Minggu, 23 Februari 2014

Book Resume: Ideology and International Relations in the Modern World : Alan Cassels (translate & summary) - the difference between pasifisme and pasificisme


MK                 : Ideologi dan Ketahanan Pancasila
 SEMESTER  : II

KONTRA - IDEOLOGI NASIONALIS

Sebuah kondisi berbahaya apabila nasionalisme demokrasi dan imperialisme ditanamkan dalam hubungan internasional pada saat ini. Gagasan yang menyatakan bahwa penanaman ideologi nasionalisme dan imperialisme merupakan strategi efektif untuk dipergunakan saat ini, hanyalah sebuah keyakinan naïf tentang keinginan untuk mencapai kemajuan otomatis, karena pada dasarnya ideologi nasionalisme demokrasi dan imperialism hanyalah sebuah warisan masa lalu yang berlebihan. Melalui teori pencerahan pada abad ke-19, membuktikan kekuatan langsung dari kecerdasan pengetahuan manusia, serta dapat melahirkan teknologi-teknologi luar biasa, dikonfirmasikan oleh teori evolusi Darwin yang menunjukkan bahwa manusia mengalami kemajuan (meskipun teori Darwin tidak sepenuhnya disepakati oleh beberapa pihak manusia). Sebagaimana pula yang terjadi pada nasib gerakan perdamaian yang muncul pada akhir abad ke-19. Pada topik ini, para sarjana mengklasifikasikan kedalam dua perbedaan, yakni antara pasifisme dan pasificisme.

Kelompok pasifisme pada intinya menegaskan suara terhadap pentingnya melestarikan individu, yang berdasarkan kepada nilai-nilai agama, kepercayaan, atau hati nurani, dan oleh sebab itu pula pengambilan hidup seseorang dalam situasi apapun tidak diperkenankan.  Penegasan seperti ini dapat pula disebut sebagai suatu ideologi. Meskipun pandangan mereka mempengaruhi terjadinya perbedaan pandangan dengan berbagai penegak hukum sah di dunia, akan tetapi dalam hubungan internasional, peran mereka tidak terlihat. Perbedaan dengan kelompok pasificisme adalah bahwa pasificisme dalam hal advokasi perdamaian dalam konteks sosial politik terlihat lebih memiliki kepedulian, pasificisme misalnya, mengajarkan reformasi kelembagaan untuk mencegah atau menghapuskan perang. Terhadap ideologinya, kaum pasificisme memang terlihat cenderung mendesakkan semangat ideologinya, akan tetapi mereka juga menyiratkan penerimaan parsial realitas dalam daya saing internasional.

Dalam prakteknya, perang untuk tujuan perolehan keadilan atau perang defensive, sering pula disebut sebagai sebuah tindakan “patriotik” atau sering juga disebut sebagai “pasifisisme politik”, sebutan ini pertamakali diperkenalkan oleh kritikus filosofi abad ke-18 yakni Machiavelli, yang ditegaskan kembali pada abad berikutnya seorang internasionalis liberal pengikut Machiavelly, yakni Cobden dan Gladstone, yang menjabarkan bahwa “pasifisisme” ialah sebuah istilah yang identik menunjuk kepada kekuatan pendorong seperti kekuatan yang mendorong gerakan kedamaian tahun 1914.

Akan tetapi, tidak hanya pada saat kebangkitan nasionalisme yang memberikan kelompok internasionalis pasificistic sebuah tanda peringatan. Pada masa pemerintahan neo-mercantilisme juga dinyatakan bahwa hal itu perlu dilakukan untuk merangsang perkembangan industri nasional oleh kontrak persenjataan, karena pada prediksinya, perlombaan senjata pada masa selanjutnya akan lebih merusak daripada konflik yang terjadi pada masa-masa sebelumnya.

Ivan Bloch, seorang pengusaha Eropa Timur menulis sebuah karya mengesankan, terdiri atas 6 bagian, dan untuk pertamakali diterbitkan di Rusia, berjudul The Future of War (1898) yang menggambarkan perang sebagai suatu ‘goncangan tatanan sosial’ yang umum terjadi dan tidak mungkin dihilangkan. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai kasus peperangan dan konflik yang tidak dapat atau sulit untuk dipadamkan, meskipun terdapat peran-peran dari gerakan-gerakan perdamaian.

Sebagaimana pula ditulis oleh seorang wartawan Inggris, Norman Angell pada tahun 1909 berjudul Optical Illusion, yang kembali dimunculkan pada tahun berikutnya dengan perluasan judul menjadi The Great Illusion. Angell menggambarkan bahwa setelah perang persenjataan berakhir, akan muncul jenis perang baru, dengan kata lain, perang sesungguhnya belum berakhir. Angell menggambarkan argumennya tersebut sebagai jenis perang modern atau “Ilusi (illusion)”, Angell menyatakan bahwa jenis perang ini memberikan keuntungan kepada semua pihak, baik yang menang, maupun yang kalah, yang pada dasarnya sama saja, karena peperangan modern memberikan sebuah ketergantungan pada semua struktur perekonomian nasional. The Great Illusion menjadi buku terlaris pada tahun 1913, dengan terjualnya dua juta eksemplar, dan oleh sebab itu menjadikan Angell sebagai penulis yang mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian. Argumen Angell pada dasarnya menegaskan bahwa “apabila perang tidak mendatangkan sebuah keuntungan atau manfaat, maka mustahil seorangpun dalam lingkup rasional dunia internasional mulai melakukannya”, rasa “puas” saja merupakan sebuah alasan irasional dalam suatu keadaan memicu perang.

Perang Besar kemudian terjadi dan membuktikan argumen Bloch dan Angell adalah benar. Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat perjuangan gerakan perdamaian. Akan tetapi titik kepada tradisi dan masa depan liberalisme internasionalisme tampak lebih kuat tertanam, terutama di Inggris. Inggris menghidupkan liberalisme dalam kebijakannya, selain itu, mereka juga menghidupkan kembali kritik yang pertama kali disuarakan oleh Paine dan Bentham mengenai kerahasiaan keputusan diplomatik yang terselubung. Liberalisme mencapai puncaknya sekitar tahun 1912, sekaligus menjadi rumor akan munculnya struktur Anglo-Perancis, serta menjadi latar belakang terjadinya kampanye diplomasi demokratis (diplomasi terbuka), dan menjadi ceruk dalam program yang dicanangkan oleh Presiden AS Woodrow Wilson untuk mereformasi politik internasional paska Perang Dunia I.

Berawal dari kelompok oposisi pasificistic nasionalisme hingga nasionalisme popular dan armaments (persenjataan), keduanya menjungjung nilai moral dan pragmatisme; sedangkan kelompok sosialis yang muncul adalah bentuk oposisi yang lebih tegas dan bergerak berdasarkan kepada ideologi. Gerakan sosialis merupakan gerakan yang juga besar, dengan pengecualian dikawasan Inggris hingga Amerika. Gerakan ini terbentuk bersumber dari doktrin yang dituliskan dalam karya-karya Karl Marx. Akan tetapi pemahaman dan argument mengenai “nasionalisme”, perang dan perdamaian, semuanya masih terlihat ambigu.  Hingga pada tahun 1848, Marx menyatakan kepercayaannya bahwa nasionalisme bagi kelas pekerja akan lenyap dengan keberhasilan revolusi proletar, argument Marx ini kemudian terkenal dalam “Manifesto Komunis” (1848) yang pada dasarnya menekankan bahwa “apabila pekerja tidak memiliki Negara untuk membela, maka Negara juga tidak dapat mengambil dari apa yang mereka tidak punya”. Marx dalam hal ini menentang adanya nasionalisme yang berkembang didunia, akan tetapi hingga 35 tahun sisa hidupnya, Marx tidak dapat menghindari bukti bahwa rasa nasionalisme memang memiliki peran popular didunia. Marx hanya mengklaim bahwa hal itu hanya bentuk atau fase suprastruktur masyarakat borjuis.

Aspek pertentangan yang diajukan paham Marxisme kemudian melahirkan “sosialis internasional”, yang pertama kali muncul pada tahun 1864-1876, yang memiliki pandangan lebih romantis, dan menyentuh, berbeda dengan paham Marxis sebelumnya. Akan tetapi antara Sosialis Internasional I dengan Sosialis Marxis, keduanya sama-sama menentang kuat politik global yang terjadi saat ini. Pada tahun 1889 muncul paham Sosialis Internasionalis II, dengan cakupan pemahaman lebih luas dan meliputi segala macam pemikiran sosialis yang ada. Akan tetapi kemunculan paham Sosialis Internasionalis II bertepatan dengan bangkitnya nasionalisme popular dan imperialisme, sehingga sejak awal, Sosialis Internasionalis II memiliki kondisi lebih rumit daripada sosialis sebelumnya.  Sosialis mengutuk adanya pengeluaran untuk militer dan tentara, Sosialis memvonis hal tersebut sebagai bentuk tirani domestik dan agresi luar negeri. Sosialis lebih menyetujui tindakan pertahanan milisi rakyat yang dipelopori oleh kaum revolusioner Amerika dan direalisasikan oleh Perancis pada tahun 1793 dan Jerman pada tahun 1813. Kemunculan Marxisme revisionis atau reformis membuat kesan terdalam pada periode abad ke-19 terhadap perang dan perdamaian.

Pada tahun 1904 dalam Kongres Amsterdam isu reformisme Sosialis mencuat dan penolakan Marxis reformis ortodoks memenangkan suara mayoritas. Kemenangan selanjutnya juga diperoleh dalam kongres Stuttgart pada tahun 1907. Resolusi Amsterdam dan Stuttgart menjadi sebuah kertas nyata wujud keberhasilan bagi kaum Marxis Ortodoks. Kebangkitan Sosialis tersebut pada dasarnya ingin memperjuangkan percepatan serta penghapusan sistem dan aturan yang diciptakan oleh kapitalis kelas. Sebagian besar partai sosialis terus mengejar jalan evolusi menuju sosialisme dengan cara konstitusional.

Jerman pada tahun 1912, muncul partai Sosialis paling sukses dan kuat yakni Sozialistische Partei Drutschlandg (SPD). Angka-angka perolehan pemilu yang diperoleh SPD menunjukkan seberapa penuhnya SPD sedang diintegrasikan kedalam struktur politik dan masyarakat di Reich, Jerman. Salah satu tanda nyatanya ialah adopsi partai-partai tradisional terhadap nilai-nilai nasionalis Jerman. Akan tetapi dengan keberadaan nyata Negara Rusia yang menganut penuh sistem Sosialis, dan dinobatkan sebagai “juara kekejaman, kebiadaban, serta musuh dari semua kebudayaan manusia”, memunculkan ketakutan terhadap akan terwujudnya otokrasi, bahkan kebencian dalam masyarakat terhadap paham Sosialis. Bahkan muncul anggapan bahwa, apabila memerangi dan berhasil mengalahkan Rusia, maka sama saja artinya bagi kekalahan demokrasi sosial. Citra terhadap paham Sosialis kemudian semakin memburuk terutama setelah gagalnya Revolusi Rusia pada tahun 1905.

Beberapa masyarakat Sosialis kuat di Jerman kemudian mengungkapkan bahwa mereka memiliki kecendrungan nasionalis yang berbeda arahnya dengan sosialis Rusia. Akan tetapi pernyataan tersebut tidak menutup hambatan berkembangnya kaum sosialis di Jerman dan Perancis. Pertentangan muncul terhadap pola pemikiran dan hati dihampir terjadi semua Negara  pada tahun 1914, dan mengakibatkan gagalnya Sosialis pada abad ke-19, dan sebaliknya memudahkan masuk dan berkembangnya Konservativisme dan Liberalisme, dengan membawa paham “Demokrasi Baru”. Namun pada dekade setelah Perang Dunia I, Negara diasumsikan menganut idiologi Marxis-Leninisme secara total.

Meskipun agitasi anti-perang sebelum tahun 1914 oleh kedua sosialis dan pacificists tidak efektif, dua gerakan tersebut tidak kurang mengatur panggung untuk pertandingan pascaperang ideologis internasional. Sementara Marxis ortodoks lebih cenderung mengarah kepada arah pemikiran Leninisme, kritikus liberal politik kekuasaan menaruh harapan mereka kepada Woodrow Wilson. Leninisme dan Wilsonianisme akan menawarkan dunia yang dilanda perang dengan dua resep berbeda untuk suatu tatanan internasional yang baru.

Jumlah Kata : 1. 373 kata


I made this in my 2nd Semester, this is the first step i learn how to arrange word by "pharafrase" and   pick a good word when translate. Thats why this not really perfect to read. But... can help you little bit. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resume: Military Technology and Conflict: Geoffrey Kemp PART VI (PROLIFERASI DAN ASIMETRI PEPERANGAN)

Mata kuliah Resolusi Konflik SEMESTER VI Military Technology and Conflict by Geoffrey Kemp Proliferasi dan Asimetri...