Senin, 24 September 2018

Resume: Military Technology and Conflict: Geoffrey Kemp PART VI (PROLIFERASI DAN ASIMETRI PEPERANGAN)


Mata kuliah Resolusi Konflik
SEMESTER VI


Military Technology and Conflict
by
Geoffrey Kemp



Proliferasi dan Asimetri Peperangan

Ini akan menjadi sebuah ironi yang penting, jika salah satu efek dari peningkatan senjata non-nuklir adalah untuk menciptakan senjata kimia, senjata biologi, dan senjata nuklir (CNB) pilihan jalan terburuk untuk biaya kekuatan konvensional yang tinggi. Tidak ada keraguan bahwa kedua Iran dan Irak menanggap senjata CNB sebagai kekuatan equalizer ketika mempertimbangkan konflik dengan Amerika Serikat.
Pelajaran dari Perang Teluk dan selanjutnya dalam konflik di Kosovo, mendorong minat yang lebih besar dalam pengembangan strategi asimetri yang memberikan kemungkinan bagi negara-negara terkecil dan termiskin untuk mencegah kekuatan utama. Hal ini menunjukkan keadaan bahwa jika tidak mampu untuk mensejajarkan kapabilitas teknologi canggih dan kekuasaan, maka solusi lain adalah dengan mempergunakan kemampuan apapun yang dimiliki yang dapat dipergunakan untuk melawan ataupun mengancam ketangguhan kekuatan Barat, yang tentu saja memiliki toleransi yang rendah dalam konteks perang.
Pada dasarnya terdapat dua cara untuk mengancam Achilles Barat, yaitu 1) melalui terorisme yang disponsori oleh negara, dan; 2) dengan mengembangkan senjata pemusnah masal (WMD/ Weapons of Mass Destruction), keduanya dapat dipergunakan baik secara langsung untuk melawan kekuatan Barat atau diberikan pada grup teroris untuk melakukan operasi rahasia melawan militer Barat dan target-target sipil. Sedangkan keunggulan teknis dari pasukan militer Barat telah menghilang dari kekuatan ke kekuatan pada dekade lampau, kekhawatiran parallel tentang kerentanan masyarakat Barat terhadap terorisme dan senjata pemusnah masal telah tumbuh. Penggunaan julukan “rogue states” oleh pemerintah Amerika Serikat kepada negara-negara yang memiliki kemampuan atas jenis strategi ini menjadi lumrah pada setengah tahun setelah tahun 1990an. Keprihatinan dimotivasi oleh aksi negara-negara seperti Korea Utara, Irak, Iran, dan Libya, juga beberapa negara kategori rendah seperti, Syria, dan Kuba. Korea Utara, Irak, Iran, dan Libya telah mendemonstrasikan ketersediaan mereka untuk mendukung terorisme internasional dalam melawan target-target Barat sebagaimana kapasitas untuk mengembangkan senjata kimia, biologi, dan senjata nuklir, serta rudal sebagai sarana penyampaian. Akibatnya, Amerika Serikat telah mengembangkan sejumlah strategi proliferasi perlawanan yang sangat rumit, yang dirancang untuk mencegah, dan jika perlu, mengimbangi perkembangan tersebut. Beberapa upaya telah berhasil melebihi yang lainnya. Sebagai senjata, termasuk pemusnah missal, terus berkembang biak di daerah konflik ekstrim seperti Teluk Persia dan kawasan Asia Selatan dan Asia Timur, ada peningkatan harapan dan tekanan untuk mengembangkan dan menyebarkan system pertahanan rudal yang dapat melindungi mereka dari kekuatan serangan Amerika Serikat. Namun, apakah teknologi modern tersebut dapat melindungi mereka dari serangan terorisme?.
Peristiwa pemboman WTC (World Trade Center) pada 26 Februari 1992, merupakan pertanda dramatis terhadap sesuatu yang akan muncul. Enam orang tewas dalam serang ini, namun menurut hakim ketua di pengadilan, serangan itu dimaksudkan untuk menggulingkan satu menara ke menara lainnya di awan gas sianida, dan akan menyebabkan pulahan dari ratusan orang Amerika akan tewas. Kristal gas seharusnya menguap dalam ledakan, namun dalam peristiwa ini gas tersebut justru terbakar. Pada tahun 1995 di Tokyo, kaum fanatik melepaskan gas sarin di kereta bawah tanah, peristiwa ini juga sangat janggal, karena apabila gas tersebut bekerja sebagaimana direncanakan, maka ribuan warga Tokyo akan tewas, dan tidak sulit untuk menciptakan kekacauan dan kengerian selanjutnya. Kejadian di Tokyo dan WTC merupakan kegagalan. Di Rusia juga pernah terjadi, ketika pemberontak Chechnya menyandera ribuan orang dalam tindakan perjuangan mereka untuk menciptakan kemerdekaan melawan Moskow. Peristiwa-peristiwa seperti ini merupakan kategori tindakan terorisme yang besar (megaterorisme) terutama terkait kepada upaya untuk membunuh atau menyandera ribuan orang. Namun itu bukan satu-satunya forum terorisme, pertumbuhan internet dan perkembangan dunia maya sebagai sarana berkomunikasi dengan orang-orang diseluruh dunia, dan kepekaannya yang luar biasa terhadap pasar keuangan dunia, dan hal-hal yang sangat teknis lainnya, meningkatkan kemungkinan kemudian terjadinya terorisme dalam bentuk cyber. Cyber Terorism  bahkan memiliki skala yang lebih besar, karena kemampuannya untuk meruntuhkan lembaga keuangan, memicu kekacauan diseluruh system komunikasi militer, dan sebagainya.
Kerentanan masyarakat modern terhadap tindakan terorisme memang bukanlah sebuah hal yang baru, akan tetapi munculnya kelompok-kelompok yang terlibat dalam tindakan-tindakan terorisme tersebut selalu menjadi hal yang baru. Terdapat banyak sekali spekulasi tentang teroris nuklir, control senjata nuklir sejauh ini terbukti relative sukses. Tidak demikian halnya dengan dampak yang ditimbulkan oleh senjata kimia, biologi, ataupun internet dan dunia maya. Seperti juga halnya dapat dilihat dari tragedy pemboman Oklahoma pada Mei 1995 yang menunjukkan dampak sangat dasyat bagi terwujudnya kewaspadaan akibat terror. Namun terlepas dari hal tersebut, masyarakat internasional tetap harus memperlakukan ancaman terorisme ini sebagai prioritas tinggi. Terutama karena sumber terorisme begitu menyebar dan motif pelakunya juga sangat bervariasi, khususnya dalam mencegah terciptanya senjata-senjata baru pemusnah masal ataupun nuklir. Akan lebih banyak dana yang harus dikeluarkan untuk memperluas dan mempercepat penerapan dan peningkatan system keamanan, mencakup kontrol, persediaan, perlindungan. Langkah fundamental lain yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan kerjasama antar instansi pemerintah yang memantau kegiatan kelompok teroris. Dalam contoh kasus WTC, misalnya, nyaris tidak ada penghubung atau tindak lanjut antara instansi dalam negeri yang bertanggung jawab dengan badan-badan intelijen yang ahli dalam menangani terorisme yang disponsori oleh negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resume: Military Technology and Conflict: Geoffrey Kemp PART VI (PROLIFERASI DAN ASIMETRI PEPERANGAN)

Mata kuliah Resolusi Konflik SEMESTER VI Military Technology and Conflict by Geoffrey Kemp Proliferasi dan Asimetri...