Tulisan ini merupakan summary dari karya tulis James Laki (2006) yang berjudul “Isu Keamanan Non-Tradisional : Sekuritisasi Kejahatan Transnasional di Asia” yang merupakan bagian dari serangkaian studi pada keamanan non-tradisional di Asia Tenggara. James Laki ialah senior Research Fellow di divisi Studi Politik dan Hukum Institut National Research, Papua Nugini, yang selama ini melakukan penelitian dan dokumen yang menyangkut aspek pertahanan, keamanan, dan sosio-politik, serta isu-isu, khususnya yang menyangkut isu-isu keamanan didaerah perspektif.
Pada tulisan James Laki ini kemudian akan dibahas mengenai kejahatan transnasional. Kejahatan transnasional ialah kejahatan yang melibatkan semua bentuk kejahatan domestik yang melintasi batas internasional. Akan tetapi dalam tulisannya, James Laki tidak akan membahas segala bentuk dan permasalahan dalam kejahatan transnasional, namun memfokuskan permasalahan kepada salah satu bentuk kejahatan transnasional yakni pada permasalahan “Penyelundupan Manusia dan Obat-obatan”, hal ini dilatarbelakangi oleh karena permasalahan ini telah menjadi ancaman yang krusial dan mempengaruhi banyak orang diseluruh dunia pada decade saat ini, terutama Negara-negara kecil yang sangat rentan akan banyak masalah perkembangan social ekonomi.
Tantangan keamanan kini semakin meluas, seiring dengan terus berkembangnya dunia dan masyarakat internasional terutama setelah berakhirnya Perang Dingin, yang sekaligus menandakan pergantian sistem internasional yang semula bipolar menjadi unipolar dibawah komando Amerika Serikat (AS) sebagai pemenang perang dengan kekuatan hegemoniknya yang cenderung bertindak secara unilateral didalam menghadapi permasalahan ancaman internasional. Namun akibat polarisasi dan kemajuan globalisasi, maka kekuatan super AS kemudian memudar, banyak Negara bangkit menunjukkan dirinya sebagai kekuatan baru, dan Negara-negara lainnya juga ikut bersikap kritis dalam menolak dominasi dan upaya unilateral AS. Perubahan sistem polaritas dalam dunia internasional juga turut membawa dunia internasional diwarnai persaingan maupun kerjasama antar Negara untuk mendapatkan keuntungan selain melakukan perang.
Isu-isu baru muncul, seperti isu-isu kemanusiaan atau kehutanan, seiring dengan semakin berkembangnya pula ancaman keamanan internasional. Dunia memang tak lagi sering melakukan perang militer untuk mendapatkan sesuatu, tetapi justru dihadapi dengan berbagai jenis ancaman baru yang sebenarnya lebih berbahaya lagi daripada bahaya militerisasi, dan justru ancaman-ancaman tersebut kemudian mengarah kepada peperangan / militerisasi.
Perdagangan manusia adalah salah satu permasalah / ancaman baru dalam dilemma sekuritisasi dunia internasional. Kejahatan perdagangan manusia biasanya mengambil target korban yakni dari kalangan orang-orang tertindas, kondisi tersebut kemudian dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk mendapatkan keuntungan. Sama halnya dengan permasalahan penyelundupan narkoba.
Permasalahan-permasalahan yang baru muncul tersebut membuktikan bahwa perang tidak dapat dinyatakan berakhir, justru ancaman-ancaman baru yang muncul ialah jenis perang baru yang memiliki tingkat yang lebih rumit, dan justru membawa masyarakat miskin menjadi lebih miskin dibawah garis kemiskinan standar internasional. Keputus-asaan social masyarakat miskin terbukti dengan pernyataan orang-orang desa kini yang mengaku bahwa kualitas hidup mereka saat ini lebih buruk dibandingkan kondisi kualitas hidup mereka disaat dua puluh tahun yang lalu atau lebih. Beberapa daerah membutuhkan keterampilan dan kesempatan untuk hidup yang lebih besar, hal ini dilatar belakangi oleh semakin sulitnya mereka untuk mendapatkan kesempatan ekonomi, pendidikan dan melek huruf menjadi kebutuhan yang wajib, sementara kebanyakan mereka sulit untuk mendapatkan akses sekolah karena mereka juga tak mampu menghasilkan dana untuk biaya sekolah, dan yang lebih penting, di beberapa daerah, mereka bahkan kekurangan guru.
Hal ini juga mempengaruhi praktek kerjasama yang terjadi antara suatu Negara dengan Negara yang berkekuatan lemah, seperti contoh halnya kerjasama Negara Australia dengan Papua Nugini. Kelemahan Negara dan kerentanan Papua Nugini yang diamati oleh Pusat Studi Independen Australia (CIS) membuat Australia kemudian memikirkan kembali hubungannya dengan Papua Nugini, untuk menghindari kemungkinan biaya tinggi dimasa datang, meskipun secara geografi Australia dan Papua Nugini sangat dekat dan bekerjasama dalam bidang Pertahanan dan Keamanan, Papua Nugini juga merupakan tempat bagi angkatan pertahanan Australia mengatasi masalah transnasional yang mencakup gerakan rakyat dan masuknya obat-obat terlarang di area Selat Tores. Anggapan bahwa Papua Nugini telah menjadi Negara gagal, membuat Australia harus memikirkan kembali kerjasamanya dengan Negara tersebut, karena sebagai konsekuensi Negara gagal, tentu akan muncul ancaman baru kepada kedaulatan Australia. Untuk itu, Papua Nugini perlu untuk memperbaiki citranya, dan hal tersebut harus didukung kepada penguatan pemerintahannya yang baik, karena jika tak ada perubahan, tingkat kemiskinan akan semakin meluas, dan seperti yang dikatakan oleh Menteri Pertahanan Australia pada bulan Oktober 2002, Papua Nugini akan menghadapi tingkat ancaman internal, dan ketika stabilitias internal menjadi masalah menonjol, maka Papua Nugini akan menjadi Negara dengan tingkat anarki tinggi. Hal itu yang kemudian membuat Australia memikirkan kembali kerjasama keamanannya dengan Papua Nugini, karena dengan prediksi tersebut, dapat dikatakan bahwa dimasa mendatang, Papua Nugini justru menjadi wilayah yang rentan dengan ancaman keamanan transnasional.
Terbukti bahwa kriminalitas kian meningkat di Negara-negara lemah atau tidak stabil secara politis. Hal lain yang menjadi problematika ialah kecendrungan Negara lemah yang memiliki kapasitas terbatas dalam menertibkan public mereka, lemah dalam memberikan pelayanan pemerintahan, lemah dalam menerapkan keputusan kebijakan, pengelolaan ekonomi nasional, dan memberikan perintah umum kesetiaan dari rakyatnya. Hal ini penting karena dengan berbagai kelemahan-kelemahan tersebut membuktikan bahwa Negara tersebut juga tak mampu untuk bertindak melawan apabila terjadi perlawanan local yang kuat, sementara seharusnya dalam perkembangan Negara-negara saat ini, penting untuk suatu Negara / elit Negara tersebut dapat mengendalikan kasus-kasus ekstrim didalam negaranya dan memiliki kekuatan social yang besar, Negara tersebut harus memiliki kemampuan untuk memonopoli kekerasan yang diberikan kepada ruang teritorialnya, dan untuk itu pula harus memiliki otonomi dan sarana untuk mewujudkan kekerasan tersebut.
Perdagangan Manusia
Sebagai akibat dari globalisasi dan meningkatnya perdagangan bebas, maka kekuatan anarki internasional, koersif kekuatan pasar, dan kekuatan-kekuatan social juga turut meningkat. Transformasi social ini terjadi bersamaan dengan krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara pada akhir 1990-an, selain itu Perang di Timur Tengah juga telah mendorong gerakan antar dan intra orang. Korporatisme, globalisasi dan demokratisasi telah menciptakan pandangan berbeda bagi masyarakat karena jurang antara yang miskin dan yang kaya semakin timpang, hal ini yang kemudian memunculkan permasalahan krusial seperti perdagangan manusia dan obat-obatan terlarang.
Kebanyakan orang memiliki niat baik untuk berimigrasi, dan beberapa orang diantaranya memiliki alasan dengan berbagai factor pendorong. Beberapa agen atau kelompok berkepentingan kemudian muncul untuk menawarkan, merakit, mengatur dan menyediakan dokumen illegal agar seseorang dapat melakukan imigrasi dengan cara yang lebih mudah dan murah dengan jasa penipuan paspor dan identitas, hal ini yang kemudian digunakan oleh pelaku-pelaku suap, korupsi dan orang-orang tertentu untuk memuluskan tindakan criminal mereka.
Awalnya memang perdagangan manusia ini berasal dari memberikan kemudahan bagi orang-orang yang ingin berimigrasi dan terbatas dalam financial, akan tetapi kemudian fasilitas ini digunakan bagi orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan tertentu seperti keuntungan financial. Penelitian bahkan telah menunjukkan bahwa mayoritas orang yang diselundupkan dikapal nelayan, truk, dan alat transportasi lainnya bukanlah orang-orang yang seratus persen berkeinginan untuk migrasi, dan beberapa justru merupakan orang-orang yang diselundupkan untuk menjadi budak / pekerja dinegara lain. Orang-orang tersebut sebelumnya dijanjikan oleh agen illegal akan diberikan pekerjaan menguntungkan dinegara-negara maju dan kaya di Eropa atau Timur Tengah, akan tetapi realitanya mereka justru menjadi korban dan berakhir sebagai pekerja seks atau perbudakan modern. Selain itu dengan adanya fasilitas illegal ini turut mempermudah terjadinya tindak kejahatan terorisme, pelaku-pelaku terorisme semakin mudah menyelundupkan dirinya dan masuk kenegara-negara tujuannya dengan menjadi imigran gelap.
Lembaga hukum sulit untuk menangani permasalahan perdagangan manusia ini, hal ini dikarenakan saat memantau perbatasan penyebrangan yuridiksi, mereka seringkali dihalangi oleh barang-barang kargo yang berkamuflase dengan kargo-kargo yang berisi manusia, apalagi wadah yang digunakan untuk menyelundupkan orang-orang tersebut biasanya disegel oleh perusahaan pelayaran sehingga pengawas tidak dapat memeriksa dan membuka wadah tersebut.
Beberapa Negara telah berupaya meminimalkan imigrasi, terutama Negara-negara yang sering dijadikan sebagai tempat transitnya para imigran gelap, seperti Hongkong berjanji akan memperketat operasinya dipelabuhan dan Australia juga mengadakan apa yang disebut sebagai “Solusi Pasifik” untuk menghambat arus datangnya imigran gelap melalui perahu yang kebanyakan berasal dari Timur Tengah. Solusi Pasifik ini terbukti cukup efektif untuk mengatasi “orang-orang Perahu” tersebut.
Penyelundupan Narkoba
Yang menjadi permasalahan penting dalam kasus penyelundupan narkoba ialah, bahwa barang-barang tersebut seringkali masuk kesuatu Negara tanpa terdeteksi oleh otoritas nasionalnya, hal ini menunjukkan bahwa hal ini bisa terjadi apabila orang-orang pemilik otoritas tersebut yang telah bekerjasama dan mengambil keuntungan dalam memfasilitasi transaksi tersebut. Sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa globalisasi membawa dampak bagi setiap orang untuk mencari keuntungan dalam segala bentuk dan modus.
Penelitian menunjukkan bahwa kasus penyelundupan dan pemakaian narkoba seperti ganja dan heroin masih tetap tinggi dikawasan Asia Pasifik. Pasar di Papua Nugini bahkan menanam ganja secara liar, meskipun dunia internasional telah memberikan tanggapan serius dalam upaya penanggulangan masalah penyalahgunaan narkoba ini, hukuman yang diberikan setiap Negara terhadap penggunaan narkoba pun juga telah diperberat, akan tetapi operas-operasi tersebut masih saja terjadi dengan mengadopsi metode-metode dan trik-trik baru dalam pengoperasian obat-obatan terlarang tersebut dan menghindari deteksi.
Negara dengan fasilitas lemah seperti Papua Nugini melaporkan sedikit saja kasus penyitaan obat-obatan terlarang, hal ini bukan karena memang tidak ada kasus obat-obatan terlarang di Papua Nugini, justru Papua Nugini yang diklaim sebagai Negara lemah tersebut rentan akan kejahatan narkoba, dan justru penyelundupan dan transaksi narkoba semakin mudah dilakukan disana, hal ini dikarenakan oleh kurangnya efektifitas mekanisme pemantauan terjadinya penyelundupan narkoba di kawasan tersebut. Sementara Negara-negara kecil dan lemah seperti Papua Nugini dijadikan sebagai tempat bersarangnya obat-obat terlarang, Negara-negara besar seperti AS, Australia dan Eropa justru disindikasikan sebagai pengedar obat-obat terlarang tersebut, dengan Negara-negara seperti Filipina, Malaysia dan Singapura sebagai tempat transitnya, dan Negara-negara seperti Cina, Rusia, dan Taiwan yang membantu terlaksananya proses tersebut.
Untuk itu dalam solusi mengatasi perdangangan narkoba ini, perlu diadakan penekanan kerjasama dalam penanggulangan perdagangan narkoba ini dengan Negara-negara yang berkontribusi terhadap pendanaan kegiatan perdagangan narkoba tersebut, seperti yang telah diteliti, pejabat-pejabat Cina, India, Laos, Myanmar dan Thailand adalah orang-orang yang terlibat. Sejauh ini penekanan yang dilakukan dunia internasional dalam kampanye peduli dan memerangi kejahatan transnasional telah banyak dilakukan dan telah mengalami banyak perkembangan, misalnya, pada tanggal 17 Juni 2003, Thailand dan Australia menandatangani bersama kesepakatan untuk memerangi terorisme, obat, dan operasi perdagangan manusia. Selain itu, Indonesia dan Malaysia juga telah sepakat untuk meningkatkan kerjasama memerangi perdagangan narkoba dan pembajakan di Malaysia.
Implikasi Kebijakan
Strategi umum untuk memerangi kejahatan transnasional adalah dengan meningkatkan kerjasama yang bertujuan untuk memaksimalkan dan memastikan keberadaan kapasitas Negara. Tindakan yang diambil mulai dari nasional, pengaturan bilateral, regional, hingga multilateral, pemberatan pidana juga telah dilakukan dalam upaya memerangi kejahatan transnasional ini, misalnya, Thailand yang telah menetapkan bahwa kejahatan terorisme akan dihukum paling sedikit 20 tahun penjara, dan paling berat ialah kematian.
PBB juga mengharapkan kerjasama dalam menetapkan hukum domestik untuk melawan Kejahatan Terorganisir Transnasional, untuk itu beberapa dari pemerintah dan Negara yang mendukung telah menandatangani protocol dan konvensi yang dilaksanakan PBB sejak November tahun 2000 silam. Protokol itu sebelum diberlakukan harus terlebih dahulu ditandatangani oleh minimal 40 negara, yang isinya merupakan ratifikasi hukuman atas 4 masalah transnasional, yakni : a) partisipasi dalam kelompok penjahat terorganisasi, b) pencucian uang, c) korupsi, dan d) obstruksi keadilan. Bagian dalam konvensi tersebut juga menyebutkan ketentuan bagi Negara-negara untuk bekerjasama dalam melindungi korban dan saksi kejahatan transnasional, konvensi tersebut juga mendesak pihak-pihak yang menandatangani konvensi untuk menyediakan bantuan teknis bagi Negara-negara lemah dan berkembang untuk memperkuat kapasitas negaranya dalam menangani kejahatan transnasional yang teorganisir.
Dua protokol lainnya juga telah diadopsi oleh Majelis Umum PBB dalam langkah-langkah memerangi penyelundupan imigran, serta penyelundupan anak dan perempuan dalam industri seks dan tenaga kerja illegal, hal ini untuk menanggapi kasus jutaan orang yang diangkut sebagai ‘kargo manusia’ setiap tahunnya dan dijadikan budak.
Selain itu, untuk benar-benar mengakhiri kejahatan transnasional, maka harus ada keseimbangan ekonomi dunia, dan tingkat kemiskinan serta kelemahan suatu Negara telah dikelola dengan baik oleh negaranya. Oleh sebab itu, selama masih ada Negara sangat kaya, dan Negara sangat miskin, perkembangan kejahatan transnasional masih akan menjadi tantangan yang besar bagi dunia internasional. Hal ini dikarenakan masih adanya pola saling ketergantungan dalam bisnis kejahatan transnasional ini, apabila masih ada Negara miskin, maka akan ada pula Negara kaya yang saling bekerjasama dalam perdagangan narkoba dan penyelundupan manusia ini. Untuk itu, hal yang masih dapat dilakukan hingga saat ini adalah dengan tetap memberlakukan hukum yang ketat apabila tertangkap, dan meningkatkan kerjasama dalam memerangi kejahatan transnasional tersebut.
Jumlah kata : 2009 kata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar