Mata kuliah Politik Pembangunan Pemerintahan Negara Asia Timur
SEMESTER II
SEMESTER II

SEJARAH CINA KONTEMPORER : DARI NUR HA CI SAMPAI DENG XIAO PING
By: W.D Soekisman
Mancuria Dalam Pemerintah
Nasionalis
Mancuria merupakan bagian terpencil di
daerah Timur Laut China yang sudah ada sejak abad XVII dan menjadi incaran dari
ekpansionaisme Rusia (sekarang Uni Soviet) dan Jepang, hal itu disebabkan oleh
karena kekayaan alamnya yang melimpah dan letaknya yang berada diantara
Kerajaan Rusia, Korea, dan Kerajaan Jepang.
Pada saat Dr. Sun Yat Sen berhasil
menumbangkan dinasti Qing pada tahun 1912, yang dilanjutkan dengan usaha Jiang
Kai Shek untuk menyatukan seluruh daerah China, maka Manchuria yang berada
dibawah kekuasaan raja perang Zhang Zo Lin sudah sejak lama disusupi oleh pengaruh-pengaruh
Uni Soviet dan Jepang. Sejak tahun 1896 kerajaan Rusia telah memperoleh hak
membangun jalan kereta api, sedangkan kerajaan Jepang juga telah memperoleh hak
untuk menguasai jazirah Liao Dong di Manchuria bagian Selatan. Sejak itu pula,
Jepang menempatkan tentara pendudukannya diujung jazirah Liao Dong, oleh sebab
itu, tentara tersebut dikenal dengan nama Tentara Guan Dong.
Desember 1925, terjadi beberapa gerakan
menentang Raja Perang Zhang Zo Lin di Manchuria, pasukan Jepang yang
berkedudukan di Liao Dong akhirnya dikerahkan ke ibukota Manchuria. Sementara
itu, pasukan Ekspedisi ke utara yang dipimpin oleh Jiang Kai Shek telah semakin
mendekati kota Beijing dan membuat pihak Jepang gelisah jika seluruh wilayah di
China akan jatuh ketangan Pemerintah Nasionalis China, maka Jepang akan lebih
sulit untuk memaksakan kehendaknya kepada China.
Pada pertengahan 1926 Zhang Xue Liang
menggantikan posisi ayahnya sebagai Raja Perang Manchuria. Maka, pihak Jepang segera berusaha untuk mempengaruhi
raja perang baru tersebut untuk melawan Pemerintah Nasionalis, Jepang bahkan
mengulurkan militernya apabila Zhang Xue Liang diserang. Jepang juga
mengirimkan 2 perwiranya untuk menguasai seluruh wilayah Manchuria untuk
dijadikan pertahanan terhadap Uni Soviet.
Namun ternyata, Zhan Xue Liang memendam dendam atas
kematian ayahnya, ia merasa bahwa pihak Jepanglah yang telah membunuh ayahnya,
maka ia pun mengibarkan bendera Negara Republik Nasionalis China pada tahun
1928. Dengan demikian, maka telah terwujudlah apa yang telah dicita-citakan
oleh Dr. Sun Yat Sen, yaitu bahwa seluruh wilayah China akan bersatu sebagai
satu China. Dan kemudian, sebagai penghargaan atas dikibarkannya bendera
tersebut, Zhan Xue Liang diangkat menjadi Panglima Daerah Militer Timur Laut
Manchuria oleh Jiang Kai Shek.
Sejak saat itu, rasa nasionalisme China
semakin meningkat. Terjadi pemboikotan terhadap barang-barang produksi Jepang
sehingga pihak Jepang menderita kerugian yang cukup besar. Namun, sesungguhnya,
masih ada beberapa bagian lainnya di China yang masih belum menjadi kekuasaan
Pemerintah Nasionalis china, yaitu : Mongolia, Xian Jiang, dan Tibet.
Tidak hanya dengan Jepang, China juga
mengalami hubungan kurang menyenangkan dengan Uni Soviet. Pada bulan Mei 1929,
Zhan Xue Liang atau dikenal dengan “Marsekal Kuda mulai menggerakkan pasukannya
untuk menangkapi para pejabat Uni Soviet disepanjang The Chinese Eastern Rail Way, serta menguasai segenap instalasi
telekomunikasi, bahkan gedung Konsulat Uni Soviet di Mukden. Hal itu membuat
Komisaris Luar Negeri Karakhan mengajukan protes terhadap Pemerintah Nasionalis
China dan menuntut agar segera mengembalikan hak-hak istimewa Uni Soviet di
Manchuria, dan hal itu justru ditanggapi Jiang Kai Shek dengan memerintahkan si
Marsekal Kuda bersama 60.000 pasukannya bergerak ke daerah perbatasan China-Uni
Soviet.
Sehingga, pada bulan November 1929
terjadilah pertempuran antara kedua pasukan tersebut. Dari segi jumlah, pasukan
Marsekal Kuda lebih besar jumlahnya daripada pasukan Uni Soviett yang dipimpin oleh
Blucher. Namun, dari segi kecanggihan peralatan perang yang digunakan, pasukan
Marsekal Kuda tidak dapat mengalahkan pasukan Blucher, dan akhirnya pada
tanggal 22 Desember 1929, peperangan tersebut dimenangkan oleh pasukan Blucher,
yang secara otomatis membuat Pemerintah
Nasionalis harus memenuhi tuntutan Uni Soviet tersebut.
Pada pertengahan tahun 1931 terjadi 3
peristiwa yang memau sengketa antara China dan Jepang. Yakni, yang pertama
adalah terjadinya sengketa antara petani China dan sekelompok imigran Korea
yang berdatangan di Manchuria atas prakarsa Jepang. Sebagai akibat dari
sengketa ini maka di Korea meletus peristiwa pembunuhan terhadap penduduk China
di Korea, yang kemudian ditanggapi oleh China dengan memboikot seluruh
barang-barang buatan Jepang
Dan yang kedua adalah peristiwa
pembunuhan Kapten Nakamura seorang ahli pertanian yang bertugas di Manchuria
oleh Pemerintah China yang mengatakan bahwa Kapten Nakamura menolak permintaan
petugas keamanan China untuk menunjukkan kartu tanda pengenalnya, lalu kemudian
malah melarikan diri, dan oleh sebab itulah ia ditembak mati. Namun, pihak
Jepang tidak terima, dan akhirnya pada bulan September 1931, bom meletus di
Stasiun kereta api The South Manchurian
Railway yang berada didalam kekuasaan Jepang, dan pada tanggal 18 September
1931 kota Mukden diduduki tentara Jepang “Guan Dong”. Dan akibatnya, pemerintah
China mengadukan Jepang kepada Liga Bangsa-Bangsa atas dasar Jepang telah
menyelesaikan permasalah internasional dengan jalan perang yang tidak seharusnya.
Dalam waktu 10 hari, Liga Bangsa-Bangsa
telah menanggapi pengaduan tersebut dan kemudian menyerukan kepada pemerintah
Jepang agar menarik mundur pasukannya dari Mukden. Namun ternyata pemerintah
Jepang sendiri tidak kuasa mengendalikan tentara Guan Dong, dan hal itu
mengakibatkan pihak China merasa bahwa pengaduan mereka tidak memberikan hasil
apapun, dan akhirnya pihak China memilih untuk terus mencoba melawan agresi
militer Jepang dengan cara mempertinggi intensitas boikotnya terhadap barang buatan
Jepang.
Sebagai akibatnya, maka jumalah ekspor
barang-barang Jepang ke China dalam jangka waktu dua bulan saja menurun hingga
80%, dan membuat pukulan kuat bagi perekonomian Jepang. Dan untuk mematahkan
gerakan boikot tersebut, pemerintah Jepang lalu mendaratkan pasukannya di
Shanghai dan mengirimkan suatu kapal perang pada tanggal 28 Januari 1932 dan
kemudian terjadilah pertempuran sengit selama sebulan yang diakhiri secara
mengejutkan oleh pihak Jepang yang tiba-tiba menghentikan pertempurannya di Shanghai
dan menarik seluruh pasukannya diwilayah itu.
Liga Bangsa-Bangsa masih terus berusaha
untuk menangani masalah Machuria tersebut dengan mengirim suatu komisi di bawah
pimpinan Lord Lyton seorang Raja Muda Inggris untuk India pada April 1932 yang
pada pokoknya menyebutkan bahwa tentara Jepang dan pejabat-pejabat sipil Jepang
telah mendominasi Manchuria.
Sebagai tanggapan terhadap Laporan
Komisi Lyton tersebut, tentara Guan Dong justru menyerbu kota-kota besar di
Manchuria yang masih dikuasai oleh pemerintah China, hingga akhirnya pada bulan
Maret 1933, Jepang menyatakan keluar dari Liga Bangsa Bangsa.
Agresi Jepang terhadap Manchuria
ternyata berkelanjutan hingga wilayah Mongolia. Tekanan-tekanan dari pasukan
Jepang memaksa Marsekal Muda, Zhang Xue Liang, untuk mengalihkan pasukannya
dari Manchuria, dengan menjalankan hijrah kesebelah Selatan Tembok Besar.
Pemerintah China yang tidak berdaya untuk menghentikan agresi Jepang tersebut,
akhirnya terpaksa menerima tuntutan pihak Jepang untuk menandatangani “Perjanjian
Tang Gu” pada tanggal 31 Mei 1933 yang menentukan bahwa ; garis perbatasan
Manchuria akan dinyatakan sebagai daerah bebas militer bagi Jepang, tentara
Jepang juga dibenarkan menggunakan pesawat terbang atau cara-cara lain utnuk
mengawasi pelaksanaan perjanjian, termaksud ; dan pemerintah China wajib
menjamin pengamanannya, serta kepolisian China harus bertanggung jawab atas
keamanan dan ketertiban wilayah kekuasaan China yang bersangkutan.
Mengetahui bahwa pemerintah China dapat
dipaksa menuruti kemauan Jepang dengan hanya kekuatan senjata, dan dunia
internasional bahkan tidak berdaya untuk menghalanginya, maka tentara Guang
Dong mulai tidak menghiraukan kebijakan pusatnya di Tokyo, dan kemudian
mendirikan Negara Mancuguo, dan yang diangkat menjadi kaisar adalah Henri Pu
Yi, mantan kaisar Xuan Dong (1900-1912) dari Dinasti Qing dengan gelar Kaisar
Kang De.
Segala agresi dan penguasaan terhadap
negara Mancuguo oleh Jepang ternyata belum berhenti sampai disitu, mereka masih
ingin mengamankan lambung Barat dari Manchuria dari ancaman Uni Soviet, oleh
karena itu, Jepang kemudian berhasrat untuk menguasai Mongolia Dalam yang
rencananya akan dijadikan sebagai daerah penyangga.
Sama dengan aksinya dalam merebut
Manchuria, Jepang juga menggunakan sengketa demi sengketa demi tujuannya yang
ingin melebarkan sayap hingga Mongoloa. Dan lagi-lagi, tanpa dapat dicegah oleh
pemerintah China dan dunia internasional, Jepang kemudian mendesak Dewan
Mongolia Dalam agar seluruh wilayah Mongolia Dalam dimasukkan kedalam kekuasaan
Negara Mancuguo. Dan akhirnya, pada bulan Juli 1935, Jepang berhasil masuk
kedalam jajaran pemerintah daerah Mongolia Dalam.
Hal tersebut membuat perseteruan terjadi
antara Mongolia Dalam dan Mongolia Luar (kawasan Mongolia yang sudah jatuh
ketangan Uni Soviet pada tahun 1921), maka terjadilah aksi saling tembak
menembak antara Mongolia Dalam dan Mongolia Luar secara bertubi-tubi yang lama
kelamaan semakin tajam, hingga sampai pada pertempuran dengan mengerahkan
pasukan berlapis baja dan pesawat udara. Dan pada bulan Maret 1936, pertempuran
tersebut dilanjutkan oleh pasukan Uni Soviet dan pasukan Jepang yang meliputi
ribuan tentara. Hingga akhirnya, pertempuran tersebut selesai dengan Jepang
yang menghentikan agresinya terhadap Mongolia Luar dan merasa puas dengan hanya
Mongolia Dalam saja.
Subversi Komunis
Pada tanggal 1 Agustus 1927 terjadi
perebutan kekuasaan antara buruh dan tani dari Partai Komunis terhadap
Pemerintah Daerah Kota Nan Chang dibawah pimpinan kader-kader komunis seperti
Zhu De dan Ho Lung.
Pertempuran tersebut mengalami
kegagalan, karena pasukan Jiang Kai Shek ternyata menunjukkan keunggulan
senjata dan keterampilan bertempurnya atas pasukan buruh dan tani. Partai
Komunis China menganggap bahwa peristiwa tersebut sebagai kelahiran Tentara
Merah. Karena korban jiwa dalam pertempuran tersebut menelan korban yang tidak
sedikit jumlahnya.
Sementara itu, di Propinsi Hu Nan –
China tengah, Mao Ze Dong juga melancarkan suatu pemberontakan kaum tani yang
serupa dan juga mengalami kegagalan. Sejak itu, Partai Komunis China bergerak
dibawah tanah kembali. Mao Ze Dong
kemudian mengembangkan strategi perang gerilya dengan pedesaan sebagai daerah
andalannya yang kemudian menjadi kekuatan yang merongrong kelangsungan hidup
Pemerintah Republik Nasionalis China.
Pada bulan Januari 1929 diadakan rapat
di Nanking untuk mempertimbangkan jumlah angkatan bersenjata 2.250.000 orang
yang dinilai sebagai beban yang terlalu berat bagi anggaran belanja negara.
Mereka akhirnya sepakat untuk memperkecil kekuatan angkatan bersenjata. Namun
pada rapat berikutnya, pada Januari 1929, Jiang Kai Shek tidak mau mengurangi
jumlah pasukannya, karena ia bermaksud untuk memperkuat pasukan intinya.
Tak hanya itu, Partai Komunis China juga
tak luput dari kendala-kendala yang cukup berat. Sejak mengalami kegagalan
dalam menyerang kota Nan chang (1 Agustus 1927), komite sentral menyembunyikan
diri di dalah satu daerah konsesi asing dalam kota Shang Hai. Mao Ze Dong dan
beberapa kader lainnya juga telah mengundurkan diri ke daerah pedesaan
diperbatasan Provinsi Hunan.
Namun, berbeda dengan Komite sentral,
Mao Ze Dong dan para pengikutnya yang belajar dari kekalahan. Mereka
mengundurkan diri kedaerah pedesaan diperbatasan provinsi Hunan, namun
mengembangkan kembali pasukan baru menjadi Tentara Merah gaya baru. Serangan-serangan
Tentara Merah tumbuh dan berkembang dengan pesat, dan ditujukan pada
satuan-satuan kecil dari Tentara Nasionalis sehingga membuat Jiang Kai Shek
menyebut mereka sebagai “banditisme” karena segala tindakan Tentara Merah
merupakan tindakan yang mengganggu keamanan. Dan mendorongong Jiang Kai Shek
membentuk Pasukan Anti Banditisme pada tahun 1930, yang terdiri atas 12 divisi.
Pasukan Anti Banditisme menginginkan agar segera membasmi habis Pasukan Tentara
Merah dalam waktu 6 bulan dengan
keunggulan senjatanya, namun ternyata kemampuan bersembunyi Tentara Merah dapat
mengimbangi keunggulan Pasukan Anti Banditisme sehingga justru dalam waktu 2
bulan saja, Pasukan Anti Banditisme telah mengalami kerugian dalam 2 divisi. Hal
itu membuat Presiden Jiang Kai Shek kembali menambah 10 divisi lagi kedalam
Pasukan Anti Banditisme untuk memperkuat pasukan tersebut. Penambahan pasukan
Anti Banditisme membuat para Tentara Merah mendapatkan pukulan berat, namun
mereka tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Dan justru pada
saat itulah Mao Ze Dong mentakbiskan daerah-daerah yang dikuasai kaum
gerilyawan komunis sebagai “Wilayah Soviet China”.
Pada tanggal 7 November 1931, Mao Ze
Dong menyelenggarakan Konres Soviet China pertama di kota Rui Jin, yang
mengundang para biro politik dari Komunis Sentral Partai Komunis China.
Dipersidangan tersebut para utusan biro politik mengecam perang gerilya yang
dianut Mao Ze Dong sebagai cara yang ketinggalan zaman, dan mendesaknya agak
melakukan perang regular, selain itu, kebijakan Mao dinilai oportunis,
pragmatis, dan egaliter. Tetapi hasil pimpinan Mao Ze Dong dalam melawan
Tentara Nasionalis China nyatanya meraih hasil yang tidak dapat dibantah. Oleh
sebab itu, ia memperoleh banyak dukungan
Sementara itu, pihak Pemerintah
Nasionalis China menjumpai berbagai masalah politik. Agresi Jepang semakin
menjalar. April 1933, pasukan Jepang di Manchuria melintasi Tembok Besar dan
memasuki Provinsi Ho Bei serta menduduki ibu kotanya, Beijing. Pemerintah
Nasionalis China akhirnya menyatakan perang terhadap Jepang. Dan untuk mencegah
laju geraknya agresi tersebut, maka ditandatanganilah Perjanjian Tang Gu (31
Mei 1933).
Pada kesempatan itu, Mao Ze Dong yang
menjadi semakin berpengaruh, bersikeras hendak menganut perang terbuka. Akibat
segala pergolakan tersebut, akhirnya Jiang Kai Shek menghentikan permusuhan
terhadap kaum komunis, dan menggalang persatuan untuk melawan agresi Jepang.
Namun perang dengan Jepang menjadi
semakin sulit dihadapi. Sejak pertengahan 1935 kaum militeris di Jepang semakin
besar pengaruhnya terhadaap penentuan politik luar negeri. Kebetulan dalam pada
itu perkembangan politik didunia internasional adalah sedemikian cepatnya,
sehingga juga memberikan pengaruh besar terhadap China.
Di Jerman, Adolf Hitler berkuasa dalam
mengembangkan Nazi-isme, di Italia terdapat Benito Musolini yang mengembangkan
fasisme. Kedua-duanya kemudian menciptakana persekutuan dengan Pemerintah
militeris Jepang.
Dalam menanggapi kekuatan-kekuatan fasis
militeris tersebut, Josef Stalin sebagai pimpinan Partai Komunis terbesar
didunia menyerukan kepada segenap Partai komunis agar mengadakan pendekatan
dengan segala kekuatan nasional masing-masing untuk kemudian diajak melawan
fasisme.
Atas seruan tersebut, maka pada akhir
1935, partai Komunis China mengeluarkan “Manifesto 1 Agustus” yang pada
pokoknya menyerukan agar tak ada lagi perselisihan dengan sesame China, dan
kemudian bersatu untuk melawan agresi Jepang. Namun, hal itu ditanggapi dengan
tidak baik oleh Jiang Kai Shek, Jiang merasa bahwa partai komunis harus
dihabisi terlebih dahulu, baru selanjutnya dapat melawan agresi tersebut. Oleh
sebab itu, akhirnya, Jiang Kai Shek ditangkap dengan tuntutan ; yang pada
pokoknya bahwa Jiang Kai Shek harus setuju dengan keputusan Manifesto 1
Agustus, yaitu dengan menghentikan perang saudara, dan bersama-sama membentuk
kesatuan melawan agresi Jepang.
Front Persatuan China
Melawan Agresi Jepang
Sesuai dengan perkembangan atas
keputusan bersatunya Tentara Merah dan Partai Komunis China tersebut, pada awal
1937, Pemerintah Nasionalis membentuk suatu Dewan Pertahanan Nasional yang
kemudian diganti namanya menjadi Dewan Politik Rakyat. Uni Soviet juga ikut
memberikan bantuan kepada Pemerintah Nasionalis berupa dana sebesar 75 juta
Rubel.
Perang China – Jepang tidak terlepas
dari pengaruh perkembangan politik dunia internasional. Pasukan Jerman yang
dipimpin oleh Hitler mulai melakukan serangan-serangannya dan akhirnya berhasil
menundukkan wilayah-wilayah yang kemudian dimasukkan kedalam wilayah jajahan
Jerman. Hal itu membuat Perdana Inggris menyatakan perang terhadap Jerman yang
dianggap telah tidak menepati janji untuk “Tidak Saling Menyerang” lagi, dan
pernyataan perang itu juga diikuti oleh Perancis, Belanda dan Belgia.
Memperhatikan bahwa negara-negara
kolonialis Eropa Barat tengah sibuk dalam suasana perang, Jepang mulai
mengambil kesempatan untuk mengincar daerah-daerah jajahan di Asia Tenggara
yang kaya akan bahan mentah dan energy.
Kemudian Jepang mulai mengadakan
pendekatan dengan Uni Soviet, sehingga akhirnya ditentukan bahwa Jepang telah
mengakui Republik Rakyat Mongolia, dan ni Soviet mengakui negara Mancuguo. Diikuti
langkah Jepang berikutnya, yaitu mendesak agar Pemerintah Kolonial Hindia
Belanda di Batavia (Jakarta) agar bersedia menjual lebih banyak bahan mentah
dan minyak bumi kepada Jepang. Namun, permintaan tersebut ditolak, dan
mengakibatkan Jepang segera melancarkan serangan udara secara mendadak terhadap
pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl harbor pada 7 Desember 1941,
yang menjadi awal dari Perang Dunia II.
Pada Perang Dunia II, oleh karena
Pemerintah Nasionalis China berpihak kepada negara-negara sekutu, maka perang
China dan Jepang semakin memiliki ruang
lingkup yang luas. Bantuan senjata, dana dan personil dari para
negara-negara sekutu kemudian mengalir kepada Pemerintah Nasionalis China, dan
sekaligus menempatkan Tentara Merah kepada kedudukan yang tidak dianggap,
karena mereka tidak memperoleh apapun dari bantuan tersebut.
Hal itu menyebabkan terjadinya
gejala-gejala keretakan dalam Front Persatuan China tersebut, akibatnya terjadi
tata cara berperang yang kian berbeda dan mengakibatkan bertambahnya keretakan
Front Persatuan tersebut. Dengan demikian, maka menjelang kekalahan Jepang
dalam Perang Dunia II, maka front persatuan China justru berkembang kearah
konfrontasi antara 2 kekuatan politik dan militer China.
Berdirinya Republik
Rakyat China
Republik Rakyat China pertama kali
di proklamasikan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat China, Mao Ze
Dong, pada tanggal 1 Oktober 1949 di
Beijing berdasarkan keputusan Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat China
dalam siding yang diselenggarakan antara tanggal 21 hingga 30 September 1949.
Sejak berdirinya Republik Rakyat China
(RRC) tersebut, terbentuklah 2 lembaga induk politik, yaitu ; Negara Republik
Rakyat China dan Partai Komunis China. Partai Komunis China bergerak dalam
ruang lingkup kehidupan antar Partai Komunis didunia, sedangkan Republik Rakyat
China bergerak dalam ruang lingkup kehidupan antar negara dunia.
Sebelum dibentuknya Undang-Undang Dasar,
maka RRC menggunakan Program Berama hasil rumusan sidang pleno Majelis
Permusyawaratan Politik Rakyat China pada tanggal 29 September 1949 sebagai
Undang-Undang Dasar Sementara.
Segera setelah negara RRC
diproklamasikan, Uni Soviet menyatakan pengakuannya terhadap RRC (2 Oktober
1949) yang selanjutnya diikuti oleh negara-negara Eropa Timus, bahkan kemudian
disusul oleh negara-negara Eropa bagian Barat. Dan sebaliknya, pada bulan
januari 1950, RRC mengakui Vietnam sebagai Republik Demokrasi Vietnam. Dengan
demikian, membuktikan bahwa RRC disambut baik kehadirannya dalam kehidupan
bangsa-bangsa dunia.
Sebagai lazimnya sebuah negara baru, RRC
mencurahkan terutama perhatiannya kepada keutuhan wilayah, konsolidasi
kekuasaan, dan pencegahan terhadap bahaya luar negeri. Karena pada saat itu,
masih terdapat beberapa daerah yang dikuasai oleh sisa-sisa unsur Pemerintahan
Nasionalis.
Dan dalam usahanya untuk menanggulangi bahaya
dari luar negeri, RRC pertama-tama mengadakan pendekatan dengan Uni Soviet. Hal
itu dikarenakan, selain Uni Soviet merupakan negara tetangga terdekat, namun
mereka juga sama-sama berasaskan Marxisme Leninisme. Selain itu, juga terdapat
berbagai peninggalan sejarah yang merupakan kepentingan bersama, antara lain;
kota-kota pelabuhan Port Arthur dan
Dairen yang masih dikuasai oleh Uni Soviet.
Demikianlah, maka pada setelah 4 bulan
RRC diproklamasikan, Mao Ze Dong berangkat ke Moskow untuk mengadakan perundingan
dengan perdana Menteri Uni Soviet, Josef Stalin, yang memakan waktu 2 bulan
penuh karena perundingan tersebut berlangsung dengan cukup a lot, namun
akhirnya berhasil menghasilkan :
a. Perjanjian
persahabatan dan saling membantu antara Uni Soviet dan RRC
b. The Chinese Eastern
Railway yang melintang di Manchuria diberikan
kembali kepada RRC
c. Diberikannya
dana bantuan sebesar US$ 300 juta beserta tenaga ahli dalam rangka pembangunan
industri dan angkatan bersenjata.
Yang dengan demikian RRC akan dapat
meletakkan dasar-dasar pembangunan jangka pendek yang diperlukan untuk
mengembangkan konsolidasi politik dan ekonominya diawal kehidupan.
Sekembalinya dari Moskow, Mao Ze Dong
segera mulai mencurahkan perhatiannya pada penertiban dan pengembangan dalam
negeri China. Dibentuklah suatu kebijakan untuk para buruh dan tani, seperti ;
kebijakan penggunaan tanah yang dibentuk pada tanggal 28 Junni 1950 (Landreform
Law), yaitu kebijakan untuk menyita seluruh lahan milik tuan tanah, yang
kemudian dibagikan secara merata kepada petani penggarap tanah.
27 Agustus 1950, pesawat terbang
Angkatan Udara Amerika Serikat mulai menghujani daerah perbatasan RRC dan Korea
Utara dengan bom, hal ini terkait dengan Perjanjian Pertahanan Bersama Korea
dengan Amerika Serikat, yang pada pokoknya menyebutkan bahwa negara Korea akan
menjadi pangkalan militer bagi Amerika. Namun hal itu menimbulkan ketegangan
antara Korea Utara dan Korea Selatan, hingga terbentuk bentrokan senjata pada
tanggal 25 Juni 1950, karena salah satu dari pihak Korea tersebut tidak setuju
dengan keputusan sepihak dari perjanjian tersebut, karena sebenarnya Korea
telah terbagi atas dua wilayah Korea.
Dan hal itu kemudian ditanggapi oleh Dewan Keamanan PBB
untuk segera mengadakan sidang istimewa, dan mengutus Jenderal Mac Arthur
sebagai Panglima PBB untuk masalah Korea tersebut. Tetapi tindakan Mac Arthur
dalam membom Korea diperbatasan antara Korea dan China, menyebabkan pihak China
ikut menentang Amerika Serikat dalam rangka membela Korea Utara.
Maka, pada tanggal 25 Oktober 1950,
Jenderal Peng De Huai mengerahkan sejuta Tentara Sukarelawan China untuk
memasuki Korea dan melawan pasukan Amerika, yang menyebabkan PBB kemudian
mengutuk RRC. Oleh karena perang tersebut, maka penyerahan kembali Port Arthur
dan Dairen kepada RRC terpaksa ditunda untuk beberapa tahun dengan alasan
keamanan.
Keterlibatan RRC dalam Perang Korea
menempatkan dirinya sebagai negara yang agresif dimata dunia, sekaligus sebagai
negara yang kekuatannya juga harus diperhitungkan didunia, mengingat betapa
unggulnya cara mereka dalam mempertahankan diri dari serangan persenjataan
Amerika Serikat.
Setelah selesainya pelaksanaan
gerakan-gerakan massa yang pada hakikatnya adalah tindakan pembersihan terhadap
musuh-musuh komunisme ditengah-tengah masyarakat, maka RRC telah merasa dirinya
mencapai kemantapan nasional. Sebagai kelanjutan dari hasil-hasil tersebut,
pemerintah RRC mulai mencurahkan perhatiannya pada pembangunan nasional.
Dewan Perancangan Nasional kemudian
merumuskan Rencana Pembangunan Nasional Lima Tahun I (1953-1957) yang pada
pokoknya merencanakan :
1. Mengutamakan
pembangunan industri berat, dengan sasaran 694 proyek industrim untuk
dikerahkan 58,2 % dari modal yang
tersedia
2. Membangun
sarana perhubungan, pos dan telekomunikasi (19,2% dari modal)
3. Pembangunan
Agraria, kehutanan, dan persediaan air (7,6% dari modal) serta mengembangkan
koperasi pertanian
4. Pembangunan
dibidang pendidikan, kebudayaan, dan kesehatan (7,2% dari modal).
5. Disamping
pembangunan dibidang materiil, juga perlu ditingkatkan indoktrinasi ideology
negara RRC, yaitu ; Marxisme Leninisme, dan pemikiran Mao Ze Dong.
Selain itu, konsumsi bahan makanan dan
pakaian dibatasi, setiap orang diberi kartu jatah sandang pangan yang
mencantumkan beberapa gram beras, gula, dan lauk pauk perhari. Hal itu
dilakukan dengan tujuan agar sandang pangan dapat dikendalikan dan dapat
diedarkan secara adil dan merata. Selain itu, juga mengurangi terjadinya
pemborosan dan konsumsi secara berlebihan dari golongan ekonomi yang kuat,
serta mencegah bahaya kelaparan. Dan Rencana Pembangunan Lima Tahun I itu
ternyata memang mencapai hasil yang cukup memuaskan. Produksi meningkat, dan
selain itu, pengendalian sandang pangan juga menciptakan meningkatnya
ketertiban umum. Hal itu menyebabkan masyarakat menjadi yakin, bahwa mereka
akan setapak demi setapak mencapai masa depan yang cerah, namun beberapa
masyarakat golongan ekonomi kuat memang merasa tak nyaman dan dibatasi
kehidupannya.
Tetapi, hasil positif atas Pembangunan
Lima Tahun lebih besar dibandingkan hasil negative dari pendapat-pendapat
terganggunya kehidupan masyarakat golongan ekonomi atas. Pembangunan Lima Tahun
juga memberikan kemungkinan untuk mengembangkan politik luar negeri yang
bernada perdamaian dan persahabatan antar bangsa. Antara lain, adalah ;
hubungan RRC dengan China, yang dimulai dengan kehadiran delegasi RRC di
Indonesia dibawah “Semangat Bandung” dan politik “Hidup Berdampingan Secara
Damai” dimanfaatkan RRC untuk melakukan perundingan mengenai masalah
kewarganegaraan berganda bagi Penduduk China yang berada di Indonesia, namun
hal tersebut tidak disambut baik oleh Presiden Soeharto yang masih bersikeras
bahwa takkan ada bangsa asing yang dapat melakukan perdagangan di Indonesia.
Namun, pada tahun-tahun awal setelahnya,
banyak sarjana RRC yang mulai mengeluh bahwa kedudukan politik lebih
diunggulkan daripada kedudukan prestasi akademik. Maka pada bulan Juni 1956,
Mao Ze Dong memberikan kebebasan bagi kaum cendekiawan untuk mengeluarkan
pendapatnya.
Hal tersebut menimbulkan banyaknya
kritik dan kecaman yang bermunculan atas dasar dianggapnya bahwa orang-orang
partai, terlalu ikut campur dalam urusan ilmu pengetahuan. Para mahasiswa mulai
mencela Partai Komunis karena dianggap menjalankan kekuasaan tunggal tanpa
menaruh kepentingan terhadap kepentingan rakyat luas dan unsur-unsur non
komunis. Kebebasan bersuara yang
diberikan oleh Mao Ze Dong ternyata membuat mereka tak dapat dikendalikan. Dan
akhirnya pada akhir April 1957, Mao mulai melancarkan gerakan pembersihan
terhadap para pemrotes tersebut.
Dan pada akhir tahun 1957, Mao Ze Dong
mengadakan perjalanan keberbagai desa dan pedalaman untuk menilai situasi dan
kondisi masyarakat, yang akhirnya membuat Mao mencetuskan gagasan baru untuk
menempatkan rakyat dikota-kota dan desa-desa yang telah dibagi dalam regu-regu
kerja di asrama-asrama agar mempermudah pengaturan kehidpannya serta pengerahan
dalam pekerjaan masing-masing, serta lebih mempermudah pencatatannya.
Dengan demikian maka lambat laut dapat
dihilangkan perbedaan cultural antara desa dan kota, setiap orang dapat
dipekerjakan sebagai petani maupun buruh
pabrik. Dan untuk kesekian kalinya, Partai Komunis China melakukan tindakan
yang khas dan belum pernah terdapat dinegara-negara lainnya.
Tak berhenti sampai disitu, pada Januari
1958, Komunis China mencetuskan gagasan suatu peningkatan ekonomi. Dan pada
Juni 1958, Mao Ze Dong mulai menetapkan suatu sasaran produksi 10,7 juta ton
untuk tahun pertama. Dan untuk mencapai sasaran tersebut, dilakukan dua
tindakan dasar, yakni : dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, serta
membangun pabrik-pabrik baja dan tambang besi sebanyak-banyaknya.
Atas dasar instruksi tersebut, maka
segenap Pemerintah Daerah mulai mendesak para pengusaha setempat untuk
mendirikan pengecoran besi sebanyak mungkin. Rakyat massa juga dikerahkan untuk
mengumpulkan besi tua dan segala alat dari besi yang tidak mutlak diperlukan
untuk dilebur dalam pengecoran tersebut.
Gerakan tersebut diperhitungkan dalam
waktu 10 tahun akan memberikan hasil yang akan mengejar produksi industri
Inggris. Gerakan ini dinamakan “Gerakan Loncatan Jauh Kedepan” yang dijalankan
bertepatan saat berakhirnya Pembangunan Lima Tahun I dan menginjak awal
Pembangunan Lima Tahun II (1957-1962).
Pada pertengahan 1959, Pemerintah RRC
mengumumkan berita mengejutkan, yakni bahwa hasil produksi industri RRC telah
melampau 50% dari sasaran akhir 1959. Diumumkan pula mengenai betapa besarnya
volume ekspor RRC kenegara-negara Asia dan Afrika. Eropa barat dan Eropa Timur
bahkan mencatat adanya peningkatan dagangnya dengan RRC. Dan sejak 1958, Jepang
juga aktif mengimpor biji besi dan batu bata dari RRC, yang seluruhnya senilai
US$ 300 juta.
Akan tetapi, disamping seluruh
kesuksesan tersebut, terjadi kekosongan barang-barang kebutuhan dipasaran dalam
negeri, bahan makanan pun kemudian kurang dari kebutuhan seharusnya. Hal itu
menyebabkan kegelisahan bagi rakyat lapisan bawah, dan kemudian meningkat
sampai kekalangan pimpinan Pemerintah dan Partai Komunis China.
Hal itu disebabkan oleh terlalu
banyaknya proyek-proyek pembangunan dan dalam pelaksanaannya terkesan terlalu
tergesa-gesa, akibatnya terjadi bencana banjir besar dan modal invsetasi yang
terlalu tinggi sehingga melampaui kemampuan. Selain itu, terlalu banyak
produksi dalam negeri yang diekspor sehingga pasar domestic menjadi kekurangan
barang.
Sementara itu, demi untuk tujuan
memperkokoh kekuatan dalam negeri, RRC berusaha menjalankan politik luar negeri
yang berasaskan prinsip membela bangsa-bangsa yang tertindas. Politik luar
negeri RRC tersebut pada dasarnya adalah sebagai usaha untuk mendorong
bangsa-bangsa Asia, Afrika, dan Amerika Latin untuk mengobarkan revolusi
melawan imperialism pada umumnya, serta melawan pemerintah nasional
masing-masing yang dinilai reaksioner.
RRC akhirnya mengadakan perencanaan penyelengaraan
Konferensi Asia-Afrika II sebagai salah satu bentuk dari usaha tersebut. Namun,
karena terlalu menggebu-gebu, politik tersebut ternyata malah mendatangkan
banyak kendala. Tetapi RRC tetap gigih meneruskan usahanya tersebut.
Diantara kendala-kendala tersebut adalah
munculnya pergolakan yang dikenal sebagai “Revolusi Kebudayaan”. Revolusi
Kebudayaan adalah kelanjutan dari adu kekuatan antara kekuatan aliran-aliran
dogmatis dan pragmatis. Hal ini diawali oleh terbitnya majalah Tentara
Pembebasan Rakyat terbitan Shanghai edisi November 1965 yang melancarkan kritik
terhadap suatu seni drama karangan Wu Han yang berjudul :”Hai Rui di dipecat
dari jabatannya”.
Kritikan tersebut dianggap mengandung
unsure-unsur anti partai, yang berisfat kapitalis, dan feudal. Masalah itu
kemudian diajukan pada Sidang Komite Sentral Partai Komunis (21 Desember 1965)
hingga ditanggapi langsung oleh Mao Ze Dong. Drama terhadap pemecatan Hai Rui
adalah suatu sindiran terhadap pemecatan
Marsekal Peng De Huai pada tahun 1959, dan dinilai dektruktif karena dapat
mempengaruhi rakyat untuk menyimpulkan bahwa kebijaksanaan Mao Ze Dong terhadap
Peng De Huai adalah suatu kesalahan.
Juni 1966, Partai Komunis berseru kepada
para mahasiswa untuk memobilisir rakyat massa untuk digerakkan memberatas seni
budaya yang hendak merobak diktatur proletar menjadi kepemimpinan borjuis. Mahasiswa
turun ke jalanan dengan mengenakan pita dilengan bertuliskan “Pengawal Merah”.
Sementara itu, Mao Ze Dong telah
meresmikan suatu tim Revolusi Kebudayaan dengan Chen Bo Da sebagai ketuanya. Namun,
para mahasiswa tetap melancarkan gerakan-gerakan mereka, dengan melancarkan
kritik-kritik bahkan mencoret-coret tembok-tembok. Gerakan mahasiswa itu
semakin menjadi-jadi, sehingga Tentara Pembebasan Rakyat terpaksa diturunkan
untuk menangkap mereka . Namun pemberontakan justru terjadi semakin
menjadi-jadi, sehingga Panglima Daerah Militer Timur Laut turut mengambil
tindakan untuk memulihkan ketertiban umum, yang kemudian membentuk Dewan
Revolusi yang terdiri atas para tentara, pemerintah sipil, serta rakyat
revolusioner. Dan akhirnya, pada tanggal 31 Januari 1967 terbit Harian Rakyat
yang menyatakan bahwa bentrokan telah dapat dikendalikan.
Hal itu memperlihatkan bahwa lebih dari
satu dasa warsa RRC diguncangg berbagai pergolakan besar, yaitu : Gerakan
Loncatan Jauh Kedepan, dan Revolusi Kebudayaan adalah dua yang terbesar
diantaranya.
Dengan demikian, Mao Ze Dong akhirnya
memutuskan untuk menyelenggarakan Kongres Partai Komunis dengan tujuan pokok
untuk menegaskan sikap politiknya dan menertibkan jajarannya.
Kongres itu berlangsung pada tanggal 1
April 1969, dengan Mao Ze Dong sebagai ketua sidangnya. Kongres tersebut diawali dengan disampaikannya Laporan Politik
oleh Lian Biao mengenai masalah-masalah yang telah terjadi selama berdirinya
RRC tersebut, yang kemudian dinilai menjadi dokumen penting bagi ajaran
Marxisme-Leninisme-dan Pikiran Mao Ze Dong, serta merupakan tuntutan bagi
Revolusi Kebudayaan.
Selanjutnya, Kongres mengadakan
pemilihan anggota Komite Sentral baru. Diantara 279 anggota Komite Sentral
Partai Komunis yang terpilih, terdapat 123 tenttara atau 44%, dan diantara 21
anggota Biro Politik terdapat 4 marsekal dan 6 jenderal, ditambah istri dari
Lin Biao. Seluruhnya adalah mantan tokoh-tokoh Revolusi Kebudayaan. Dan acara
penutupan ditandai dengan pengukuhan Anggaran Dasar baru dari Partai Komunis
China (14 April 1969).
Pada bulan Agustus 1970 diselenggarakan kembali sidang ke-2 yang
diselenggarakan di Lu Shan pada bulan Agustus 1970. Pada sidang tersebut, Mao
menyodorkan rancangan Undang-Undang Dasar RRC yang baru, dimana lembaga
Kepresidenan RRC tidak tercantum. Pada kesempatan tersebut, Lin Biao menyatakan
keberatannya, didukung oleh Zhen Bo Dan (seorang mantan puncak pimpinan
Revolusi Kebudayaan dan Sekretaris Pribadi Mao), Jenderal Huang Yong Sheng
(Kepala Staff Umum Angkatan Bersenjata), Qui Hui Zo (Wakil Kepala Staff Umum),
dan Li Zo Peng (Komisaris Polisi Angkatan Laut). Oleh sebab itu, penyelesaian
Rancangan Undang-Undang Dasar RRC menjadi berkepanjangan, karena harus disahkan
oleh Kongres Rakyat China.
Akibat pertentangan pendapat antara Lin
Biao dan Mao, Lin Biao memutuskan untuk sebelum Mao Ze Dong menangkapnya, maka
ia harus terlebih dahulu melakukan perebutan kekuasaan, karena Mao Ze Dong dianggap
menjadi pemimpin yang dogmatis dan sewenang-wenang, karena telah berulangkali
menangkap orang-orang yang bertentangan pendapat dengannya.
Pada awal 1971, kelompok pemberotank muncul di Shanghai. Namun,
dikarenakan oleh wibawa dan keterampilan Mao dalam menangani masalah politik,
pasukan pemberontakan Lin Biao semakin terpencil menjadi semakin terpencil. Lin
Biao pun berusaha melarikan diri dengan meminta disediakan pesawat terbang
menuju ke Uni Soviet. Akan tetapi, karena kekurangan bahan bakar, maka pesawat
tersebut mengadakan pendaratan darurat didekat Bandar udara Under Khan didaerah
republic Rakyat Mongolia. Dan karena pendaratan tersebut tidak berjalan dengan
baik, maka pesawat tersebut meledak dan menewaskan seluruh penumpangnya (13 September 1971).
Sementara itu, rekan-rekan pemberontakan
Lin Biao yang masih berada di RRC ditangkap dengan tuduhan ; menentang Partai
Komunis China, kontra revolusioner, menentang Mao Ze Dong, dan mengadakan
hubungan gelap dengan pihak negara asing.
Garis Baru Partai
Komunis
Selain bernafsu untuk mengakhiri
keterbelakangan China secepatnya sejak diproklamasikannya RRC pada tahun 1949, RRC
juga bernafsu untuk menjadi pimpinan dari negara-negara berkembang. Sementara
itu, RRC juga tengah sibuk dalam konfrontasinya dengan Uni Soviet yang
mengerahkan 50 divisi pasukannya disepanjang garis perbatasan.
Setelah Revolusi Kebudayaan berakhir dan
tindakan maker Lin Biao dapat dipadamkan, maka Mao Ze Dong menunjukkan
kecendrungan memperbaiki ekonomi dan politik negara kembali, dan berusaha
menggalang persahabatan internasional terutama guna menanggulangi tekanan dari
Uni Soviet.
Sebagai langkah awal, Mao memanfaatkan
perundingan berskala RRC-Amerika Serikat dengan perantara Duta Besar
masing-masing di Warsawa dengan ajakan untuk menciptakan hubungan antara China
dan Amerika.
1970, Presiden Richard Nixon menyambut
hal itu dengan suasana baik, dan menyatakan kehendakannya untuk menarik tentara
Amerika dan Vietnam. Enam bulan kemudian, berlangsunglah kunjungan regu ping
pong Amerika ke RRC, bahkan pada Ulang Tahun kemerdekaan RRC, wartawan juga
ikut berkunjung untuk meliput perayaan di RRC tersebut.
Perkembangan pendekatan RRC dan Amerika
Serikat terasa demikian cepat, dan membawa pengaruh pula terhadap Sidang Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan Oktober 1971, ditandai dengan diakuinya
RRC oleh PBB untuk menjadi anggotanya. Negara yang awalnya dituding sebagai
negara agresif dan dianggap menghantui dunia karena ulahnya untuk mengobarkan
revolusi dunia, secara mendadak telah menjadi negara pemegang hak VETO di PBB.
Dan pada tanggal 28 Februari 1972
dikeluarkanlah Pernyataan Bersama RRC – Amerika Serikat, yang pokok-pokoknya
adalah sebagai berikut :
1. Amerika
Serikat dalam menjalankan perannya dalam Perang Vietnam tidak dimaksudkan untuk
mencampuri urusan dalam negeri Vietnam, dan tetap akan memenuhi janjinya untuk
membantu Korea Selatan.
2. RRC
menghendaki penarikan segenap tentara asing ke negara masing-masing dan agar
Korea Selatan dan Korea Utara menjadi satu sesuai dengan yang disarankan oleh
Korea Utara.
3. Kedua
belah pihak menyadari terdapatnya perbedaan dalam system sosial dan politik
luar negeri, sehingga tidak mungkin untuk mencapai persetujuan di segala
bidang.
4. Mengenai
masalah Taiwan, pihak RRC menilainya
sebagai suatu kendala bagi hubungan RRC dengan Amerika Serikat
5. Amerika
Serikat mengakui prinsip hidup berdampingan secara damai rumusan Konferensi
Asia-Afrika di Bandung tahun 1955.
Sebagai tindak lanjut dari kunjungan
Presiden Amerika, Richard Nixon sebagai pengesah Pernyataan Bersama RRC dan
Amerika Serikat, RRC juga memulihkan hubungan dagangnya dengan negara-negara
Eropa Barat dan Jepang. Dan pada tanggal 25 September 1972 Perdana Menteri
Jepang, Kakuei Tanaka berkunjung ke Beijing. Sikap rendah diri yang ditunjukkan
oleh Kakuei Tanak itu disambut oleh Perdana Menteri Zhou En Lai dengan
membatalkan tuntutan RRC atas pampas an perang terhadap Jepang. Dan
selanjutnya, keduanya mencapai persetujuan yang pada pokoknya berisi tentang :
1. Keadaan
tidak normal RRC-Jepang akan berakhir terhitung mulai tanggal diumumkan
persetujuan ini.
2. Jepang
mengaku Pemerintah RRC sebagai Pemerintah China satu-satunya.
3. RRC
menegaskan bahwa Taiwan merupakan wilayah yang tak terpisahkan dari China
4. Pemerintah
RRC dan Pemerintah Jepang menciptakan hubunga diplomatic terhitung mulai
tanggal 29 September 1972
5. Demi
persahabatan RRC-Jepang, maka pemerintah RRC membatalkan tuntutannya atas
pampas an perang terhadap Jepang
6. Kedua
belah Pemerintah yang bersangkutan akan berusaha menciptakan hubungan persahabatan
yang langgeng berdasarkan 5 prinsip hidup berdampingan secara damai.
7. Normalisasi
hubungan RRC-Jepang tidak ditujukan terhadap negara lain, dan kedua belah pihak
tidak akan menciptakan hegemoni di kawasan Asia-Pasifik dan akan menentang
usaha negara lain yang menciptakan hegemoni.
Perjanjian ini segera diikuti oleh
pemutusan hubungan diplomatic oleh Taiwan terhadap Jepang (April 1974). Namun
demikian tidak lama kemudian, baik Taiwan maupun Jepang bersepakat untuk
mempertahankan kelangsungan hubungan dagangnya yang meliputi sekitar US$ 2
milyar pertahun.
Kongres
Partai Komunis China Selanjutnya
Ketegangan politik sebagai akibat dari
Peristiwa Lin Biao tanggal 13 September 1973 lalu ternyata belum dapat diatasi
sepenuhnya. Kongres X hanya berlangsung selama 4 hari, yaitu pada tanggal 24
hingga 28 September 1973, yang pertama-tama membentuk presidium.
Kongres Komite Sentral X ini sangat
penting karena pada waktu itu sedang terjadi pergulatan antara kelompok
penganut aliran radikal dan penganut aliran moderat. Mao Ze Dong kemudian
mengutus Wang Hung Wen untuk menyampaikan laporan mengenai Perombakan Anggaran
Dasar Partai Komunis China, yang didalam laporannya menekankan bahwa Partai
Komunis China akan tetap berpegang teguh pada teori Marxisme-Leninisme-serta
pemikiran Mao Ze Dong. Berdasarkan uraian Wang Hong Wen tersebut, maka secara
otomatis telah menghapus segala rumusan yang memiliki sangkut paut dengan Lin
Biao.
Kongres juga kemudian memilih anggota
Komite Sentral yang baru, yang tampak
nyata bahwa terjadi pengecilan perwakilan Tentara Pembebasan Rakyat sebagai
anggota Komite Sentral. Hal itu dilatarbelakangi “Peristiwa Lin Biao” yang
mayoritas telah melibatkan Menteri Pertahanan serta para Angkatan Bersenjata
dalam tindakan makarnya.
Segera setelah Komite Sentral X
berakhir, Zhou En Lai tidak membuang waktunya untuk menghidupkan kembali
Rencana Lima Tahun ke-4. Dalam Rencana Lima Tahun ke-4 ini lebih ditekankan
kepada sarana-sarana ekonomi dan pendidikan nasional yang ditata dan
diberlakukan kembali fungsinya. Dalam pelaksanaannya, Rencana Lima Tahun
dikecam dengan berbagai alasan, diantaranya ; mengecam Partai Komunis China
yang menganut ajaran Konfusius, serta mengkaitkan segala bentuk kecaman
tersebut dengan Lin Biao.
Menurut Undang-Undang Dasar RRC, maka
Kongres harus diselenggarakan setiap 5 tahun. Akan tetapi sejak Kongres Rakyat
Nasional III diselenggarakan pada tahun 1965, negara RRC dilanda pergolakan
politik yang amat hebat, yaitu Revolusi Kebudayaan dan Peristiwan Lin Biao.
Oleh karena itu, maka antara Kongres III dan IV terdapat tenggang waktu 10
tahun.
Zhou En Lai yang usianya semakin rapuh yang ditunjuk untuk menyampaikan
laporan Karya Pemerintah RRC, yang pertama-tama menjelaskan alasan mengapa
terjadi tenggang waktu yang sangat panjang antara Kongres rakyyat Nasional III
(1965) dan Kongres Rakyat Nasional IV (1975) yaitu akibat 2 peristiwa besar
yang menghadang RRC belakangan itu.
Namun demikian, walaupun terjadi banyak
kendala, Pemerintah RRC masih tetap berhasil meraih sasaran-sasaran programnya
yang memuaskan di bidang politik, ekonomi, maupun diplomatic.
Hasil dibidang politik adalah berupa
kesinambungan revolusi yang mengarahkan pemerintah RRC kehaluan “kiri” dan
bahwa rakyat massa terus mempejari pikiran Mao Ze Dong, dan bahwa jajaran Dewan
Revolusi baik ditingkat pusat maupun daerah terdiri atas pola tri tunggal
(unsure tua, tengah baya, dan mudsa) sebagaimana yang telah diamanatkan oleh
Mao Ze Dong, demi dihapuskannya jurang antara generasi tua dan generasi muda.
Ditekankan pula agar diantara kekuatan-kekuatan sosial digalang dalam suatu
front persatuan termasuk kaum China perantauan yang patriotic.
Dibidang ekonomi, didapatkan hasil
berupa angka-angka produksi tahun 70-an yang melebihi angka-angka produksi
tahun 60-an. Dalam hal ini, Zhou meletakkan landasan bagi rencana pembangunan
ekonomi terpadu, yaitu : Tahap I, adalah pengembangan system industri yang
mandiri bagi tahun 80-1n, sedangkan tahap II adalah, modernisasi dibidang
pertanian, industri, pertahanan nasional, serta ilmu dan teknologi yang harus
dicapai sebelum abad XX berakhir. Rancangan Zhou En Lai dibidang ekonomi ini
juga merupakan embrio dari rencana modernisasi 4 bidang yang kemudian akan
menjadi garis besar haluan Negara RRC.
Dibidang diplomatic, Zhou En Lai
melaporkan bahwa politik luar negeri yangdianut RRC pada dasarnya tidak berbeda
dengan yang dilaporkannya pada kongres Partai Komunis X (1973) hanya saja
tekanan nya berbeda. Dalam hal ini, Zhou En Lai menekankan bahwa situasi
internasional dalam keadaan yang amat buruk, sehingga tidak mungkin diciptakan
perdamaian.
Zhou En Lai meramalkan bahwa dunia akan
menuju puncak Revolusi. Selanjutnya Zhou juga mengutarakan bahwa “Dunia Ketiga”
merupakan kekuatan pokok dalam melawan kolonialisme, imperialism dan
hegemonisme, khususnya mengenai hubungan antara RRC dan Amerika Serikat. Zhou
menilai hubungan RRC dengan Amerika akan tetap mengalami perkembangan yang baik
selama Komunike Shanghai tahun 1972 dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.
Acara berikutnya meliputi masalah perombakan
Undang-Undang Dasar Negara RRC yang dilator belakangi oleh keinginan Mao Ze
Dong pada tahun 1970 yang pernah mengambil prakarsa untuk merumuskan perombakan
Undang-Undang Dasar tersebut.
Tahun 1976 menjadi penanda titik-titik
dari kehidupan politik RRC, yaitu dengan meninggalnya 3 tokoh legendaries
China, yaitu ; Mao Ze Dong, Zhu De, dan En Zhou Lai, hal itu juga terkait pada
usia mereka yang memang sudah terlalu tua.
Tidak lama kemudian 4 orang tokoh aliran
dogmatis radikal yang pernah memegang pimpinan Revolusi Kebudayaan yang dikenal
sebagai 4 serangkai, yaitu l Jiang Qing,
Yao Wen Yuan, Wang Hong Wen, dan Chang Chun Qiao ditangkap oleh Ketua Partai
Komunis China Hua Gou Feng. Aliran konserfatif dan aliran pragmatis berhasil
mendesak Partai Komunis China, Hua Gou Feng untuk memulihkan Deng Xiao Ping
pada semua jabatan semula. Sejak itulah maka aliran pragmatis moderat menjadi
semakin berpengaruh. Dalam suasana politik seperti itulah maka Partai Komunis
maupun Pemerintah RRC mulai memikirkan untuk mengejar ketinggalan dibidang
pembangunan yang telah terhambat oleh satu dasa warsa Revolusi Kebudayaan dan
berbagai pergolakan politik lainnya. Maka demikianlah, pada tanggal 12
September 1977 Perencanaan Negara mulai merumuskan Garis-Garis Besar Pembangunan
Sosialis.
Pada pokoknya mengutarakan bahwa titik
berat dari pembangunan nasional RRC diletakkan dibidang pembangunan ekonomi,
seperti yang telah diajukan Perdana Menteri Zhou En Lai dalam laporannya kepada
Kongres Rakyat Nasional II tahun 1975.
Adapun momentum yang amat menentukan
mengenai modernisasi RRC adalah Sidang Pleno III Komite Sentral ke-11 bulan
Desember 1978, yang memutuskan bahwa Revolusi Kebudayaan dinyatakan berakhir,
dan bahwa kemudian segala upaya akan dipusatkan pada pelaksanaan Modernisasi
Sosialisasi.
Dalam rencana pembangunan ekonomi
terpadu tersebut yang mendapat prioritas pertama adalah bidang pertanian, oleh
karena pertanian dinilai sebagai sendiri ekonomi nasional China yang dalam dasa
warsa terakhir mengalami kerusakan berat. Disamping itu, 80% dari rakyat China
hidup dipedesaan. Harga beras produksi petani wajib dijual kepada Pemerintah
sebanyak 20%, serta ditetapkan pula bahwa untuk selanjutnya segenap peraturan
akan didasarkan pada penalaran. Perindustrian akan dikembangkan serta angkutan
akan dipulihkan. Dan guna mendukung rencana pembangunan ekonomi tersebut, maka
ilmu pengetahuan, teknologi, dan pendidikan pada umumnya akan mendapatkan
perhatian khusus juga.
Rencana Pembangunan Nasional RRC itu
kemudian dikenal dengan sebutan “Modernisasi 4 Bidang” yang diarahkan oleh Deng
Xiao Ping pada 16 Januari 1980. Adapun tujuan dari Modernisasi Empat
Bidang yang dijelaskan oleh Deng Xiao Ping adalah untuk meningkatkan nilai
perkapita China dari US$ 200 menjadi US$ 1000 pada akhir abad XX. Dalam
pelaksanaannya, Deng Xiao Ping juga berpedoman kepada acuan menganut jalan
sosialis, dengan konsekuensi bahwa Partai Komunis China harus memiliki
kepemimpinan dan menjadi daya penggerak dari segenap pekerjaan, serta menguasai
keterampilan professional dalam arti bahwa para Kader Partai Komunis haruslah
ahli didalam bidang masing-masing dan menguasai ilmu-ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta dibidang pertahanan nasional juga dituntut profesionalisme,
dan dalam perang dibutuhkan berbagai keterampilan perang, dan logistic.
Sejak diberlakukannya Modernisasi 4
Bidang tersebut, menunjukkan RRC yang selama ini menutup diri terhadap dunia
luar mulai membuka diri dengan menarik penanam modal asing. Dan untuk
kepentingan tersebut, pada tahun 1980, diciptakan Zona Ekonomi Khusus
diprovinsi Guang Dong, dan di Provinsi Fu Jian. Diikuti dengan dibukanya Zona
Ekonomi Khusus di Pulau Hai Nan (pulau terbesar di RRC) pada tahun 1984, yang
tak lama kemudian juga disusul oleh kota-kota besar lainnya, seperti ; Shanghai,
Ta Lian, Tian Jin, Ning Bo, dan Kanton. Puluhan ribu mahasiswa juga telah
dikirimkan ke Amerika Serikat untuk
menuntut ilmu.
22 Oktober 1984, Deng Xiao Ping dalam
pidatonya mengatakan bahwa menjelang tahun 2000, ketika RRC sudah menjadi
semakin kuat, maka 5% Gross National Product akan diperuntukkan bagi Tentara
Pembebasan Rakyat. Dan dengan anggaran belanja pertahanan negara yang akan
meliputi US$ 50 milyar maka angkatan bersenjata RRC juga akan dapat mempunyai
bom atom, peluru kendali, dan peralatan canggih. Sebaliknya, Tentara Pembebasan
Rakyat akan dikurangi 25%, namun tetap tak mempengaruhi jumlah tentara RRC yang
merupakan tentara dengan jumlah terbesar didunia.
Untuk selanjuutnya, tentara tidak lagi
akan dikerahkan diluar tugas-tugas khusus kemiliteran, seperti tugas kekaryaan
diperusahaan atau pertanian, kecuali jika benar-benar diperlukan guna
menanggulangi bencana nasional atau hal-hal bersifat darurat. Kemudian, secara
berturut-turut para pemimpin Partai Komunis dan RRC akan mengadakan kunjungan
ke luar negeri.
Dari kegiatan-kegiatan diplomatic
tersebut, RRC memperoleh bantuan teknologi yang tidak sedikit. Di Amerika
Serikat pada Januari 1984, Wakil Perdana Menteri Li Peng dan Menteri Energi
John Herrington telah menandatangani perjanjian kerja sama dibidang ilmu dan
teknologi nuklir. Dan dua minggu kemudian RRC dapat membeli peralatan guna
membangun pabrik meriam dan mesiu, 24 helikopter Sirosky, dan 3 kapal perusak.
Sejak tahun 1985, volume perdagangan RRC
dengan luar negeri meningkat pesat ; dengan Jepang naik 32% hingga mencapai US$
16,5 milyar, dan dengan Amerika meningkat hingga 26% atau US$ 8, 1 milyar. Dan
pada bulan November 1985, RRC mengadakan transaksi dengan berbagai pabrik
pesawat terbang terkemuka, seperti ; Mc. Donnel Douglas, Boeing, Gruman, dan
Nortrop yang meliputi US$ 598 juta. Kemudian, selanjutnya, Kongres Amerika
Serikat membatalkan larangan mengenai bantuan kepada RRC.
Pemerintah Inggris memberikan kredit
ekspor sejumlah $ 350 juta guna pembelian turbin dan generator. Dengan Jerman
telah diadakan kontrak dengan Kraftwerk Union A.G untuk membangun suatu proyek
tenaga nuklir disebelah Barat kota Shanghai. Dan dengan belanda diadakan
kontrak dengan N.V Philips untuk membangun pabrik televise berwarna di Nan Jing
dan Jiang Su.
Bagi RRC, pelaksanaan Politik
Modernisasi yang disatu pihak menggunakan penanaman modal asing, tetapi dilain
pihak ingin tetap mempertahankan prinsip-prinsip komunisme, hal itu tentu saja
akan menimbulkan beraneka ragam masalah bermunculan.
Terbukti pada awal tahun 1985 aliran
konservatif mulai mengkritik aliran reformis atas menurunnya produksi pangan,
sedangkan terlalu cepatnya perkembangan industri, mengakibatkan kekurangan
energy, bahan mentah fasilitas pengangkatan, dan kenaikan harga-harga.
Perdana Menteri Zhao Zi Yang melaporkan
kepada Kongres Rakyat Nasional 27 Maret 1985 mengenai program modernisasi tidak
semuanya berjalan dengan mulus. Dalam waktu singkat, memang berbagai kalangan
di Zona Ekonomi Khusus berhasil menikmati kenaikan taraf hidup yang mencolok,
tetapi hal itu juga menjadi pemicu hinggapnya “penyakit” masyarakat kapitalis
liberal, yaitu; korupsi, dan inflasi.
Oleh sebab itu, mulai bulan November
1985, Partai Komunis China berusaha untuk meluruskan jalannya Modernisasi 4
bidang dengan mengadakan operasi terhadap para pejabat yang korup. Pada bulan
itu juga terjadi demonstrasi mahasiswa yang mengecam Jepang sebagai “aggressor
ekonomi”. Sekretaris Jenderal Partai Komunis, Hu Yo Bang dituduh mempunyai
hubungan erat dengan perdana menteri Jepang, Yashiro Nakasone. Untuk meredakan
ketegangan ini, Hu Yo Bang mengutus beberapa pembantunya untuk mengadakan
dialog dengan para mahasiswa.
Desember 1986 berbagai ibukota kembali
dilanda demonstrasi mahasiswa yang menuntut dilaksanakannya demokrasi. Polisi
mencoba membubarkan kaum demonstran, tetapi hari berikutnya malah membuat
jumlah para demonstran semakin membengkak. Pemerintah RRC mulai memperingatkan
bahwa demonstrasi tanpa izin akan menerima tindakan tegas. Deng Xiao Ping pun
sampai mengadakan Sidang Komisi Militer Pusat (11-25 Desember 1986).
Didalam Sidang Komisi Militer Pusat,
Tentara Pembebasan Rakyat merasa kecewa terhadap keputusan Hu Yao Bang yang
dinilai terlalu bertenggang rasa menghadapi apa yang disebut “liberalisasi
borjuis”, mereka kecewa akan tindakan Hu Yao Bang yang dinilai kurang tegas
member perhitungan kepada para mahasiswa. Akhirnya, Hu Yo Bang meletakkan
jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis China, yang kemudian
digantikan oleh Zhaong Zi Yang, mantan Perdana Menteri RRC, dan kemudian
jabatan Perdana Menteri RRC dipercayakan kepada Li Peng.
Tahun 1987, terjadi demontrasi kembali.
2000 mahasiswa memasuki lapangan Tian An Men dipusat kota Beijing. Berbeda
dengan masa-masa lalu, maka dalam suasana yang kalut tersebut, RRC justru
menyelenggarakan Kongres Rakyat Nasional VII pada bulan Maret 1988.
Perdana Menteri Li Peng menyampaikan
laporannya mengenai karya Pemerintah RRC yang terlalu tergesa-gesa dalam
menciptakan pertumbuhan ekonomi, menyebabkan terjadinya inflasi. Dan dalam
menetapkan kebijakan ekonominya,
Pemerintah RRC menyatakan akan mengurangi anggaran belanja, menunda pembangunan
proyek-proyek baru, dan menutup perusahaan yang menggunakan energy dan bahan mentah yang berlebihan. Sistem
Perpajakan baru akan diberlakukan guna mengurangi kesenjangan sosial, Gaji
buruh dikota-kota juga telah dinaikkan. Dan pada sidang itu pula lah diangkat
Jenderal Yang Shang Kun sebagai presiden RRC. Dengan demikian, dari perkembangan
tersebut, nampak jelas bahwa sikap politik Partai Komunis telah ditetapkan.
PS: this is my friend homework i mad when we were still sit on 2nd Semester. Actually, Politics and Government of East Asian is one of my fav course at International Relation Studies. I always concern and interest learn about Asia, because lot of unique thing hide in there, its different when ur studying Western politics, it was tend to war, too formal. Politics and Government of East Asian is just like cannot be separated to their culture and unique history. just enjoy to explore this things :) <3 hope u too
PS II: Besides, i bit surprised, because this book is really old. the book cover, the writing style also shown u how old this book. But it really still stored, and used as course material, even u can easily find it in a big library on the city. It also shown u, that this old book is still use, and recommend for studying international relation. This probably because at this time, there's no one want to write or interest to discuss this anymore. Hope it will in the future :). Or, at least a new edition or version with more easy language :D because, honestly, old books have more difficult level to understand then read the English edition.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar