Minggu, 23 Februari 2014

Book Resume : Religi Tokugawa : Robert N Bellah


Mata kuliah Pemikiran Politik Timur
SEMESTER III
  

                                                “Religi Tokugawa”



              Ringkasan tulisan ini berdasarkan Buku : Robert N Bellah, 1985 "Religi Tokugawa"


1.    SISTEM POLITIK
Sistem politik Jepang pada masa Tokugawa, merupakan masukan yang kuat dari nilai kesetiaan. Pemerintahan Tokugawa merupakan langkah maju yang cukup jauh  dalam generallisasi serta perluasan kekuasaan di Jepang, tetapi tidak berhasil menciptakan struktur kekuasaan yang rasional dan terpadu seperti pada masa Meiji (1868).
Ada dua keterbatasan pokok dalam generalisasi kekuasaan Tokugawa. Pertama adalah tingkat kebebasan yang tetap dimiliki oleh tuan-tuan feodal, khususnya thozama (adipati yang menyerah kepada kekuasaan Tokugawa setelah kemenangan terakhir leyasu), atau tuan-tuan tanah kawasan luar.
Dalam banyak hal, han  atau wilayah feodal merupakan satuan politik yang lebih penting daripada bangsa. Semua kota besar dibawah kendali langsung  keshogunan[1] Tokugawa; dan ini merupakan daerah inti yang kokoh bagi seluruh bangsa, tetapi dalam kenyataan masi terdapat daerah-daerah yang luas yang penting  yang tidak diintegrasikan dengan daerah inti tersebut.  
Kesetiaan yang begitu sentral dalam masa Tokugawa, masih tetap kabur karena keterbatasan-eterbatasan yang ada pada generalisasi kekuasaan yang telah diterangkan diatas. Para samurai diharapkan untuk setia kepada shogun, dan bagi masyarakat umum diharuskan untuk setia kepada Kaisar. Namun, meski kekaburan yang berkaitan dengan otoritas politik penting dan punya akibat-akibat yang berarti, itu semua tidak mempengaruhi cara merumuskan hubungan  individu dan kelompok dengan otoritas politik.pemerintahan pada masa Tokgawa jelas memiliki pengaruh sehingga dapat memaksa rakyat agar patuh, namun justru hal itulah yang menarik secara sosiologis, karena masyarakat justru melakukan kepatuhan dengan sukarela.
Masyarakat memperoleh kepuasan tersendiri melalui indetifikasi diri sebagai  anggota dari negara, mereka ikut melibatkan diri dalam pretise dan makna negara, dan dengan demikian mereka secara sukarela memenuhi tuntutan-tuntutan penguasa negara. Masyarakat Jepang pada masa Tokugawa cenderung menganggap kepentinngan nefara identik dengan kepentingan dirinya sendiri.
Proses identifikasi seperti ini cenderung menjadi sanngat kuat, ketika tujuan-tujuan system yang diperjuangkan dan dicapai oleh penguasa negara terumuskan secara jelas dan bermanfaat bagi semua. Sebaliknya, identifikasi akan cenderung sangat terganggu jika penguasa negara tidak mempunyai tujuan, kecuali semata-mata konservatif dan hanya peduli dengan usaha mempertahankan kekuasaan.
Didalam perpolitikan masa Tokugawa juga identik dengan sistelm perbedaan kelas. Dimana seseorang yang berjasa luar biasa pada negara akan meraih gelar samurai sebagai balas jasa, sehingga kemudian ia akan mendapatkan fasilitas khusus untuk samurai, seperti status kepemilikan tanah, dan kehormatan, system birokrasi di Jepang pada saat itu juga diambil berdasarkan kelas samurai.
Tetapi status sebagai Samurai hanya mendapatkan pretise bukan kekayaan, sehingga kaum kelas samurai justru semakin lama semakin miskin, sementara kaum pedagang (yang merupakan kelas terendah dalam struktur kelas masyarakat Jepang) malah semakin kaya, karena mereka tidak mendapatkan pretise, tetapi cenderung kekayaan. Namun, yang menarik adaah keduanya ternyata tidak menimbulkan penyerangan system nilai sentral dalam usaha  untuk menemukan keseimbanan. Tidak terdapat  ideology borjuis yang secara langsung menyerang ideology “feodal” pada masa Tokugawa.

2.     EKONOMI
Talcott Parsons menyatakan bahwa penyebaran  transaksi tukar menukar melalui penggunaan uang ”merupakan syarat terpenting terintegrasikannya ekonomi secara mantap menjadi satu sistem dan pemisahannya secara tegas dari subsistem lain dalam masyarakat.
Alat tukar menukar atau  jual beli dalam lingkup nasional untuk pertama kalinya dibakukan pada masa Tokugawa.
Pertanian tetap merupakan sumber kekayaan sepanjang periode ini. Unit produksinya adalah pertanian keluarga para petani kecil; dan kalau ada, hanya sedikit sekali yang berkembang menjadi pertanian ”kapitalis”. Metode yang digunakan masih tradisional meski hasil produksinya relatif tinggi, hal ini terjadi berkat tenaga buruh tani dalam jumlah besar yang menjadi ciri umum pertanian padi di Timur.
Gologan samurai digaji dalam bentuk beras, tetapi sebagian harus ditukar dengan uang untuk membeli keperluan selain beras. Samurai umumnya tidak dapat melakukan kerja yang produktif, karena alasan kelas sehingga mereka cenderung sepenuhnya bergantung terhadap gaji saja.
Sementara golongan pengrajin kota dan pedagang tentu saja sepenuhnya masuk menjadi bagian ekonomi uang. Dan terakhir, adalah kelompok yang baru muncul yaitu ”para kapitalis pedesaan”, yang biasanyaadalah petani kaya yang membuat sake atau industri tekstil.
Kelompok terakhir ini pada umumnya adalah para pekerja tanpa keahlian walaupun ada juga pekerja berkeahlian. Hubungan ditentukan sepenuhnya oleh ikatan uang tunai, bukan oleh ”ikatan kesetiaan”, sehingga cenderung bertentangan dengan sistem nilai Jepang.
Kebutuhan akan modal untuk memenuhi kebbutuhan belanja sangatlah besar dalam ekonomi seperti yang berlaku di jepang pada masa Tokugawa. Para petani miskin yang sudah menghabiskan cadangannya sebelum panen berikut harus meminjam kepada lintah darat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Hal inilah yang menjadikan kegiatan peminjaman uang skala kecil menyebar luas didesa dan kota. Baik daimyo (tuan  tanah penguasa Han),maupun samurai juga seringkali menghadapi hal yang sama, karena penghasilan mereka telah habis sebelum masa panen berikutnya datang.
Namun, ketika memberikan pinjaman kepada prajurit / samurai, cenderung seringkali justru mengalami kerugian, karena seringkali hutang tersebut dianggap lunas oleh pemerintah, karena dianggap sebagai sumbangan kepada prajurit karena keuangan mereka terjepit.
Sumber daya alam tidak berlimpah di Jepang, tetapi bahkan yang sedikit itu pun tidak  dieksploitsi sepenuhny pada masa Tokugawa. Tanah digarap dengan sangat intensif dan sejumlah besar areal baru dibuka pada masa itu, sedemikian sehingga sedikit saja yang masih tertinggal pada masa modern. Hal ini membuktikan bahwa standarisasi telah berlaku secara luas pada masa itu. Barang-barang rumah tangga lainnya juga dibuat dalam  ukuran standar, sebagaimana juga pakaian. Standarisasi seperti itu jelas sangat membantu diterapkannya sistem satu harga secara dini.
Dengan melihat sistem nilai  yang berlaku, persaingan bebas tidak lagi bernilai, dan perkumpulan yang partikularistik akan tersebar luas dibidang ekonomi.

3.    SISTEM INTEGRASI
Pelembagaan hak milik berkembang cukup baik. Hak kepemilikan tanah dtidak dapat dialihkan, tetapi dengan hukum universal ketentuan ini menjadi berlaku hanya diatas kertas, dan pada kenyataannya tanahh banyak diperjualberlikan.
Masa Tokugawa menyaksikan awal dari sistem kedudukan sosial tau jabatan modern. Kelompok-kelompok status inti, yakni ; prajurit, petani, pengrajin dan pedagang merupakan kedudukan-kedudukan sosial. Dengan demikian, kewajiban seseorang untuk tetap memegang statusnya dalam arti menyadari tempatnya dalam hirarki ”feodal” yang ada berbaurhampir tanpa terasa dengan kewajiban untuk melaksanakan ”tugas keseharian”.
Masa Tokugawa menjadi saksi bermulanya suatu sistem jabatan yang jauh lebih kompleks dari yang dicerminkan dalam klasifikasi status bersegi empat yang sederhana. Birokrasi mulai dikembangkan. Kantor-kantor juga mulai diisi berdasarkan pertimbangan kemampuan, menetapkan ketentuan tertentu, dan melakukan seleksi, meskipun kelompok yang dapat melakukan seleksi juga dibatasi.
Didalam keluarga, masyarakat Jepang pada masa Tokugawa juga sangat penting. Keluarga atau ie dianggap sebagai faktor dasar dalam kepatuhan yang berlangsung didalam negara tersebut. Mematuhi kepala keluarga merupakan faktor penting didalam proses menghormati keluarga. Kepala keluarga  juga bertanggung jawab atas segala tindakannya terhadap anggota kelompok keluarganya, jika tidak  terjadi  hubungan kepatuhan antara anggota keluarga tersebut, maka sebagai ancamannya, anggota keluarga tersebut tidak akan menerima harta gono-gini atau hak atas warisan, yang tidak hanya dikeluarkan oleh keluarga tersebut, tetapi juga harta yang dikeluarkan dari desa.
Namun pada prinsipnya, harta warisan keluarga hanyalah diberikan kepada seorang anak laki-lakinya, atau pada prinsip promogenitur (diberikan kepada anak sulung laki-laki). Namun dapat juga diberikan kepada anak atau anggota keluarga berikutnya jika anak laki-laki tersebut tidak melakukan tugasnya sebagai anak dengan baik.

KESIMPULAN
   Masa Tokugawa merupakan masa religius bagi masyarakat Jepang, hal ini berkaitan dengan segala aktivitas yang dilakukan masyarakat Jepang pada masa Tokugawa (1600-1868)  berkaitan dengan kepercayaan dan kepatuhannya terhadap religi.
Segala aktivitas politik, ekonomi, dan budaya, segalanya dikaitkan dengan ketakutan masyarakat Jepang terhadap dosa-dosa. Tetapi perlu diketahu, setelah meneliti secara keseluruhan, terlihat bahwa kepatuhan dan ketaatan masyarakat Jepang pada masa Tokugawa.
Tidak hanya takut terhadap Tuhan, tetapi juga kepada negara, pemerintah, dan Kekaisaran. Namun, menarik secara sosiologis, bahwa masyarakat Jepang melakukan segala hal itu secara suka rela. Kepatuhan kepada kekaisaran, dianggap  masyarakat Jepang sebagai salah satu cara berterimakasih atas segala yang telah negara berikan kepada mereka.
Kebanggaan dan kesukarelaan masyarakat Jepang terhadap negaranya didorong atas segala prestasi Jepang yang telah berhasil diraih ketika masa Tokugawa, seperti perkembangan dalam bidang ekonomi, budaya, dan politik. Prestasi Jepang dalam mengembangkan negaranya, membuktikan bahwa kesetiaan terhadap agama sangatlah berpengaruh sebagai motivasional untuk membawa perkembangan.

PS: However, this paper i work is for helping my friend workpaper too (again??!). then... the topic is very interesting. "Pemikiran Politik Timur" is always being one of my favorite discipline in international relation studies. All is just like travelling in to the past, of orient culture, and history. again! book is a window to the world :)




[1] Keshogunan merupakan pusat kekuasaan sesungguhnya di Jepang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resume: Military Technology and Conflict: Geoffrey Kemp PART VI (PROLIFERASI DAN ASIMETRI PEPERANGAN)

Mata kuliah Resolusi Konflik SEMESTER VI Military Technology and Conflict by Geoffrey Kemp Proliferasi dan Asimetri...