Minggu, 23 Maret 2014

Resume: Military Technology and Conflict: Geoffrey Kemp PART I

Mata kuliah Resolusi Konflik
SEMESTER VI


Military Technology and Conflict
by
Geoffrey Kemp 




Background
Makalah ini bersumber kepada tulisan karya Geoffrey Kemp yang berjudul “Military Technology and Conflict” yang secara garis besar membahas bagaimana argument Kemp dalam melihat hubungan antara teknologi militer dan konflik, dimana dalam tulisannya tersebut, Kemp membagi tahapan pembahasan menjadi 7 bagian, yakni: 
1) Perang Dingin, Central Arms Race, dan Disintegrasi dengan Uni Soviet; 
2) Transfer Teknologi Militer dan Konflik; 
3) Perang Baru, Sikap, dan Perilaku terhadap Teknologi Militer; 
4) Teknologi Militer Baru dan Keseimbangan Kekuatan Regional; 
5) Proliferasi dan Perang Asimetrikal;
 6) Casualty Aversion; 
7) Kesimpulan. 
Tulisan ini ditulis oleh Kemp atas dasar ketertarikannya terhadap perdebatan yang terus terjadi mengenai hubungan teknologi militer dan konflik, yang pada kenyataannya meskipun telah dipergunakan sejak ratusan tahun lalu dalam segala bentuk perang, perlawanan, maupun penciptaan perdamaian, fungsi dan pengaruh sesungguhnya dari adanya teknologi militer tersebut masih belum dipahami. Beberapa kaum percaya bahwa penggunaan teknologi militer adalah hal yang perlu ditinggalkan, karena saat ini lebih penting untuk memberikan perhatian kepada kepentingan ekonomi, sementara kaum yang lain percaya bahwa tanpa teknologi militer maka hal-hal seperti pencapaian perdamaian tidak akan pernah terwujud. Terlepas dari perdebatan-perdebatan tersebut, secara lebih rinci akan dijelaskan dalam makalah ini.

PEMBAHASAN 

Makalah ini bersumber kepada tulisan karya Geoffrey Kemp yang berjudul “Military Technology and Conflict” yang secara garis besar membahas bagaimana argument Kemp dalam melihat hubungan antara teknologi militer dan konflik. Geoffrey Kemp dalam tulisannya menganalogikan hubungan antara militer dan konflik sebagaimana hubungan antara ayam dan telurnya. Keberadaan teknologi militer didaerah konflik mencerminkan kebutuhan bagi negara-negara untuk membela diri terhadap musuh atau untuk memperbaiki kekurangannya. Namun persaingan senjata antara musuh itu sendiri dapat menjadi sumber konflik atau bahkan pemicu peperangan. Akibatnya, banyak yang percaya bahwa perlombaan senjata akan membawa dampak atau hasil yaitu perang, tidak mudah untuk mendemonstrasikan sebab dan akibatnya secara sederhana. Isu-isu yang sebenarnya adalah dampak dari akuisisi senjata pada stabilitas keseimbangan militer dan hubungan antara stabilitas tersebut dengan faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap konflik. Demikian juga, sulit untuk mengidentifikasikan senjata tertentu yang berkontribusi terhadap peningkatan atau penurunan dalam potensi konflik bersenjata. Senjata, termasuk senjata pemusnal massal, tidak menyebabkan perang atau menjamin perdamaian sendiri, melebihi fungsi atau sebab yang ditimbulkan oleh sebuah senjata api yang terbukti bertanggung jawab atas terjadinya kasus-kasus pembunuhan atau kemampuannya mengurangi kejahatan di kota-kota Amerika Serikat.
Faktor yang sebenarnya penting adalah lingkungan politik-militer, dimana senjata tersebut diperkenalkan. Jika lingkungan secara inheren tidak stabil dan musuh memiliki catatan menyelesaikan sengketa dengan kekerasan, maka munculnya senjata jenis baru akan dapat meningkatkan persepsi ancaman, memberikan katalis untuk perang. Namun, jika lingkungan yang stabil dan iklim yang berlaku adalah salah satu rekonsiliasi dan dialog damai, atau sebaliknya, jika kedua lawan mengantisipasi korban tidak dapat diterima dalam perang, dampak munculnya senjata jenis baru akan memiliki kemungkinan yang rendah terhadap bahaya dan bahkan akan dapat memberikan kontribusi untuk mewujudkan stabilitas. Jadi senjata-senjata yang dianggap dapat mengganggu stabilitas suatu wilayah dapat dianggap stabil di negara lain.
Kemp berpendapat bahwa tidak ada teori umum mengenai hubungan antara senjata dan konflik, bahwa kasus-kasus dapat ditemukan untuk menyesuaikan banyak hipotesis, dan bahwa perubahan dramatis terbaru dalam teknologi justru telah membuat semakin sulitnya untuk memprediksi efek tuduhan tersebut. Sebelum menghadapi beberapa masalah didepan, Kemp memberikan beberapa informasi latar belakang terkait senjata dan konflik.
Sepanjang sejarah kepemilikan dan produksi senjata sebagian besar menjadi monopoli otoritas politik yang dominan di beberapa kawasan di negara tertentu. Sampai saat ini, pihak yang paling sering menunjukkan karakteristik seperti itu ialah negara oligopoli, jika tidak secara langsung menganut kediktatoran, dimana kepemilikan atas usaha bukanlah hak yang dapat dimiliki bagi setiap warga sipil, termasuk dalam hal hak kepemilikan senjata. Aturan tersebut dibentuk antara lain untuk memastikan bahwa warga negara tidak memiliki daya untuk melawan penguasa, termasuk militer terorganisir yang mereka miliki. Sebagai contoh, selama abad ke-19, sebuah inisiatif internasional diluncurkan oleh kekuatan Eropa untuk melarang transfer jenis senapan sunsang ke Sub Sahara Afrika, dengan alasan bahwa pemberian senjata ke tangan pribumi akan menjadi sumber bagi ketidakstabilan, pemberian hak kepemilikan senjata bagi tangan pribumi akan dapat menimbulkan kekuatan untuk mengendalikan. Sebagaimana dirangkum dalam puisi satir Inggris oleh Hilaire Belloc, “Apapun yang terjadi, kita sudah mendapatkan pistol Maxim dan mereka belum”.
Selama teknologi militer merupakan monopoli negara atau kekuasaan kolonial, kerusuhan sipil dan pemberontakan dapat dikontrol. Namun, setelah mereka berkeinginan untuk mengubah status quo terhadap akses tekonologi militer – dengan mengkonversi pembelian, atau pemberontakan – dengan hasil distribusi dari power justru akan mengarah kepada penyebab terjadinya perang sipil dan revolusi. Oleh karena itu, dalam mempertimbangkan perspektif jangka panjang pada konflik bersenjata penting juga untuk kembali mengingat masa-masa sejarah Revolusi Amerika dan pentingnya peran senjata dalam revolusi tersebut, baik yang diproduksi secara lokal maupun dibeli dari luar negeri (terutama pada masa itu persenjataan dibeli dari Perancis). Tanpa akses senjata, revolusioner Amerika tidak dapat berperang melawan Inggris. Pengaruh dan peran senjata memberikan kemampuan bagi kekuatan konfrontasi revolusiner Amerika, senjata membangun kepercayaan diri Amerika bahwa mereka juga telah memiliki persenjataan dan dapat mengungguli Inggris.
Dalam beberapa tahun terakhir, satu set pertanyaan yang berbeda telah muncul dalam kontes senjata dan hubungan internasional, beberapa yang sangat penting ialah: 
(1) hubungan antara perkembangan teknologi nuklir dan potensi konflik di antara negara adidaya,
 (2) hubungan antara transfer teknologi militer dari kekuatan-kekuatan besar, yang secara tradisional   
      menjadi produsen utama senjata, dan kecenderungan penerima untuk terlibat dalam konflik 
     bersenjata, dan 
(3) dampak pada keamanan regional perubahan terbaru dalam sistem internasional dan 
      perkembangan baru dalam teknologi militer.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resume: Military Technology and Conflict: Geoffrey Kemp PART VI (PROLIFERASI DAN ASIMETRI PEPERANGAN)

Mata kuliah Resolusi Konflik SEMESTER VI Military Technology and Conflict by Geoffrey Kemp Proliferasi dan Asimetri...