selalu memikirkan bahwa perang ini akan sangat mempertaruhkan biaya yang terlalu besar, dan oleh sebab itu akan mempertaruhkan pula nilai dari kepentingan AS itu sendiri, oleh sebab itu, rasanya mustahil bahwa Washington akan bersedia melawan Tokyo.
Akan tetapi bukan berarti dengan begitu, maka perang yang diluncurkan Jepang berjalan dengan mulus. Seperti kejadian yang telah digambarkan diatas mengenai perang tak berujung yang terjadi di Hindia-Belanda, terdapat 4 prediksi Jepang lain yang keliru dan menghambat terwujudnya keinginan Jepang tersebut;
1) Serangan kejutan Jepang yang dilancarkan terhadap Pearl Harbor tidak berhasil dengan sukses, dengan Jepang menyerah tanpa syarat,
2) Jerman tidak mengalahkan Uni Soviet, hal ini juga mempengaruhi rencana Jepang, setidaknya untuk jangka melampaui Juni-Juli 1941,
3) AS terbukti cukup kuat dan memadai untuk memobilisasi perang pada skala dua samudra sekaligus, secara bersamaan,
4) Angkatan Laut Kekaisaran Jepang terbukti terlalu lemah untuk konteks melawan Amerika, selain itu serangan laut juga masih sangat lemah, dan oleh sebab itu strategi Jepang tersebut kemudian hanya memakan banyak korban.

Strategi Amerika

Beralih dari strategi Jepang dan kejadian yang dialami Jepang pada Perang Dunia II di kawasan Asia Pasifik, aktor yang tak kalah penting dalam strategi perang ini, ialah Amerika. Seperti yang telah disebutkan diatas, Amerika Serikat sangat mempertimbangkan dan terlihat enggan untuk menanggapi perang ini dan menjadikannya sebagai ledakan perang yang besar, oleh sebab itu Amerika Serikat tidak benar-benar memiliki strategi dominan dalam menghadapi serangan Jepang.
Peperangan demi peperangan yang dimenangi AS sebenarnya hanya merupakan bukti bahwa AS benar-benar memiliki kekuatan militer yang besar meski ditempatkan ditempat-tempat terpisah. Gagasan mengenai penaklukan Tokyo dan cara bagaimana membuat Jepang menyerah memang pernah disebut-sebutkan oleh Amerika, tetapi tidak ada gagasan yang persis dan jelas bagaimana hal tersebut akan dicapai. Keragu-raguan dan keengganan Amerika terlihat dari caranya yang membelokkan tujuan-tujuan utama mengalahkan Jepang, seperti ; USAAF yang awalnya ditujukan untuk membom jepang tidakjadi diluncurkan, Angkatan Laut AS yang diharapkan mencekik Jepang menjadi impotensi dengan blockade yang ditegakkan kepermukaannya, dsb.
 Dilain hal, Jepang meskipun kalah dipertempuran Midway dan memulangkan banyak korban jiwa, tetap bersikeras ingin mengalahkan AS, jiwanya yang pantang menyerah, dan teori perangnya yang bertolak belakang dengan teori Clausewitz, yakni jika satu titit tertinggi belum dapat dikalahkan, maka Jepang tidak akan merasa cukup puas, mekipun banyak wilayah telah berhasil ditaklukannya.
Sementara itu, diluar dugaan, Uni Soviet yang dikalahkan Jerman kemudian beralih fokus perang, dan mulai menghadapi Jepang, pertempuran tersebut berujung pada 27 Mei 1905, dimana Wakil-Laksamana Heihachiro Togi dimusnahkan Armada Rusia di Baltik.
Kembali kepada kasus Amerika, dalam strateginya sebenarnya telah direncanakan mengenai kejatuhan Jepang, akan tetapi hal tersebut dikesampingkan, karena Amerika dan Inggris telah membuat kesepakatan mengalahkan Jerman terlebih dahulu.
Akan tetapi, Amerika tidak menyangka bahwa sebenarnya serangan yang sangat brutal justru disebabkan oleh Jepang, bukan Jerman. Terutama setelah kejadian kekalahan Jepang di Pearl Harbour, tindakan Jepang mulai semakin membrutal; Jepang membunuh banyak warga Negara Amerika, dan banyak tawanan perang Amerika dikurung di Filipina. Dalam kondisi memprihatinkan, 600 dari 12.000 orang Amerika meninggal selama perjalanan, dan 7.000 dari 60.000 warga Filipina juga kehilangan nyawanya.
Kejadian mengejutkan di Pearl Harbour, dan penahanan di Filipina, merupakan sebuah hinaan serius bagi AS. Pada 7 Agustus 1942, AS terlihat mulai serius menanggapi perang yang dilancarkan oleh Jepang, Divisi Marinis I AS mendarat di Gudalcanal dan Tulagi di Solomon Selatan, dan tentara Sekutu dari Australia dan Amerika bertugas mendepak Jepang dari pantai utara Papua Nugini. Strategi kampanye di Guadalcanal juga dilancarkan untuk mengembangkan perjuangan attritional, yang kemudian sangat berperan besar dalam permainan tumbuhnya kekuatan Amerika dan berdampak kepada munculnya kelemahan materi endemik Jepang. Selain itu, AS juga melancarkan “strategi empati”, yakni dengan melawan Jepang dengan perlawanan politik, namun strategi empati ini dirasa akan sulit untuk diwujudkan, dan oleh sebab itu, terdapat beberapa strategi lain AS dalam melakukan rencana melumpuhkan Jepang, yakni ;
1) Melanjutkan perang di South-Pasifik Barat, memajukan Solomon dan sepanjang pantai Papua Nugini ke Hindia Belanda, hingga ke utara dan Filipina. Strategi ini akan dikepalai oleh Jendral Douglas MacArthur dan sebagian besar Angkatan Darat AS.
2) Mengalahkan Jepang dari dan di China, dengan membantu Generalissimo Chiang Kai-Shek, China akan bersedia membantu AS dan mengerahkan pasukannya untuk bersama-sama mengalahkan Angkatan Darat Jepang dan Angkatan Udara di Cina, dan selain itu akan membantu meluncurkan kampanye pengeboman terhadap Kepulauan Rumah Jepang dari basis China dan invansi terhadap rumah-rumah dan penduduk Jepang diwilayah dataran China.
3) Menerapkan varian dari 30 tahun Rencana Oranye dengan berjuang melintasi kawasan Pasifik Tengah, merebut pangkalan pulau yang merupakan pusat ketergantungan pemasokan armada Jepang yang berlangsung dilaut. Dan perjalanan akan dilanjutkan menuju arah utara-barat hingga Jepang sendiri, lalu bergerak ke Taiwan atau sekaligus meraih Filipina.
Akan tetapi pada akhirnya, ketiga option tersebut tetap tidak diambil AS. Dalam prakteknya, Amerika justru menjalankan rencana baru dengan menuju kearah utara terlebih dahulu melalui Australia menuju Hindia-Belanda, hingga akhirnya Filipina, hal ini dilatar belakangi oleh sarah MacArthur dan keinginan menciptakan fraksi pembelaan Washington, selain kawasan tersebut dipertimbangkan AS menjanjikan dalam prospek kedepannya, dengan strategi ini akan sekaligus memperkuat preferensi AS.
AS membangun tentara di Cina yang tujuannya untuk memberikan tempat berlindung yang aman dari benua jarak jauh pengeboman kampanye dilakukakan. Namun, pada tahun 1944, serangan Jepang di China rupanya berhasil, tentara Chiang terpaksa mundur, hingga akhirnya AS mulai melaksanakan salah satu dari 3 strategi awalnya, yakni mengalahkan Jepang dari arah Selatan oleh MacArthur dan Laksamana Timitz di Timur.
AS belajar banyak dalam peperangan ini, terutama dalam menjalankan perang secara efektif, dan agar tidak menyepelekan suatu perang. AS kelihatan mulai serius menanggapi perang ini, rancangan demi rancangan dibentuk untuk mengatasi perang dengan Jepang ini, salah satunya ialah rancangan “Two Ocean” (Dua Lautan) sesuai dengan Undang-Undang 1940, yang pada intinya berisi rancangan upaya untuk meningkatkan lebih serius Angkatan Laut AS sebesar 70%.
Jepang dikejutkan dengan pekembangan AS tersebut, tentang bagaimana AS dapat memulihkan Angkatan Lautnya dengan cepat, sekaligus memulihkan kerugiannya ketika penyerangan di Pearl Harbour, Laut Karang, dan Midway. Akan tetapi hal tersebut hanya sebatas keterkejutan, Jepang tetap bersikeras menyelesaikan pertarungan dengan keinginannya mengalahkan AS, dengan kata lain, pemulihan diri dan perkembangan pesat AS bukan merupakan suatu ancaman utama bagi Jepang dan bukan alasan yang kuat yang dapat membuatnya mundur dalam perang ini.
Selain itu, kemajuan Angkatan Laut AS lainnya ialah dengan ditemukannya cara-cara baru dalam berperang, kapal perang (battleship navy) AS diubah menjadi kapal pembawa angkatan laut (carrier navy), mahkota armada AS juga disulap menjadi ‘Capital Navy’ yang tujuannya untuk melakukan perjalanan dan menyebrangi Pasifik Tengah. Hal tersebut dibentuk untuk tujuan khusus, yakni menantang Jepang untuk segera keluar dan melakukan perlawanan.  
US Army dan unit Marinis menyerbu pantai di Saipan pada tanggal 15 Juni 1944, menimbulkan pertemuan klimaks antara kedua Negara tersebut hingga tanggal 13 Juli, dan merenggut 14.000 korban jiwa. Pertempuran berlanjut pada 19-20 Juli di Laut Filipina, yang sepenuhnya merupakan pertemuan “Udara”, dengan hasil akhir AS kehilangan lima puluh lebih pesawat tempurnya.

Akhir Perang

AS memang unggul dalam kecanggihan peralatan dan militernya, akan tetapi dalam hal taktik dan kelicikan. Oleh sebab itu, perang Pasifik ini merupakan salah satu perang yang berlangsung berlarut-larut dalam konteks Perang Dunia II, Jepang belum menyerah, karena mereka merasa tidak sepenuhnya kalah, Selain itu, yang paling khas dalam perang ini ialah, bahwa baik Jepang maupun AS memiliki angkatan laut yang sama-sama kuat, merea sama-sama memperkuat Angkatan Laut mereka, baik secara strategi dan taktik, maupun peralatan seperti; kapal selam, oleh sebab itu meskipun perang juga dilakukan melalui udara, secara total, perang ini merupakan bentuk sempurna perang kekuatan laut. Perang ini kemudian akhirnya dapat diakhiri dengan didaratkannya bom automik B-29 oleh AS yang merupakan sebuah bom tunggal Superfortress, yang diterbangkan melalui Tinian, melalui Marianas. B-29 pertama diledakkan di kawasan Hiroshima pada 6 Agustus 1945, dan kemudian bom tersebut diledakkan kembali di kawasan Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Selain itu, Jepang resmi diblokade AS, baik didarat, laut, dan udara dari kepulauan depan Jepang. Kedua bom tersebut menjadi pukulan telak bagi Jepang dan secara otomatis membuat Jepang meminta gencatan senjata pada 15 Agustus, dan secara resmi menyatakan telah menyerah pada 2 September 1945.

Jumlah Kata : 2,141 kata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resume: Military Technology and Conflict: Geoffrey Kemp PART VI (PROLIFERASI DAN ASIMETRI PEPERANGAN)

Mata kuliah Resolusi Konflik SEMESTER VI Military Technology and Conflict by Geoffrey Kemp Proliferasi dan Asimetri...