Hai, kali ini tugas lama saya yang saya posting mungkin akan sangat berguna bagi para penstudi Ekonomi Politik Internasional !. karena ini mungkin menjadi salah satu tugas resume kalian juga. Meski begitu jangan malas untuk membaca sendiri buku Ben Simpfendorfer ya!
THE NEW SILK ROAD: HOW A RISING ARAB WORLD IS TURNING AWAY FROM THE WEST AND REDISCOVERING CHINA
Tulisan ini merupakan summary dari karya tulis Ben Simpfendorfer yang berjudul “The New Silk Road: How a Rising Arab World is Turning Away from the West and Rediscovering China”, berdasarkan penelitian dan pengalamannya dalam menelusuri secara langsung jalan sutera perdagangan yang terbentuk antara Cina dan Arab.
Simpendofer memulai penelusuran penelitiannya dari kota Yiwu di Cina. Yiwu adalah kota kecil bagi standarisasi Cina; penduduknya hanya terdiri atas jutaan orang, dan secara letak geografinya seperti diapit oleh bayang-bayang kota-kota kaya disebelahnya, seperti Shanghai dan Wenzhou. Tetapi yang istimewa di kota Yiwu adalah, bahwa awal tahun 2000-an Yiwu berhasil bangkit dan mencoba peruntungannya dalam perdagangan, yang kemudian membawa kotanya dan negaranya menjadi klaim pasar terbesar grosir dunia untuk barang-barang konsumen
terdiri atas jutaan penduduk dan berada diantara bayangan-bayangan kekayaan kota-kota tetangganya, seperti Shanghai dan Wenzhou yang berada di utaranya. Tetapi, yang istimewa dari Yiwu adalah kemampuannya bangkit menjadi klaim pasar terbesar grosir dunia untuk barang-barang konsumen, sekaligus merupakan “Mekkah” bagi para pedagang asing. Sebutan “Mekkah” bagi perdagangan asing tidak merupakan sebuah julukan sembarangan saja bagi kota Yiwu, sebab julukan tersebut diberikan, karena memang di kota Yiwu terdapat juga banyak sekali pedagang dan warga Negara Arab.
Kerjasama dibidang perdagangan antara Cina dan Arab selain itu dapat dilihat juga dari beberapa property Arab juga berjumlah sangat banyak di Cina. Seperti berdirinya restoran-restoran bergaya Arab, bahkan menjual berbagai jenis kulinerisasi dari Arab, dari berbagai jenis tabouli Lebanon, hingga Koshari Mesir. Selain itu banyak juga masyarakat Arab yang kemudian menetap permanen di Cina, bergabung berasama mayoritas Cina Han, bahkan terlihat seperti orang Cina sungguhan, berpenampilan seperti orang Cina, berbahasa Cina, tetapi masih beragama Islam, meskipun banyak juga jumlah orang Cina asli yang memang beragama Islam, dikarenakan penyebaran dan masuknya agama tersebut ke Cina yang sudah sangat lama.
Yiwu memang saat ini mengundang banyak pujian terutama dari pemerintah Cina sendiri. Pada kenyataannya, adalah sebuah kota kecil seperti Yiwu mampu menangkap imajinasi dari para pedagangan diseluruh dunia dalam persaingan globalisme. Keistimewaan Yiwu membaca pasar adalah, bahwa ia tidak menjual produk/ barang yang sama dengan barang-barang biasa yang diperdagangkan oleh yang lainnya, secara objek dan subjek penjualan, Yiwu memilih cara menjual sebagai pedagang individu, sehingga gerakan dan langkah-langkah majunya penjualan tersebut tidak menarik perhatian media barat, tidak seperti yang umum dilakukan oleh pedagang internasional lainnya, yang biasa menjual barangnya ke konglomerat ritel besar seperti Wal-Mart dan Carfour. Selain itu, keistimewaan perdagangan Yiwu adalah, tipe penjualannya yang berbasis kepada penekanan harga yang murah tehadap segala jenis barang yang mereka perdagangkan. Segala jenis barang tersebut dapat diperoleh hanya dengan beberapa dolar saja. Secara pintar, hal ini sama sekali tidak mendatangkan kerugian bagi para pedagangan Yiwu, karena mereka memang menjual barang dalam volume kecil, tempatnya menjualnya pun dapat dimana saja, ditebar dijalanan, ataupun berupa warung dari sebuah rumah-rumah kecil. Yiwu bahkan mengembangkan kemampuan memproduksinya, dengan membuktikan pada dunia bahwa ia dapat membuat segala hal dengan harga terjangkau, dari DVD, sepatu, mainan, berbagai perangkat keras computer, dan sebagainya. Mereka tidak pernah memilah-milah barang apa yang akan mereka perdagangkan, karena segala hal dapat dijadikan alat perdagangan Yiwu, bahkan mereka tidak sungkan memproduksi partitur keagamaan, seperti kalung salib, sajadah muslim, pohon Natal, lukisan Yesus yang terbuat dari bahan-bahan murah, sehingga juga dapat dibeli dengan harga murah. Barang-barang kebudayaan kota lain juga dapat dibeli di Yiwu, seperti lampu festival Egypt, dan sebagainya.
Sementara itu, Arab juga dikenal sepanjang literaturnya bahwa mereka adalah pedagang. Perdagangan Arab dan Yiwu dipertemukan tepatnya sejak September 2001. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi sulitnya para pedagang Arab tersebut masuk ke Amerika lagi, sejak isu terorisme muncul sebagai permasalahan internasional, dengan karakteristik teroris yang kemudian menyulitkan pedagang Arab masuk ke Negara Barat. Hal ini tentunya mengganggu komoditas perdagangan Arab, karena sejak dulu Amerika Serikat telah menjadi tempat bagi perdagangan Arab. Jumlah Arab bepergian ke Amerika Serikat mencapai lebih dari 250.000 pada tahun 2000. Pada 2007, angka ini turun menjadi 170.000. Kebijakan pembatasan visa di Amerika juga kemudian membuat Arab mencari alternative tempat lain, dimana ia dapat melakukan perdagangan dengan lebih leluasa. Kota Yiwu adalah alternative lokasi perdagangannya. Hal ini dikarenakan, di Cina sejak meningkatnya perdagangan, tidak membatasi visa turis yang ingin berkunjung ke Cina, terutama sejak kota Yiwu dikenal manca Negara, dan banyak turis yang ingin berdatangan melihat langsung barang-barang murah dan unik yang diperdagangkan di Yiwu. Pada tahun 2000, tercatat 566.000 pengunjung Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin datang ke Cina, dan pada tahun 2007, dengan kemudahan visa tersebut, jumlah turis meningkat hingga lebih dari 2.740.000 ke Cina.
Sebuah siklus yang menguntungkan bagi keduanya. Sebuah pertukaran yang sempurna bagi keduanya, dilatar belakangi akan sebuah kecocokan kebutuhan. Cina memiliki kehausan tak terpadamkan akan kebutuhannya terhadap konsumsi minyak. Selebih itu, impor minyak melonjak sejak tahun 2001. Harga minyak melonjak dari $ 30 per barel, hingga saat ini mendekati US $ 150 per barel pada rentang tahun 2004 dan 2008. Sementara setiap pabrik-pabrik yang beroperasi di Cina, seluruhnya bergantung kepada kekuatan minyak sebagai input dasar dalam pembuatan barang, mulai dari computer, hingga pembuatan jaket musim dingin. Sementara Arab membutuhkan tempat dimana ia dapat secara leluasa, tentunya tanpa pembatasan visa, untuk dapat melakukan perdagangan, dan mempromosikan kebudayaannya, dan secara nyata Arab memiliki apa yang sangat dibutuhkan Cina, minyak, Arab memiliki minyak dalam jumlah masih sangat besar. Bahkan secara nyata, pertumbuhan perekonomian Arab juga bergantung kepada keunggulan minyaknya tersebut. Selain itu keduanya cocok dalam hal kesuksesan perdagangan, Arab dan Cina telah sama-sama ahli dalam urusan perdagangan, bahkan terbukti ketika keduanya berkolaborasi, surplus perdagangan melonjak naik menjadi $ 100 miliar, yang setiap tahunnya bertambah hingga $ 3000. Akan tetapi, hal lain yang penting mengapa Arab, Negara yang masih kaya dikarenakan minyak tersebut, masih bersikeras untuk melakukan perdagangan, hal ini dikarenakan perdagangan bagi Arab adalah alternative penunjang perekonomiannya, karena sumber daya minyak pasti akan habis, oleh sebab itu untuk menjaga agar perekonomian mereka tidak terhenti, sejak dulu Arab telah membuka pintunya bagi alternative perekonomian lain, terutama untuk impor luar negeri sejak 1990-an.
Selain kuliner, salah satu barang unggulan Arab yang diperdagangkan adalah dalam bidang industri konstruksi. Kota kecil di Arab, Yememi, juga memiliki peran penting dalam perdagangan besar Negara Arab. Berdasarkan literature sejarah, Yememi diduga merupakan akar dari munculnya perdagangan di Arab, terutama dari suku Hadramousti di Yememi. Industri konstruksi tersebut dapat dilihat dari pemandangan kekayaan baru di kawasan Dubai, dengan dibangunnya pulau palem, juga pencakar langit tertinggi didunia. Penjualan bahan baku tekstil, tenun, seperti benang, juga sejak dulu menjadi bahan pokok perdagangan Arab, sebagaimana juga telah diceritakan dalam buku kisah Arab yang terkenal, yakni Ali Baba dan 101 Malam. Buku tersebut tidak hanya mengungkapkan cerita mengenai sebuah dongeng jenaka seorang Ali Baba, tetapi juga mengungkapkan gambaran wajah perdagangan Arab yang telah dilakukan sejak dahulu kala, dan selain itu juga menunjukkan bahwa hubungan Arab dan perdagangan Cina juga pernah terjadi dimasa lampau. Latar belakang tersebutlah yang kemudian membentuk “jalur sutera” antara Cina dan Arab, yang terhubung oleh garis Mediterania. Jalur perdagangan alternative yang dipergunakan Arab maupun Cina untuk menunjang perekonomiannya. Akan tetapi, jalur tersebut juga bukan merupakan satu-satunya jalan atau alternative yang diunggulkan dalam perdagangan, Arab misalnya juga terus mengembangkan teknik perdagangannya melalui komunitas perdagangan virtual, blogger, dan sebagainya.
Jumlah Kata : 1,205 kata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar