Halo, seperti biasa saya akan mengunggah tugas-tugas lama saya semasa kuliah S1 ^_^
kali ini sangat dasar sekali, yaitu tentang teknik diplomasi.
Biasanya ini mata kuliah anak-anak S1 pada semester-semester 2 atau 3 ya...??
Disini saya menggunakan 3 buku referensi karena memang kalau dari satu sumber saja plus tanpa kritisi namanya mengutip. hehe.
Meskipun begitu, bytheway karena ini adalah tugas lama saya, jadi tentu saja sekarang metode, gaya, dan teknik diplomasi sudah mengalami evolusi dan sangat beragam ya!
jadi, kalian bisa masing-masing menambahkan sendiri, atau misalnya kalian punya ketertarikan terhadap jenis diplomasi sendiri, boleh sekali buat ditambah.
Tetapi.... sebagai basic diplomasi, dan dasar dan rujukan dari "buku" karena saya tahu sekali ya mahasiswa awal tidak banyak yang suka mengambil referensi sekalian membaca dari buku hehe
jadi ini tugas lama saya, dan semoga masih membantu anda!
TEKNIK DIPLOMASI: NEW TECHNIQUES IN DIPLOMACY, DIPLOMACY STYLE AND METHOD
Sejak masa prasasti kerajaan Nusantara, Romawi kuno, Yunani kuno, praktek diplomasi telah dikenal, oleh sebab itu definisi, praktek dan tekniknya pun menjadi semakin luas jangkauannya. Namun secara garis besar, seperti yang disebutkan seorang pakar yakni Ernest Satow (1957), diplomasi adalah bentuk cara-cara dalam mencapai tujuan serta memperoleh hasil yang diharapkan dalam hubungan internasional dengan menggunakan kecerdasan dan kelincahan berkenaan dengan pelaksanaan hubungan resmi antara pemerintah dari Negara-negara yang berdaulat.
Hal yang membedakan diplomasi masa lampau dengan diplomasi masa kini salah satu ialah salah satunya bahwa diplomasi masa kini tidak lagi menjadi urusan para diplomat karier dan bagi kementrian luar negeri saja, tetapi juga dapat dilakukan oleh pejabat-pejabat Negara dari kementrian lainnya, ataupun siapa saja. Selain itu, yang membedakan diplomasi masa lampau dengan masa kini ialah dalam teknik atau gaya praktek diplomasi itu sendiri.
Gaya diplomasi mulai masuk kedalam kategori baru sejak berakhirnya PD II dan sejak terbentuknya Negara bangsa. Diplomasi lama memiliki karakteristik yakni:
- Bersifat rahasia
- Menggunakan system kekeluargaan (Eropa)
- Pelaku diplomasinya terbatas (kelas politik, militer dan borjuis)
- Menampilkan gaya heroik dan mengutamakan power politics
- Berorientasi pada keuntungan politik (diplomasi dagang)
Dalam gayanya, diplomasi lama juga memiliki beberapa perbedaan, tergantung kepada kebiasaan Negara itu sendiri dalam mengembangkan maupun melakukan seni diplomasinya. Misalnya saja dalam contoh kasus di India Kuno yang memiliki cirri gaya sebagai berikut:
- Dalam tekniknya menggunakan pendekatan geopolitik (yang termasuk dalam konsep Rajamandala) baik dalam diplomasi maupun politik luar negerinya.
- Menonjolkan power (force) sebagai prestise sehingga diplomasi dapat dimaknai sebagai perang maupun potensi perang.
Sementara untuk membedakannya, di Yunani Kuno berkembang gaya maupun teknik diplomasi sebagai berikut:
- Biasanya dalam diplomasi sering menggunakan kebohongan dan kecerdikan (yang berasal pada mitologi dewa Hermes yang masih diyakini hingga saat ini)
- Sudah memiliki perwakilan diplomatic (kedutaan)
- Penandatanganan dilakukan secara terbuka
- Hasil kesepakatan diumumkan
- Oleh sebab itu rentan terjadi perselisihan karena berasal dari akal bulus serta tipu muslihat
- Tidak memiliki ditribusi tanggungjawab yang mapan
Selain itu terdapat juga perbedaan seni, gaya, metode, maupun taktik Negara lainnya seperti Romawi Kuno yang juga berbeda dengan Yunani Kuno maupun India Kuno.
Diplomasi masa kini ditandai dengan berakhirnya Perang Dunia II, dengan dibentuknya utusan permanen, diplomasi yang lebih terorganisir, teratur, dan dibawah hukum internasional, berkelanjutan, berlandaskan kepastian yang menjadi komponen penting diplmasi, dan yang terpenting ialah diplomasi masa kini cenderung non violence atau tanpa kekerasan.
Pada diplomasi masa kini kemudian dikenal soft diplomacy dan hard diplomacy. Namun Negara-negara pada masa kini lebih sering menggunakan soft diplomacy sebagai praktek ataupun gaya berdiplomasinya. Namun bukan berarti, hard diplomacy pada masa kini tidak digunakan. Dalam beberapa contoh kasus, hard diplomacy masih digunakan, namun tetap tidak menggunakan kekerasan fisik seperti perang, akan tetapi lebih kepada penggunaan ancaman pemutusan hubungan bilateral, terror, atau sebagainya yang sejenis. Sementara soft diplomacy memiliki daya cakup yang lebih luas, termasuk diantaranya ialah; melalui diplomasi budaya, diplomasi ekonomi, dan diplomasi pendidikan.
Diplomasi ekonomi atau juga dikenal sebagai diplomasi perdagangan (diplomacy and trade) ialah perdagangan internasional yang pada pada prosesnya dilakukan oleh penduduk suatu Negara dengan penduduk dengan Negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk tersebut dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu Negara atau pemerintah suatu Negara dengan pemerintah Negara lain. Mayoritas dari Negara-negara menjadikan trade sebagai salah satu jalan utama untuk meningkatkan GDP. Perdagangan internasional juga dapat mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Diplomasi budaya saat ini merupakan diplomasi yang vital dikembangkan oleh berbagai Negara. Sebenarnya istilah yang lebih baku seperti diperkenalkan SL Roy adalah “diplomacy by cultural performance.” Namun orang terlanjur membuat istilah yang sederhana yaitu “diplomasi kebudayaan” untuk memberi pengertian diplomasi dengan menggunakan kegiatan-kegiatan budaya seperti pengiriman misi kesenian ke negara lain untuk menimbulkan dan memperoleh kesan atau citra baik. Diplomasi dengan menggunakan sarana budaya tidak mesti harus dengan budaya kuno atau lama. Kalau Indonesia mengirimkan misi kesenian atau pertunjukan seperti tari Jawa atau budaya Suku Asmat, misalnya, kesan yang muncul bisa saja kebalikan dari yang diharapkan. Misalnya, ketika hasil budaya suku Asmat ditampilkan keliling Eropa dan disertai dengan beberapa wakil suku dengan berpakaian adat yang menunjukkan keterbelakangan, mungkin kesan yang muncul bisa lain, yaitu justru citra yang negatif (ada yang menyebutnya stone age alias jaman batu). Oleh karena itu pilihan atas misi budaya harus didahului dan kemudian didasarkan pada studi tentang budaya negara yang akan dituju, tidak semata-mata hanya ingin menunjukkan apa yang kita punya dengan keyakinan bahwa yang tradisional itu mesti menarik minat bangsa lain. Dalam sebuah kesempatan penampilan misi budaya yang digelar di Washington, DC pada akhir tahun 1999 oleh KBRI, masyarakat Amerika, yang notabene adalah masyarakat yang dinamis, ketika melihat tampilan tari Jawa, atau nyanyian lagu dangdut, memberi penghormatan biasa dengan tepuk tangan. Tetapi ketika mereka melihat penampilan tari Syaman dari Aceh dengan ritme yang cepat, dinamis dan sangat terorganisasi, mereka memberi penghormatan dengan standing ovation. Dengan demikian, untuk menimbulkan citra positif yang diinginkan, Atase Kebudayaan harus jeli melihat jenis budaya apa yang harus tampil. Salah satu contoh cultural diplomacy ialah upaya Indonesia saat ini memamerkan kebudayaan Indonesia seperti; Tari Bali, dan sebagainya, agar masyarakat dunia mengenal kebudayaan Indonesia yang beragam, dan serta merta menyadari kekuatan Indonesia, menghargainya sebagai Negara dengan kebudayaan.
KESIMPULAN
Diplomasi seperti telah diuraikan diatas memliki sejarah yang panjang dan terbukti telah digunakan sejak masa lampau. Beberapa diplomasi formal dibuktikan pada masa Romawi Kuno, Yunani Kuno, Islam, pada masa Kerajaan Nusantara, dan India Kuno. Dalam sejarahnya yang panjang tersebut oleh karena itu memiliki perkembangan, perubahan-perubahan diantaranya dalam struktur, definisi, gaya, serta teknik diplomasi yang lebih luas. Beberapa diplomasi baru yang berkembang saat ini ialah; diplomasi-diplomasi yang dilakukan melalui culture, pendidikan maupun perekonomian, tentunya terkait kepada posisi bargaining suatu Negara dalam diplomasi tersebut kemudian.
REFERENSI :
Teuku May Rudy. Teori, Etika dan Kebijakan Hubungan Internasional, Angkasa, Bandung, 1993.
Chandra, Robby I. 1996. “Teologi dan Komunikasi”. Duta Wacana University Press.
Rakhmat, Jalaludin. 2001. “Psikologi Komunikasi”. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Zainal Abidin Partao. Teknik Lobi dan Diplomasi untuk Insan Public Relations, Indeks, Jakarta, 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar