Mata kuliah Perbandingan Sistem Politik
SEMESTER III
SEMESTER III

“ Perbandingan Struktur dan Wewenang Badan Eksekutif Negara Australia & Indonesia Berdasarkan Model Pemerintahan yang dianutnya”
1.
LEMBAGA
EKSEKUTIF AUSTRALIA (Negara dengan sistem pemerintahan Parlementer
Dalam sistem politik Australia,
penyelenggara kekuasaan eksekutif tertinggi adalah Perdana Menteri dan
menteri-menteri yang disebut juga sebagai Dewan Eksekutif Federal. Sekalipun
peran mereka sangat vital, Konstitusi tidak pernah menyebut deskripsi
tugas-tugas mereka. Keberadaan mereka dalam sistem politik Australia sebenarnya
hanya bersandarkan pada konvensi mengenai pemerintahan yang bertanggung jawab.
Secara konstitusional,
kekuasaan eksekutif, justru, dipegang oleh gubernur jenderal, berdasarkan
searan-saran dari Dewan Eksekutif. Dewan Eksekutif sendiri adalah
menteri-menteri yang terdiri dari beberapa anggota parlemen dari partai mayoritas didalam majelis rendah
(House of Representative), dan yang memimpinnya disebut PM.
Sekalipun demikian, tak dapat
disangkal bahwa PM dan menteri-menteri tetap memegang kekuasaan pemerintahan
dan pertimbangan mengenai peran mereka tetap penting dalam studi mengenai politik
Australia.
A.
KEDUDUKAN
GUBERNUR JENDERAL
Kedudukan gubernur jenderal
sangat unik dalam perpolitikan Australia. Secara konstitusional, gubernur
jenderal memegang kendali kekuasaan dalam pemerintahan Australia. Hal tercantum
dalam Bab II Konstitusi Australia yang terdiri atas sepuluh pasal (61-70).
Seperti yang tercantum pada
pasal 61 yakni menyatakan bahwa ”kekuasaan eksekutif federal berada ditangan
Ratu dan diselenggarakan oleh gubernur-jenderal sebagai wakil Ratu, yang
bertugas melaksanakan dan memelihara Konstitusi dan semua UU Federal”.
Kekuasaan Gubernur-Jenderal
tersebut juga termasuk mengangkat pejabat-pejabat negara untuk melaksanakan tugas-tugas departemen
federal. Ketentuan tersebut menyebutkan bahwa para ”pejabat” tersebut adalah
menteri-menteri yang merupakan anggota Dewan Eksekutif Federal, dengan
kedudukan sebagai menteri Kerajaan bagi negara federal Australia, dengan masa
jabatan selama masa tugasnya sebagai anggota parlemen.
Ketentuan lainnya juga
menegaskan bahwa gubernur-jenderal mempunyai kekuasaan mengangkat dan
memberhentikan pejabat-pejabat negara lainnya, kecuali bila pengangkatan
tersebut berdasarkan suatu UU, didelegasikan oleh gubernur jenderal kepada
pejabat berwenang lainnya.
Dan satu ketentuan lainnya
menyebutkan bahwa gubernur-jenderal adalah panglima Angkatan Laut dan Angkatan
Bersenjata Federal. Dengan demikian jelaslah bahwa diatas kertas,
gubernur-jenderal merupakan satu-satunya lembaga yang menyelenggarakan
kekuasaan eksekutif di Australia.
Bila diringkas, maka kekuasaan
konstitusional gubernur-jenderal meliputi :
- Meminta persidangan parlemen
- Membubarkan majelis rendah, dalam jangka waktu maksimum yang ditetapkan dan meminta penyelenggaraan pemilu
- Mengesahkan RUU (usulan-usulan legislatif) yang disahkan kedua majelis, agar menjadikannya berkekuatan hukum (legislasi yang berlaku)
- Mengontrol pemerintahan eksekutif, dan
- Membuat peraturan-peraturan yang sesuai dengan ketentuan undang-undang
Akan tetapi, berdasarkan
konvensi mengenai pemerintahan yang bertanggung jawab, penyelenggaraan
pemerintahan berasa dibawah kewenangan PM (Perdana Menteri) dan
menteri-menteri. Semua kekuasaan konstitusional tersebut boleh dilaksanakan
Gubernur-Jenderal hanya setelah mendapatkan saran dari Dewan Eksekutif Federal.
Oleh karena itu, dalam pasal 63
ketentuan tersebut dipertegas lagi, yakni ditafsirkan bahwa gubernur-jenderal
bertindak berdasarkan saran dari Dewan Eksekutif Federal. Dan oleh sebab itu
pula, kekuasaan konstitusional gubernur-jenderal disebut juga ”reserve power”. Sementara itu, kekuasaan
pemerintahan diselenggarakan oleh PM dan menteri-menteri berdasarkan konvensi
pemerintahan yang bertanggung jawab. Konvensi pemerintahan yang bertanggung
jawab adalah konvensi yang bertanggung jawab untu diadopsi dari konvensi yang
berlaku dalam sistem pemerintahan Westminster, dan telah diselenggarakan oleh
koloni-koloni Australia sebelum diberlakukannya Konstitusi Australis 1901.
Dengan demikian, kekuasaan
gubernur jenderal hanya bersifat seremonial dan formalitas. Pada masa-masa awal
federasi, sidang-sidang kabinet mempunyai kekuatan hukum bila dihadiri oleh
gubernur-jenderal. namun, saat ini pertemuan-pertemua tersebut hanya bersifat
formalitas, dimana UU yang sudah disahkan parlemen baru dapat diberlakukan bila
sudah memperoleh persetujuan Gubernur Jenderal (Royal Assent).
Akan tetapi, pada dasarnya
hanya gubernur jenderallah yang dapat memberikan kekuatan hukum, melalui
persetujuannya, bagi setiap tindakan pemerintah. Hal ini, antara lain seperti
pengesahan UU, pengangkatan dan pemecatan pejabat pemerintah, dan lain-lain.
Kehadiran Gubernur Jenderal
diperlukan hanya pada waktu-waktu tertentu saja, seperti pembukaan masa sidang
pertama dari setiap parlemen yang baru dibentuk. Dengan demikian,
ketidakmampuan seorang gubernur jenderal bekerja sama dengan pemerintah yang
berkuasa dapat menimbulkan komplikasi dalam penyelenggaraan kekuasaan
eksekutif.
Hal tersebut dapat terlihat
dari penyebab krisis kontitusional pada tahun 1975, dimana Gubernur Jenderal
Sir John Kerr menggunakan kekuasaan konstitusionalnya untuk memecat PM Whitlam.
Yang pada dua tahun sebelumnya, Sir John Kerr justru diangkat oleh PM Whitlam
untuk mengisi jabatan tersebut. Krisis ini merupakan krisis konstitusional yang
terbesar sepanjang sejarah federasi Australia, dan tetap tidak terselesaikan.
B.
KEKUASAAN
DAN TANGGUNG JAWAB PERDANA MENTERI
Kedudukan PM dan
menteri-menteri (kabinet) tidak pernah teercantum dalam Konstitusi, karena
telah disepakati oleh para perumus konstitusi bahwa tidak perlu mencatat
berbagai konvensi yang berlaku di Westminster, yang sebagian besar telah
diambil dan dilaksanakan dalam lembaga-lembaga legislatif dikoloni
masing-masing. Kedudukan PM dan menteri-menteri hanya ditulis dalam kerangka
ketentuan yang khusus, dengan menyebutkannya sebagai Dewan Eksekutif Federal.
Sekalipun tidak pernah disebut
dalam konstitusi, tidak perlu diragukan bahwa peranan PM sangat sentral dalam
perpolitikan Australia. PM adalah kepala pemerintahan yang melaksanakan
kekuasaan eksekutif sehari-hari. PM menjadi pusat perhatian media dalam
panggung politik Australia, sehingga segala aktifitas PM cepat diketahui dan
tersebar didalam masyarakatnya.
Dalam menjalankan pemerintahan,
PM memegang kekuasaan yang sangat besar, beberapa kekuasaan diselenggarakan
bersama dengan menteri-menteri, tetapi beberapa kekuasaan penting lainnya
dilakukan secara sepihak.
Salah satu kekuasaan penting
yang dimiliki PM adalah memilih menteri-menteri. Segera setelah memenangkan
pemilu. Didalam struktur partai Australia, yakni Partai Liberal dan Partai Buruh
memiliki perbedaan dalam cara mengangkat menteri-menteri.
Salah satu peran utama seorang
PM adalah menyeleksi menteri-menteri yang akan membantunya dalam melaksanakan
pemerintahan. Oleh karena itu, dalam memilih menteri-menterinya, PM Liberal
umumnya menggunakan kekuasaan tersebut untuk memnempatkan pendukung-pendukung
setianya kedalam jajaran menteri.
Akan tetapi terdapat beberapa
ketentuan yang harus dipenuhi PM Liberal dalam mengangkat menteri-menteri,
yakni, seorang PM Liberal harus yakin bahwa setiap negara bagian mempunyai
perwakilan dalam jabatan menteri. Dan ketentuan terakhir yang harus
dipertimbangkan seorang PM Liberal adalah membagi portfolio kedalam para mitra
koalisinya.
Sementara PM Partai Buruh yang
secara tradisional mencurigai kepemimpinan yang terlalu besar kekuasaannya,
menggunakan caucus dalam memilih
menteri-menterinya. Dan oleh sebab itu dalam kewenangan untuk merisafel kabinet
juga dipegang oleh causus.
Kekuasaan penting lainnya dari
seorang PM tanpa membedakan partainya, adalah menetapkan waktu pelaksanaan
pemilu. Berbeda dengan negara lainnya, Australia memberikan kekuasaan kepada PM
untuk menentukan kapan pemilu akan
dilaksanakan.
Ketentuan Konstitusi menetapkan
bahwa majelis rendah (HoR) dapat melaksanakan tugasnya selama tiga tahun sejak
sidang pertamanya, dan tidak boleh melebihi batas waktu tersebut. Tetapi bisa
dibubarkan sebelum habis masa baktinya oleh gubernur jenderal (pasal 28).
Dengan demikian, sebuah pemilu harus diselenggarakan setiap tiga tahun sekali,
namun PM dapat meminta penyelenggaraan pemilu tersebut.
Oleh sebab itu, PM harus mampu
mempertimbangkan waktu yang tepat untuk melaksanakan pemilu. Keputusan untuk
melaksanakan pemilu lebih awal, pada umumnya dilakukan PM bila telah menimbang
bahwa kekuatan oposisi sedang berada dalam keadaan tidak solid dan
terpecah-pecah.
Kewenangan lainnya yang
dimiliki oleh PM adalah melakukan koordinasi terhadap administrasi maupun
kebijakan-kebijakan pemerintah. Melalui departemen yang dipimpinnya, Department of Prime Minister and Cabinet
(PMC), seorang PM tidak hanya mengkoordinasikan, melainkan juga dapat
mengontrol kebijakan-kebijakan departemen lainnya. Terdapat beberapa Divisi
dalam Departemen PMC, yang bertugas membuat dan mencarikan alternatif kebijakan
yang ’membayangi’ kebijakan-kebijakan dari kementerian lainnya.
Kekuasaan penting lainnya
adalah bahwa PM memiliki kekuasaan untuk mengangkat pejabat-pejabat negara(power of appointments). Salah satu yang
terpenting dalam hal ini adalah pengangkatan Gubernur Jenderal, Hakim-hakim
Pengadilan Tinggi, dan para Duta Besar.
Masih menjadi bagian dari
kekuasaan pengangkatan, PM juga berwenang untuk mengangkat anggota-anggota
komite kabinet, komisi-komisi tertentu, satuan-satuan tugas, serta daftar
penerima anugrah kerajaan, yang seringkali memerlukan tanda tangan PM (atau
menteri-menteri).
Jumlah komite kabinet
ditentukan oleh PM sesuai dengan prioritas-prioritas kebijakan yang akan
diimplementasikan oleh pemerintahannya. Misalnya, ketika PM Whitlam berkuasa,
lima kabinet dibentuk, sementara Pemerintahan Fraser membentuk sembilan komite,
Hawke dengan tiga komite tetap (koordinator peninjauan pembelanjaan, urusan
parlementer, dan perundang-undangan), serta enam komite fungsional (Industri,
Infrastruktur, Kebijakan ekonomi, kebijakan sosial, hukum dan administratif).
Sekalipun memiliki kekuasaan
yang begitu beragam dan luas, maka para PM Australia dari partai manapun
memiliki sejumlah tanggung jawab yang penting, seperti ; harus memperlihatkan
citra bahwa dirinya kompeten, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, serta
dapat mengendalikan keadaan dalam setiap penampilannya, karena PM merupakan
pusat perhatian utama media.
Selain itu, PM juga bertanggung
jawab dalam membina hubungan yang baik dengan bara backbencher partainya diparlemen. Karena para backbencher merupakan suatu kekuatan yang mampu membela kepentingan
partaim dan kedudukan PM di parlemen. Dan
tanggung jawab lainnya, adalah harus mampu membina hubungan dengan organisasi
partainya.
C. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB MENTERI
Menteri-menteri Australia dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yakni menteri-menteri kabinet (inner ministers) dan menteri-menteri
luar kabinet (outer ministers). Inner minister terdiri dari sejumlah
menteri senior yang disebut juga sebagai anggota kabinet, sedangkan outer ministers terdiri dari sejumlah menteri muda (junior minister) yang akan diundang
dalam sidang kabinet bila persoalan yang menyentuh departemen-departemen mereka
dibicarakan. Dengan demikian, sejak 1956 tidak seluruh menteri merupakan
anggota kabinet.
Salah satu tugas utama para
menteri adalah memimpin satu atau beberapa departemen pemerintahan. Selain itu,
menteri-menteri juga berwenang membentuk komite-komite departemen, dan
perusahaan-perusahaan negara, dalam lingkungan departemennya.
Segera setelah seorang menteri
menduduki jabatannya sebagai anggota kabinet, maka ia harus memberikan arahan
yang jelas kepada para pejabat senior birokrasi mengenai program-program yang
akan dikembangkan oleh pemerintahannya.
Sebagai pemimpin departemen,
seorang menteri juga bertindak sebagai pengawas terhadap pelaksanaan
tugas-tugas departemennya. Menteri harus dapat mempertanggung jawabkan segala
tindakan dan kebijakan dari departemennya, oleh sebab itu menteri juga harus
mengenali semua persoalan yang berada dalam ruang lingkup tugasnya. Melalui
kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakannya, seorang menteri harus benar-benar
mengetahui bahwa kepentingan-kepentingan masyarakat sudah diperlakukan secara
adil.
Hal lain yang juga merupakan
tugas utama para menteri adalah memprakarsai pembuatan RUU. Legislasi yang
diajukan oleh menteri-menteri mendapat prioritas pembahasan dibandingkan dengan
legislasi yang diajukan oleh anggota-anggota parlemen lainnya (Private members bill). Oleh sebab itu,
legislasi yang diajukan menteri-menteri seringkali merupakan
kebijakan-kebijakan partai yang kemudian diangkat menjadi legislasi
pemerintahan.
Tugas lain yang tak kalah penting
adalah bahwa seorang menteri harus memberikan laporan secara teratur kepada
partainya, dan kepada parlemen. Hal ini dilatarbelakangi oleh sistem
pemerintahan yang diterapkan Australia menganut sistem ”checks and balances” dalam artian bahwa semua orang yang diberikan
otoritas atau kewenanan harus membuat pertanggungjawaban atas tindakan-tindakan
mereka. Itulah sebabnya, sebaian besar waktu yang dimiliki oleh menteri-menteri
dipergunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
anggota-anggota kabinet, anggota-anggota partainya, dan anggota-anggota
parlemen.
2.
LEMBAGA
EKSEKUTIF INDONESIA (Negara dengan sistem pemerintahan Presidensial)
Dalam sistem presidensial ini
maka hidup badan eksekutif tidak bergantung kepada badan legislatif dan badan
eksekutif mempunyai masa jabatan tertentu. Menteri-menteri dalam kabinet
presidensial dapat dipilih melalui kebijaksanaan presiden sendiri tanpa menghiraukan tuntutan-tuntutan partai
politik. Dengan demikian pilihan presiden dapat berdasarkan keahlian serta
faktor-faktor lain yang dianggap penting.
Kebebasan badan
eksekutif terhadap badan legislatif di Indonesia mengakibatkan kedudukan badan
eksekutif lebih kuat dalam menghadapi badan legislatif. Selain itu,
menteri-menteri dalam kabinet presidensial dapat dipilih menurut kebijaksanaan
presiden sendiri tanpa menghiraukan tuntutan-tuntutan partai politik. Dengan demikian,
pilihan presiden dapat didasarkan atas keahlian serta faktor-faktor lain yang
dianggap penting. Di Indonesia, hal ini diatur dibawah UUD 1945.
Kekuasaan
eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Dinegara-negara demokratis
badan eksekutif biasanya terdiri atas kepala negara seperti raja atau presiden,
beserta menteri-menterinya. Badan eksekutif dalam arti yang luas juga mencakup
para pegawai negeri sipil dan militer.
Dalam sistem presidensial menteri-menteri merupakan pembantu presiden dan
langsung dipimpin olehnya, sedangkan dalam sistem parlementer para menteri
dipimpin oleh seorang perdana menteri. Dalam sistem parlementer pula perdana
menteri beserta menteri-menterinya dinamakan bagian dari badan eksekutif yang
bertanggung jawab, sedangkan raja dalam monarki konstitusional dinamakan
”bagian dari badan eksekutif yang tidak dapat diganggu gugat (the king can do no wrong)”.
Jumlah anggota badan eksekutif jauh lebih kecil dibandingkan dengan
jumlah anggota badan legislatif, biasanya berjumlah 20 atau 30 orang. Sedangkan
badan legilatif ada yang anggotanya mencapai 1000 orang atau lebih. Badan
eksekutif yang kecil dapat bertindak cepat dan memberi pimpinan yang tepat
serta efektif; dalam hal ini ia berbeda dengan badan legislatif yang biasanya terlalu
besar untuk mengambil keputusan dengan cepat.
Tugas badan eksekutif, menurut tafsiran tradisional asas Trias Politika,
hanya melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh badan
legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan
legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan
legislatif. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya badan eksekutif dapat bergerak
lebih leluasa. Zaman modern telah menimbulkan paradoks bahwa lebih banyak
undang-undang yang diterima oleh badan legislatif dan yang harus dilaksanakan
oleh badan eksekutif, lebih luas pula ruang lingkup kekuasaan badan
eksekutifnya.
Dalam menjalankan tugasnya, badan eksekutif ditunjang oleh tenaga kerja
yang terampil dan ahli serta tersedianya bermacam-macam fasilitas serta
alat-alat dimasing-masing kementerian. Sebaliknya keahlian serta fasilitas yang
tersedia bagi badan legislatif jauh lebih terbatas. Oleh karena itu, badan
legislatif berada dalam kedudukan yang kurang menguntungkan dibanding badan
eksekutif. Di beberapa negara baru, keadaan ini cukup mencolok.
Tetapi, keberadaan dan peranan badan legislatif tetap memiliki arti
penting didalam negara. Badan legislatif berperan untuk menjaga agar jangan
sampai badan eksekutif keluar dari garis-garis yang telah ditentukan oleh badan
legislatif, dan tetap merupakan penghalang atas kecendrungan yang terdapat pada
hampir setiap badan eksekutif untuk memperluas ruang lingkup wewenangnya.
a. Perkembangan Badan Eksekutif
Indonesia
Dalam masa pra-Demokrasi Terpimpin, yaitu November 1945 sampai Juni 1959,
presiden serta wakil presiden merupakan bagian dari badan eksekutif yang tidak
dapat diganggu gugat, dan menteri-menteri yang dipimpin oleh seorangperdana
menteri dan yang bekerja atas dasar asas tanggung jawab menteri. Kabinet
menrupakan kabinet yang dipimpin oleh Wakil Presiden Moh. Hatta, yang karena
itu dinamakan kabinet presidensial.
Jumlah menteri dalammasa sebelum 27 Desember 1949 berkisar 16 (kabinet
Sjahrir ke-1) dan 37 (Kabinet Amir Syarifuddin ke-2) orang. Jumlah menteri
dalam masa sesudahnya berkisar antara 18 (kabinet Wilopo) dan 25 (kabinet Ali
Sastroamidjojo ke-2) orang. Para menteri dapat dibagi dalam beberapa golongan,
yaitu menteri inti dan menteri negara, kadang-kadang juga terdapat menteri muda
terutama dalam masa sebelum Desember 1949.
Mulai Juni 1959 Undang-Undang Dasar 1945 berlaku kembali dan menurut
ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 itu badan eksekutif terdiri atas seorang
presiden, wakil presiden, beserta menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut
yang membantu presiden dan diangkat serta diberhentikan juga olehnya. Presiden
dan wakil presiden dipilih oleh MPR dan presiden merupakan ”Mandataris” MPR. Ia
bertanggung jawab kepada MPR dan kedudukannya untergeordnet kepada MPR.
Presiden memegang kekuasaan pemerintah selama lima tahun yang hanya
dibatasi oleh peraturan-peraturan dalam Undang-Undang Dasar dimana sesuatu hal
diperlukan adanya suatu undang-undang. Selama masa itu presiden tidak boleh
dijatuhkan oleh DPR; sebaliknya presiden tidak mempunyai wewenang untuk
membubarkan DPR.
Presiden memerlukan persetujuan dari DPR untuk membentuk undang-undang
dan untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara
lain. Dalam keadaan memaksa, Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai
pengganti undang-undang, maka Peraturan Pemerintah itu kemudian harus mendapat
persetujuan DPR. Selain itu Presiden berwenang menetapkan Peraturan Pemerintah
untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya dan presiden memegang kekuasaan
yang tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara. Sistem checks and balances seperti yang dikenal
dalam sistem Amerika Serikat, dimana badan eksekutif dan legislatif, sekalipun
bebas satu sama lain, mengadakan check
satu sama lain, tidak dikenal dalam sistem Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam masa Demokrasi Terpimpin tidak ada wakil presiden. Sesuai dengan
keinginannya untuk memperkuat kedudukannya, Ir. Soekarno oleh MPRS ditetapkan
sebagai Presiden seumur hidup. Begitu pula pejabat teras dari badan legislatif
(yaitu pimpinan MPRS dan DPR Gotong Royong) dan dari badan yudikatif (yaitu
ketua Mahkamah Agung) diberi status menteri. Dengan demikian jumlah menteri
mencapai lebih dari seratus. Selain dari itu, berdasarkan Penetapan Presiden
No.14 Tahun 1960, presiden diberi wewenang untuk mengambil keputusan dalam
keadaan anggota badan legislatif tidak dapat mencapai mufakat mengenai satu hal
atau sesuatu rancangan undang-undang.
Dalam masa Orde Baru, ketetapan MPRS yang memberi kedudukan presiden
seumur hidup kepada Ir. Soekarno telah dibatalkan. Dengan ketetapan MPRS No.
XXXXIV Tahun 1968 Jenderal Soeharto dipilih oleh MPRS sebagai presiden. Jabatan
wakil presiden untuk sementara tidak diisi. Dengan undang-undang ditetapkan
bahwa menteri tidak boleh merangkap
menjadi anggota DPR. Jumlah menteri dikurangi menjadi sekitar 23, yang
kebanyakan dipilih atas dasar keahlian dalam rangka penyelenggara Rencana Lima
Tahun yang menjadi program kabinet.
Sistem presidensial yang digunakan oleh UUD 1945 memberikan kekuasaan
yang besar bagi presiden. Disamping sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan, presiden juga memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan DPR. Hal ini dicantumkan dalam pasal 5 ayat (1) UUD 1945 yang
menunjukkan bahwa telah memberikan kewenangan legislatif yang besar bagi
presiden. Ditambah lagi dengan pemberian hak bagi presiden dalam mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) sebagaimana diatur dalam Pasal 22
ayat (1) UU 1945. Kewenangan legislatif lainnya dari badan eksekutif menurut
UUD 1945 adalah pengeluaran RUU (Rancangan Undang-Undang) yang juga disebut
sebagai hak inisiatif lembaga eksekutif. Pada masa Orde Baru, pengaruh Soeharto
memang sangat dominan dan menguat.
Namun setelah masa sesudah Orde Baru, atau dikenal dengan Orde Reformasi,
peran-peran politik diubah menjadi lebih demokratis. Praktik-praktik yang
kurang demokratik dihilangkan, dengan
melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundangan. UU politik yang
baru dan lebih demokratis dikeluarkan pada pertengahan tahun yang sama. UU
politik baru menghasilkan Pemilu 1999 yang mendapat berbagai pujian dari dunia
internasional karena dianggap sebagai Pemilu yang paling demokratik. Selain
itu, pemerintahan daerah juga mengalami demokratisasi dengan dihilangkannya
kedudukan kepala daerah sebagai penguasa tunggal dan DPRD menjadi lembaga
legislatif daerah.
UUD 1945 pada masa Reformasi hasil amandemen memperkuat sistem
presidensial di Indonesia dengan mengadakan pemilihan umum untuk memilih
presiden / wakil presiden (pilpres) secara langsung oleh rakyat. Pilpres
memperkuat legitimasi presiden karena ia dipilih langsung oleh rakyat seperti
DPR. Disamping itu, UUD 1945 hasil amandemen mempersulit pemecatan presiden
oleh MPR. Dalam UUD 1945 hasil amandemen, presiden tidak dapat dipecat karena
masalah politik. Presiden hanya dapat dipecat jika melakukan tindakan kriminal,
melanggar hukum, atau berkhianat terhadap negara.
Amandemen UUD 1945 mengurangi peranan presiden dalam fungsi legislatif. Pasal
20 Ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen mengatakan bahwa kekuasaan membentuk UU
dipegang oleh DPR. Hal ini tentu bertentangan dengan UUD sebelumnya yang
menyebutkan bahwa kekuasaan membentuk UU dipegang oleh Presiden. Setiap RUU
harus dibicarakan bersama dengan DPR dan badan eksekutif. Ketentuan baru ini
memberikan hak bagi DPR untuk melakukan by
pass sehingga RUU sah menjadi UU tanpa menunggu persetujuan Presiden.
b. Wewenang Badan Eksekutif
Indonesia
Kekuasaan badan eksekutif mencakup beberapa bidang, yakni :
Ø Administratif, yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan
peraturan perundangan lainnya serta menyelenggarakan administrasi negara
Ø Legislatif, yaitu membuat rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam
badan perwakilan rakyat hingga menjadi undang-undang
Ø Keamanan, artinya kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan
bersenjata, menyelenggarakan perang, pertahanan negara, serta menjaga keamanan
dalam negeri
Ø Yudikatif, yakni memberi grasi, amnesti, dan sebagainya
Ø Diplomatik, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik
dengan negara-negara lain.
KESIMPULAN
Didalam struktur pembentukan
pemerintahan suatu negara dipengaruhi oleh sistem pemerintahan yang dianut oleh
negara tersebut. Dalam hal ini dapat kita lihat dari perbandingan dua negara
yang menganut sistem pemerintahan yang berbeda, yakni Australia (parlementer)
dan Indonesia (presidensial). Yang secara garis besar dapat kita tarik
kesimpulan bahwa berbeda dengan sistem presidensial, dimana menteri-menteri
berperan sebagai pembantu presiden, sehingga bertanggung jawab kepada presiden,
dalam parlementer, menteri-menteri bukanlah pembantu PM dan tidak
bertanggungjawab kepada PM.
Dan didalam sistem pemerintahan
Australia dapat kita lihat pula bahwa PM juga bertanggung jawab dan berwewenang
untuk menjaga hubungan baik dengan partainya, sementara didalam hubungan
Presiden Indonesia, ia tidak harus menanggapi tanggapan-tanggapan dari partai-partai.
REFERENSI
Budiarjo, Miriam. 2008. ”Dasar-dasar Ilmu Politik”. PT Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta
Hamid, Zulkifli. 1999. ”Sistem Politik Australia”. PT Remaja
Rosdakarya : Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar