Sabtu, 01 Maret 2014

Resume Book: Masyarakat, Politik, dan Pemerintahan Korea


Mata kuliah Politik Pembangunan Pemerintahan Negara Asia Timur
SEMESTER II
  




MASYARAKAT, POLITIK, DAN PEMERINTAHAN KOREA

By: Mochtar Mas'oed & Yang Seung Yoon



 SEJARAH POLITIK

Menjelang abad ke-20, situasi politik disekitar Semenanjung Korea cenderung lebih condong ke Jepang daripada ke Daratan China. Kecendrungan itu disebabkan oleh adanya pandangan kedua negara tersebut terhadap dunia luar dimana pandangan masing-masing negara itu berbeda satu sama lain. China masih menganggap dirinya adalah pusat dunia dan percaya bahwa kebudayaan yang dimilikinya jauh lebih unggul daripada kebudayaan yang dimiliki oleh dunia luar. Dengan anggapan dan kepercayaan seperti itulah, China tak mau melihat semua hal yang dikembangkan diluar daratan China, sedangkan Jepang sebagai negara kepulauan yang tidak memiliki banyak oihan sejak awal teah mengarah menuju dunia luar melalui  laut.
Bangsa Korea membuka pelabuhanIncheon bagi negara Barat pertama kali pada tahun 1876. Sejak saat itu, sejarah modern Korea mengalami perubahan besar, baik sejarah historis maupun politisnya. Ditengah masa berubahnya periode sejarah itu, gerakan nasionalis me menjadi peristiwa sejarah politik yang terpenting di Korea. Gerakan untuk membentuk negara rakyat mulai dijalankan darimasa akhir Dinasti Chosun, diteruskan selama masa penjajahan Jepang (1910-1945) dan berkembang setelah Korea merdeka.


MASA PENJAJAHAN JEPANG (1910-1945)

Penjajahan Jepang di Korea mulai berlangsung pada masa akhir Kerajaan Chosun telah menghancurkan kerajaan dan rakyat. Jepang ingin menguasai Semenanjung Korea yang strategis dan kemudian ingin memasukkan Semenanjung Korea tersebut sebagai bagian dari wilayah Jepang, serta kemudian menguasai rakyat Korea dan memasukkan rakyat Korea dalam struktur masyarakat Jepang. Dengan kata lain, penjajahan Jepang terhadap Korea didasarkan pada tujuan politis.
Masa penjajahan Jepang di Korea dimulai dari penggabungan dinasti Chosun pada tahun 1910, yang sebelumnya telah memotong terlebih dahulu campur tangan China dan Rusia terhadap Semenanjung Korea tersebut dengan mengadakan perang melawan dua negara besar tersebut.
Didalam masa penjajahannya, terdapat berbagai perubahan kebijakan penjajahan sepanjang 35 tahun, yaitu antara tahun 1910-1945. Dari awal penjajahannya, Jepang tetap memegang kebijakan “Naesun Ilche” yang menyatakan bahwa Jepang dan Korea (Chosun) adalah satu badan. Hal itu membuat pihak Jepang semakin membabi buta melakukan eksploitasi terhadap Korea. Misalnya, pada abad ke-18 hingga abad ke-19, pihak Jepang seringkali melakukan tukar menukar barang dengan alasan ‘perdagangan’ terhadap masyarakat Korea, namun tidak dilakukan secara seimbang.
Eksploitasi ekonomi juga dilakukan Jepang terhadap Korea dengan cara mengekspor barang-barang industri Jepang yang murah kepada Korea dan sebaliknya mengimpor barang-barang mentah yang mahal dari Korea namun dengan harga yang sangat murah.
Pada masa pecahnya Perang Dunia II, penjajah Jepang semakin lebih mementingkan penanaman modal di Korea daripada melakukan ekspor-impor industri. Penanaman modal ini dilakukan oleh kaum kapitalis yang memonopoli keuangan Jepang. Penjajah Jepang, disatu sisi mencoba menguasai kaum feodal Korea, dan dengan sisi lainnya memasukkan nilai-nilai kapitalisme kedalam tradisi masyarakat Koreal dan mulai melakukan modernisasi masyarakat Korea.
Pada masa pecahnya Perang Dunia II, masa penjajahan Jepang dapat dibedakan menjadi beberapa tahap, yakni :
Pertama, tahun 1910, penjajah Jepang melakukan kebijakan pemusnahan rakyat Korea yang membuat Korea dikuasai oleh polisi-polisi militer Jepang. Polisi-polisi militer itu telah diberikan hak khusus untuk menentukan kehidupan masyarakat Korea, memberikan mereka hukuman mati, dan lain-lain.
Untuk melawan kebijakan tersebut, maka pada tanggal 1 Maret 1919, Korea mengobarkan gerakan perjuangan kemerdekaan, yang dalam waktu singkat meluas hingga keseluruh Semenanjung Korea bahkan hingga kawasan Manchuria China.
Diwilayah Jepang sendiri, bangsa Korea sudah mulai membentuk pasukan dan satuan kemerdekaan yang memiliki senjata. Di sampan itu, organisasi-organisasi keagamaan dan kaum petani juga bergerak mengumpulkan dana untuk memberikan dukungan bagi gerakan kemerdekaan. Sehingga pada bulan September 1919, gerakan perjuangan kemerdekaan berhasil mendirikan Pemerintahan Sementara Korea di Shanghai, China. Pemerintah sementara itu menegakkan ideology baru untuk mendirikan suatu negara yang menggunakan ideology  baru untuk mendirikan suatu negara yang memakai system republic demokrasi sebagai pengganti system kerajaan.
Akibatnya, pada tahun 1920-an, Imperialis Jepang mulai memperbaiki kebijakan penjajahannya. Jepang mengumumkan politik kebudayaan, untuk meredam gerakan kemerdekaan yang dilancarkan Korea. Tetapi, sebenarnya kebijakan tersebut sama saja dengan kebijakan pemusnahan rakyat Korea dengan militer tersebut, pada intinya, yang diganti hanyalah namanya saja.
Namun, pemerintah Jepang mencoba meyakinkan bahwa kebijakan tersebut tidak sama dengan kebijakan sebelumnya, karena pada kebijakan kebudayaan ini, pihak Jepang telah mempersilahkan rakyat Korea untuk memperoleh pendidikan.
Pada tahun 1920-an, ditengah pelaksanaan kebijakan Politik Kebudayaan tersebut, ideology sosialisme mulai merasuki Korea dan mengakibatkan terjadinya perpecahan dan menimbulkan pertentangan dua ideology besar, yaitu kanan dan kiri.
Tahun 1931-1945, Jepang mengobarkan Perang Manchuria. Kemenangan yang diperoleh oleh Jepang, meningkatkan posisi Semenanjung Korea secara strategis. Dan sejak saat itu, Jepang menjadikan Semenanjung Korea sebagai basis logistic perang. Secara otomatis, akhirnya kebijakan politik budaya dihapuskan, dan Jepang mulai kembali mengeksploitasi Korea secara besar-besaran. Peralatan makan rakyat Korea yang terbuat dari logam disita dan dilebur untuk dijadikan senjata perang Jepang. Rakyat Korea juga dipaksa untuk menggunduli pohon-pohon pinus dan mengambil damarnya untuk dijadikan bahan bakar kendaraan perang pengganti bensin.
Akibat dari dihapuskannya kebijakan politik budaya Korea, maka hak untuk mendapatkan pendidikan bagi rakyat Korea ikut dihapuskan. Jepang melarang Korea mempelajari apapun yang terkait dengan perkembangan Korea, baik sejarah, huruf Korea, bahasa, maupus peristiwa seni budaya Korea.
Hanya pelajaran mengenai Jepang yang sengaja diberikan untuk pendidikan rakyat Korea, hal itu dimaksudkan untuk mendoktrin masyarakat Korea dengan sejarah-sejarah Korea yang sengaja dimasukkan Jepang sebagai sejarah Jepang. Serta Korea juga hanya diperbolehkan mempelajari bahasa Jepang. Dan disegala organisasi pendidikan, ditanamkan pengertian bahwa rakyat Korea adalah rakyat bawahan dibawah raja Jepang.
Jepang juga memaksa bangsa Korea untuk mengganti nama keluarga mereka menjadi nama keluarga orang Jepang. Hal itu menunjukkan bahwa pada masa penjajahan Jepang, para imperialis  Jepang tidak hanya melakukan eksploitasi secara ekonomis terhadap Korea tetapi juga menghancurkan tatanan kehidupan rakyat Korea. Hal itu dilatar belakangi oleh tujuan rakyat Jepang yang menginginkan negara Jepang dan Korea menjadi satu negara Jepang saja.
Setelah Perang Dunia II berakhir, banyak negara-negara baru merdeka mengalami masa revolusi untuk membersihkan pemerintahan baru yang bersih. Namun Korea tidak mengalami masa revolusi itu. Setelah berkahirnya masa penjajahan Jepang (1910-1945) dan masa Penguasaan Sekutu (1945-1948) yang sangat singkat, Korea langsung memulai kembali pemerintahannya sebagai negara merdeka dengan melanjutkan pemerintahan yang telah ada sebelumnya tanpa membersihkan unsure-unsur colonial dari pemerintahannya tersebut.
Dalam proses membentuk pemerintahannya, Korea mengalami berbagai macam kendala, diantaranya : korupsi, dan para kepala pemerintahan baru yang sama sekali belum memiliki pengalaman sehingga tidak tahu harus melakukan apa. Diikuti dengan konflik serta kerusuhan yang berlangsung sebagai akibat dari permasalahan-permasalahan diatas tersebut.
Pada tanggal 15 Agustus 1948, diangkatlah Rhee Syngman sebagai Presiden Republik Pertama di Korea. Selama 16 tahun  masa penyelenggaraan pemilihan presiden dan wakil presiden Korea Selatan (akibat Perang Dunia II, Korea telah terbagi menjadi dua negara, yaitu Korea Utara dan Selatan: Korea Utara dibawah pemerintahan Uni Soviet, dan Korea Selatan dibawah pemerintahan Amerika Serikat) berani melanggar Undang-Undang Dasar dengan tujuan agar tetap dapat memegang pemerintahan Korea sesuai dengan kemauannya sendiri. Presiden Rhee Syngman menerapkan pemerintahan Machiavelis, yaitu kuasa penuh.
Hal itu menyulut ketidakpuasan mahasiswa yang kemudian menyebabkan meletusnya revolusi mahasiswa pada tanggal 19 April 1960.
Melalui Revolusi Mahasiswa 19 April 1960, Partai Liberal dan Presiden Rhee Syngman yang berkuasa saat itu diganti oleh Partai Demokrasi. Dengan pergantian partai politik itu, pemerintahan baru Korea diwujudkan oleh kekuatan sipil. Setelah meruntuhkan pemerintahan anti-sipil sebelumnya, pemerintahan Republik Kedua (1960-1961) yang dipimpin oleh Perdana Menteri Chang Myon meluaskan lingkungan politiknya bagi partisipasi mayarakat luas.
Akan tetapi, pada masa pemerintahan Republik Kedua ini tidak memberika banyak langkah-langkah yang berarti, karena hanya memiliki tujuan untuk mengganti pemerintaha saja. Permasalahan penting Korea seperti pembagian Semenanjung Korea, hubungan luar negeri dan masalah kelas dalam masyarakat Korea tidak diperhatikan oleh Chang Myon dan para tokoh Partai Demokrasi. Hal ini menyebabkan situasi politik Korea semakin memanas. Yang akhirnya mendorong munculnya kudeta militer pada tahun 1961 yang dipimpin oleh Jenderal Park Chung Hee, yang berakhir dengan runuhnya kekuasaan pemerintahan Republik Kedua.
Meskipun demikian, keruntuhan Republik kedua di Korea mengandung beberapa arti politik, yaitu yang pertama, untuk dapat melaksanakan system politik yang demokratis, diperlukan keadilan yang didukung oleh efisien system politik. Dan yang kedua, untuk dapat mengembangkan demokrasi secara sukses, diperlukan kesesuaian antara kesadaran kekuatan politik dan tuntutan demokratisasi oleh rakyat. Dan walaupun Republik Kedua ini hanya berlangsung secara singkat, namun pada masa jabatannya, pemerintahan itu telah berhasil melaksanakan system parlementer dan system pemerintahan lokal yang demokratis, organnisasi-organisasi hak-hak manusia juga dikurangi. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa pada masa pemerintahan republic kedua Korea ini telah mencoba memperluas partisipasi dan kebebasan politik rakyat.
Setelah Republik Kedua itu jatuh, Jenderal Park segera membentuk Badan Eksekutif untuk Pembangunan Nasional dan selama tiga tahun kemudian, ia memimpin pemerintahan militer.
Namun hal itu juga membawa pengaruh negative bagi perkembangan politik Korea, karena militer kembali mendominasi dan menguasai semua kekuatan politik, dan menjadikan politik Korea sebagai system militer otoriter.
Hingga akhirnya, pada tahun 1963, dibentuklan Republik Ketiga Korea, yang tujuannya adalah memerima keinginan rakyat untuk merubah dominasi pemerintahan militer dan membuka masa republic kembali di negara Korea.
Jenderal Park Chung Hee akhirnya dinobatkan sebagai Presiden Republik Ketiga Korea. Dan ditangan Presiden Park Chung Hee, ia memutuskan untuk membentuk pemerintahan dibawah kepemimpinannya sendiri dengan alasan melangsungkan modernisasi tanah air dan industrialisasi perekonomian bangsa dibawah system Yu Shin[1].
Tetapi, walaupun Republik Ketiga Korea telah berubah kembali menjadi system politik sipil, namun pengaruh militer tetap terasa kuat, terbukti dari para anggota politiknya adalah orang-orang militer juga. Hal ini menyebabkan Republik Ketiga ini memiliki legitimasi politik yang sangat rendah sehingga dalam waktu yang relative singkat telah menghadapi ancaman dan pertentangan lainnya.
Ancaman dan pertentangan pada masa Republik Ketiga Korea mencapai puncaknya pada tanggal 26 Oktober 1979, ketika terjadi peristiwa pembunuhan Presiden Park Chung Hee yang dilakukan oleh Kim Jae Kyu yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Intelejen Korea. Hal itu membangkitkan konflik politik yang kian meruncing dan menumpuk selama masa jabatan Presiden Park Chung Hee tersebut.
Kematian Presiden Park Chung Hee tersebut justru dijadikan sebagai kesempatan bagi Jenderal Chun Doo Hwan untuk merebut kekuasaan pemerintahan, sehingga ia dapat memegang kekuasaan politik Korea baru. Jenderal Chun Doo Hwan mulai menyalahgunakan UUD yang baru agar dapat dipilih menjadi presiden Korea selanjutnya melalui pemilihan tak langsung. Dan akhirnya, Jenderal Chun Doo Hwan berhasil menjabat sebagai presiden selama 7 tahun sampai tahun 1987. Dalam pemerintahannya pada Republik Kelima Korea, Chun Doo Hwan juga menganut system Yu Shin, sehingga ia dapat menguasai segala bidang perpolitikan.
Pada masa Republik Kelima jugalah terdapat adanya pengutamaan bagi kaum teknokrat elit dan pemanfaatan kelompok militer. Bahkan hingga diakhir masa jabatannya, Presiden Chun mencoba mewariskan kekuasaan politik yang dipegangnya kepada kolega militernya. Pewarisan kekuasaan politik itu dilakukan dengan menggunakan cara yang sama dengan sewaktu pengangkatan dirinya menjadi presiden dahulu.
Menyadari rencana pergantian kepala negara seperti itu, seluruh rakyat Korea mulai melakukan aksi demontrasi untuk memperotes rencana tersebut, dan aksi itu memuncak pada akhir bulan Juni 1987.
Dan akhirnya, system pemilihan umum dilakukan kembali seperti prosedur semula, dengan dipilihnya Roh Tae Woo sebagai Presiden Republik China keenam Korea. Pada masa pemerintahan ini, badan legislative dan yudikatif diperkuat, baik kekuatannya maupun sifat otonomnya. Dengan demikian, system pemerintahan yang terdiri dari tiga badan utama mulai mencari kembali keseimbangannya.
Selain itu, otonomi pemerintah lokal dihidupkan kembali setelah selama 3 dasawarsa tidak dilaksanakan di Korea. Kebebasan pers juga dihidupkan  kembali. Yang dengan demikian, telah menunjukkan bahwa keinginan rakyat telah dipenuhi oleh pemerintah yang baru tersebut.
Tetapi, selama masa berlangsungnya Republik  Keenam ini juga tak lepas dari konflik politik yang menjadi semakin tajam karena kebebasan politik yang mengakibatkan terjadinya persaingan luar biasa diseluruh kalangan politik Korea. Dan Presiden Roh tampak tidak mampu memenuhidan mengendalikan keinginan rakyat yang terus meluap seiring dengan desakan demokrasi yang terjadi.
Setelah Presiden Roh diturunkan dari jabatan kepresidenannya, Kim Young Sam diangkat sebagai penggantinya. Pada masa pemerintahannya lah terjadi perubahan system politik secara total, yaitu dari system kekuatan militer ke system kekuatan sipil. Hal itu juga yang mengisyaratkan perubahan secara revolusioner dalam lingkungan politik Korea. Namun, penyempurnaan demokrasi dan konsolidasi demokrasi masuh merupakan masalah terpenting dalam pemerintahan Kim Young Sam.
Dan oleh karena keinginan Kim Young Sam untuk mewujudkan kestabilan tiga badan pemerintahan terpenting, memperkuat peranan Badan Pemeriksa Keuangan, serta melaksanakan keinginan elit sipil dan masyarakat luas, membuat ia terlalu bersemangat dalam mengajukan perubahan system politik, sehingga menyebabkan terlalu seringnya terjadi perubahan susunan cabinet, namun tanpa berhasil melaksanakan satu tujuan pun. Dan akhirnya, masa pemerintahannya hanya berumur lima tahun, usaha presiden Kim untuk memperbaiki kondisi politik, ternyata malah membawa Korea kedalam kondisi perekonomian yang parah, karena tidak diperhatikan.


BUDAYA POLITIK KOREA

Budaya politik Korea dicirikan dengan budaya politik otoriter di mana rakyat tunduk dan memberikan penghormatan kepada pemerintah. Tanpa tahu apa alasan mereka melakukan penghormatan tersebut. Akan tetapi, satu hal yang pasti, rakyat Korea sejak zaman dahulu memang lebih mementingkan urusan kemasyarakatan daripada urusan pribadi.
Dalam budaya politik seperti itulah, yang menyebabkan hubungan antara kaum elit politik dan rakyat Korea berkembang. Akibat budaya tersebut, kebijakan politik yang berdasarkan pada prinsip persetujuan rakyat secara umum dan prinsip pertanggungjawaban semakin dikurangi dan mulai kehilangan warna aslinya. Paternalisme otomatis berlaku sebagai prinsip politik Korea.
Kebudayaan Konfusius juga turut mengambil peran penting dalam budaya masyarakat Korea sejak zaman Kerajaan Chosun, dan hingga kini, sebagian besar rakyat Korea lebih condong kepada kewibawaan dan masih menekankan konsep serta idiologi Konfusius. Yang membuat rakyat Korea menjadi mudah untuk disatukan.
Namun, budaya tersebut berbeda dengan budaya yang dianut oleh negara-negara lain. Sehingga prinsip demokrasi masih sulit diterapkan, karena memang rakyat Korea itu sendiri yang masih suka membela negara dan pimpinannya daripada membela dirinya sendiri.
Namun, walaupun menyadari prinsip demokratisasi memang tampaknya sangat sulit untuk dikembangkan di Korea, namun sejak masa penjajahan Jepang berakhir hingga Korea memperoleh kemerdekaannya, Korea terus berusaha untuk menerapkan system demokrasi tersebut.
Hal itu terbukti dari usaha Korea dalam menerapkan system pemilihan presiden yang dilaksanakan secara demokratis melalui pemilihan umum. Namun, tetap saja, budaya mengikuti dan menuruti kemauan pimpinan, menyebabkan perkembangan demokrasi itu kemudian diselewengkan sebagai alat untuk memperbesar kekuasaan politik penguasa.
Selain unsure kebudayaan Konfusius, negara asing juga merupakan factor dalam memandang kenegaraan dan kaum elit negara Korea. Dimasa-masa lampau, China, Rusia, dan Jepang menjadi pihak-pihak yang mengganggu perkembangan negara dan bangsa Korea, dan dimasa modern, Amerika Serikat juga turut serta dalam mencampuri  urusan kenegaraan Korea, yang mengakibatkan terpecahnya wilayah Korea menjadi dua bagian.
Unsur-unsur yang diakibarkan oleh dunia luar tersebut menyebabkan Korea Selatan cenderung Pro Amerika Serikat dan tidak memiliki kekuatan otonom dalam menangani urusan luar negeri. Kehadiran dan campur tangan Amerika Serikat serta penempatan pasukannya untuk menjadikan Korea sebagai lokasi keamanan militer Korea Selatan dibawah pimpinan Amerika Serikat, telah dibenarkan Korea Selatan.
Besarnya pengaruh asing tersebut juga dilatarbelakangi oleh rakyat Korea yang belum terdidik sehingga tidak dapat menangani urusan-urusan kenegaraan, apalagi yang bersangkutan dengan luar negeri, sehingga urusan kenegaraan dan hubungan-hubungan luar negeri Korea masih dilaksanakan oleh pihak asing.
Setelah Korea merdekapun, segenap proyek pembangunan nasional dikerjakan oleh pemerintah militer Amerika Serikat. Sehingga, setelah Perang Dunia II berakhir, negara Korea tidak memiliki sifat mandiri terhadap masalah internasional dan tetap dipengaruhi oleh Amerika Serikat.
Hingga akhirnya terjadi perubahan pada tahun 1970 yang diawali oleh keresahan masyarakat sipil akan kedudukan mereka terhadap kekuatan supremasi negara dan masalah ketidak adilan penguasaan kekayaan nasional. Kekuatan masyarakat sipil ini semakin meningkat karena masyarakat sipil Korea telah berkembang sebagai hasil dari industrialisasi dan modernisasi yang tengah berjalan dengan pesat di Korea.
Peristiwa kerusuhan yang kian berkembang itu lama kelamaan mendorong merebaknya gerakan demokratisasi di Korea Selatan pada tahun 1987, gerakan tersebut telah berani merongrong kekuasaan yang absolute. Membuktikan bahwa sudah semakin banyak masyarakat yang berpikirna demokratis dan tak lagi tergantung kepada kebudayaan.
Peningkatan kekuatan kerusuhan tersebut juga dilatarbelakangi oleh pemerintah militer-sipil yang telah kehilangan kewibawaannya bila dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya, sehingga tidak dapat lagi mengontrol kalangan pengusaha dan kaum buruh dengan ketat. Oleh sebab itu, kerusuhan buruh kemudian menjadi cirri khas dari pemerintahan masa Presiden Kim Young Sam.
Selain itu, Kim Young Sam juga telah merusak seluruh tatanan perekonomian, terbukti dari pada masa sebelumnya, Korea telah dapat menuju pasar bebas seiring dengan system Putaran Uruguay dan system perdagangan WTO dimasa globalisasi internasionalisasi. Kalangan pengusaha juga semakin sulit memperoleh pinjaman dan pada masa pemerintahan Kin juga lah yang membuat kalangan pengusaha Korea belum memiliki daya saing dalam pasar internasional. Ditambah  lagi, krisis moneter yang melanda Korea pada masa itu.
Setelah diturnkannya Kim Young Sam dari jabatan kepresidenannya, Kim Dae Jung diangkat menjadi Presiden selanjutnya. Ia memegang peran yang berat akibat masa pemerintahannya sebelumnya. Dan untuk memulihkan perekonomian Korea tersebut, Kim Dae Jung membentuk Komite Nosajung[2] sebagai komite yang langsung dikuasai oleh kepala negara.
Tujuan dibentuknya Nosajung tersebut adalah untuk mempertemukan aspirasi dari kalangan perburuhan, pengusaha, maupun pemerintah. Namun dalam pelaksanaanya, Komite nosajung tidak berjalan dengan lancar. Kaum buruh memiliki suara serta tuntutan keras karena selama ini kelangan perburuhan telah dapat mengorganisir segenap lapangan perburuhan di Korea, para pengusaha juga turut mengadakan perselisihan. Hal ini membuat Presiden Kim Dae Jung (DJ) tidak memiliki banyak pilihan untuk mengontrol kalangan buruh dan pengusaha tersebut. Namun, usaha Nosajung ini adalah pertanda awalnya dimulai system demokratisasi yang sebenarnya dalam masyarakat Korea.
Dan memasuki abad 21, demokratisasi ditingkat negara dan masyarakat sipil Korea menghadapi banyak kesulitan sehubungan dengan semakin bervariasinya tantangan liberalisasi dan internasionalisasi. Usaha untuk mencari jalan tengah dan menyesuaikan semua unsure melalui prosedur yang disetujui oleh semua orang dalam masyarakat yang semakin berkembang dengan pesat itu akan menjadi upaya yang benar-benar sulit.


KEPEMIMPINAN ELIT POLITIK

Karakteristik elit politik Korea memiliki konsep atau kesadaran bahwa mereka menempati posisi khusus dalam panggung politik, serta memiliki hak-hak istimewa. Hal itu menyebabkan para politikus dalam praktek kenegaraannya kerap bertindak sewenag-wenang dan menyalah gunakan hak-hak istimewa.
Penyalah gunaan hak-hak istimewa tersebut menjadikan rakyat Korea cenderung memandang elit politiknya sebagai penipu dan membuat mereka tidak percaya lagi kepada para elit politik yang menjalankan pemerintahan.
Selain itu, para elit politik Korea juga memiliki karakteristik suka saling berebut kekuasaan dengan seribu cara yang sangat Machiavelis, dan cenderung menyelesaikan masalah dengan mengumpulkan serangan fisik anggota-anggota politiknya, daripada keahlian politiknya itu sendiri. Dan pada umumnya, seluruh elit politik memiliki cirri, watak, serta pemikiran yang sama / seragam. Dalam pengambilan keputusan pun, mereka cenderung mengabaikan suara-suara minoritas, selain itu mereka juga kurang professional.


FUNGSI DAN PERANAN PERS

Sejarah penerbitan harian di Korea telah berlangsung lebih dari satu abad, yang ditandai dengan penerbitan edisi pertama Harian Kemerdekaan yang disebut Dongnip Shinmun yang diterbitkan oleh tokoh pejuang kemerdekaan; Suh Jae Pil, sebagai sarana publikasi resmi Komite Kemerdekaan Korea. Surat kabar itu merupakan harian non pemerintah yang pertama di Korea.
Walaupun mendapat banyak gangguan dan tekanan dari pemerintah penjajah Jepang, beberapa harian juga pernah memegang peranan penting dalam menyadarkan rakyat umum mengenai keadaan yang sebenarnya terjadi di Korea pada masa itu, serta untuk membangkitkan semangat kemerdekaan bangsa.
Pada masa penjajahan Jepang, harian tersebut sering dihentikan, karena fungsi dan perananya sebagai harian anti pemerintah penjajah Jepang. Harian tersebut juga tak bertahan lama, karena menghadapi tekanan pemerintah imperialis. Sebaliknya, golongan elit dan masyarakat umum Korea dimasa penjajahan Jepang sangat menghargai fungsi dan peran harian tersebut. Tetapi, sayangnya, fungsi dan peran harian tersebut juga seringkali disalahgunakan oleh kekuatan politik yang muncul setelah Korea merdeka. Meskipun ada perubahan fungsi dan peranan harian Korea sejak saat itu, namun masyarakt Korea tetap masih mempercayai fungsi dan peranan harian tersebut hingga sekarang.
Dalam perkembangannnya, Pers dapat dilihat pada pasa republic pertama dan kedua Korea. Pada masa pemerintahan baru, kalangan pers Korea segera terpecah berdasarkan 4 isu utama, yakni ; isu mengenai mantan politikus pro Jepang, yang isinya menyerang mantan politikus pro Jepang tersebut dan menuntut segera dimunculkan kekuatan politik baru di Korea.
Isu kedua adalah; isu mengenai Komunisme, yang isinya menuntut agar Korea bersikap anti komunis, serta bagian lain menuntut agar Korea pro terhadap Komunis.
Ketiga, adalah isu mengenai keberadaan pemetintahan militer Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang isinya melarang keberadaan pemerintahan militer Amerika Serikan di Korea Selatan dan Uni Soviet di Korea Utara, serta bagian lainnya yang mendukung keberadaan pemerintahan militer tersebut.
Keempat, isu mengenai dua negara Korea yang isinya menginginkan kembali Korea Utara dan Korea Selatan bersatu kembali.
Pada masa Perang Korea (1950-1953) aktivitas harian Korea menjadi terhambat kemunculannya. Fungsi harian Korea semakin merosot dan dibatasi kepada fungsi yang melaporkan pengumuman dari markas besar pasukan PBB yang ada di Korea, dan sebagian besar harian yang lain telah berhenti fungsi dan peranannya.
Setelah Korea merdeka hingga masa akhir Republik Kedua Korea, fungsi dan peranan kalangan pers dapat memperoleh nilai positif. Pada masa Republik Kelima Korea, pers diberikan kebebasan, namun cenderung aktif dalam menentang kebijakan-kebijakan pemerintahan saja, serta menyertakan pendapat umum didalamnya.
Pada masa Republik Ketiga Korea, terbentuk perintah kemiliteran pasal 11 yang mencantumkan ara-cara untuk membersihkan serta membasmi organisasi pers gadungan. Akibat perintah tersebut, 1200 lebih terbitan menghentikan penerbitannya, dan hanya sekitar 485 yang tetap dibiarkan hidup, termasuk 44 macam terbitan harian, 65 macam terbitan mingguan, serta 270 macam terbitan bulanan.
Pada tanggal 28 Mei 1961, departemen Informasi sekali lagi mengumumkan peraturan pers yang lebih ketat, yang tujuannya agar kalangan pers tidak dapat lagi mengkritik pemerintahan militer. Pemerintah militer kemudia memperketat pengawasan terhadap kalangan pers untuk mengontrol fungsi dan peranan pers sebagai sarana informasi masyarakat. Akibatnya, penerbitan harian menjadi sangat dibatasi dan hanya dimiliki oleh sejumlah kalangan kapitalis.
Perkembangan pers di masa Republik Keempat Korea juga masih terbatas dalam  mengumpulkan berita. Tetapi, pengontrolan diserahkan kepada pihak organisasi per situ sendiri, pemerintah bahkan mengangkat pimpinan wartawan sebagai juru bicara organisasi pemerintah dan sebagai pengontrol susunan penyiaran. Dengan demikian, pemerintah dapat mengontrol penyaluran informasi dari pemerintah maupun masyarakat umum.
Masa Republik kelima, setelah menguasai kekuatan politik, kelompok militer baru (Jenderal Chun Doo Hwan) segera melakukan reformasi kalangan pers dan system penguasaannya. Kebijakan pers pada masa pemerintahan Republik Kelima lebih keras daripada kebijakan-kebijakan pers selama  masa republic yang lain.
Pemerintahan Republic Kelima dengan paksa melarang sejumah besar wartawan untuk melaksanakan tugas jurnalistik mereka. Hal itu didorong oleh adanya kekhawatiran pemerintah militer baru terhadap perkembangan para wartawan yang semakinlama dapat menjadi kekuatan anti pemerintah.
Dengan pengontrolan pemerintah, isi berita harian yang terbit menjadi hampir sama, sehingga menyebabkan rakyat umum semakin lama enggan membaca harian dan lebih condong mendengarkan siaran di radio. Hingga akhirnya pertengahan masa Republik Kelima, siaran radio juga akhirnya dimiliki secara pribadi, pemerintah mengambil alih siaran radio Korea.
Namun, setelah memasuki masa Republik Keenam Korea, kegiatan dan fungsi pers mulai mendapatkan titik terang. Peran pers menjadi sangat aktif, karena pemerintahan tak lagi mengontrol informasi dan berita penting yang datang dari kalangan pers internasional. Dengan demikian, fungsi pers dan peran pers telah memasuki era baru.
Pemerintah Republik Keenam kemudian menggunakan cara pengawasan kalangan pers melalui modal. Bermacam-macam kebijakan pengawasan lingkunga pers dilakukan secara tidak langsung. Sejumlah bisnis konglomerat bersaing untuk memiliki perusahaan pers. Karena, disisi lain, sejumlah besar kegiatan pers juga muncul kembali dan membanjiri masyarakat Korea.


KELOMPOK KEPENTINGAN DAN PARTAI POLITIK

Dalam sistem politik yang demokratis,kelompok kepentingan mempunyai peran yang sangat penting. Pada tahun 1990-an kegiatan aktif  kelompok kepentingan telah menjadi sebuah unsur penting untuk mengembangkan politik Korea.
Munculnya kelompok kepentingan dan aktifnya kegiatan mereka  menimbulkan pula efek negatif dalam masyarakat Korea dalam membentuk kerjasamanya.Setelah memasuki tahun 1990-an, perkembangan masyarakat sipil terus terjadi dan semakin dikembangkan dalam proses Industrialisasi dan Demokratisasi.
Akhir tahun 1990-an,bersama gerakan kemasyarakatan di Korea,kelompok kepentingan diperbesar kuantitasnya sementara fungsi dan peranannya dalam masyarakat sipil pun diutamakan.Adanya persaingan maupun kerjasama antara kelompok kepentingan tersebut telah meningkatkan kerjasama,tetapi juga telah memperlihatkan konflik yang sangat tajam.Kelompok kepentingan Korea yang memiliki karakteristik seperti itu antara lain kelompok kepentingan masyarakat sipil,perburuhan,kelompok guru,kelompok wanita dan kelompok kepentingan  lingkungan hidup.Namun di Korea sistem politik masih belum mampu bekerja secara sempurna dalam menyalurkan kepentingan yang bervariasi.
Sampai saat ini fungsi kelompok kepentingan di Korea pada umumnya di pusatkan pada badan Eksekutif,mereka juga belum memberikan pengaruh dan tekanan secara aktif terhadap badan legislatif dan partai politik untuk menciptakan kepentingannya.Sementara itu partai politik dan badan Legislatif tidak tidak menganggap kelompok kepentingan tersebut sebagai pelaku politik yang seimbang Setelah memasuki masa Reformasi,semua kelompok kepentingan telah menyadari dua hal yaitu,yang pertama kemenangan melalui persaingan dan perjuangan dalam hubungan baru dan yang kedua yaitu penetapan dan penyesuaian diri dalam struktur baru antara kelompok kepentingan badan Legislatif-pemerintah.
Meskipun memberikan pengaruh positif bagi keseimbangan hubungan antara pemerintah, badan Legislatif,dan kelompok kepentingan tertentu(buruh,guru dsb).Keberadaan kelompok kepentingan juga dapat menimbulkan ancaman bagi persatuan rakyat Korea Selatan
Dalam proses perkembangan partai politik di Korea dibagi dalam 3 tahap, yakni:
1.      Masa Korea merdeka sampai masa pembentukkan pemerintahan Republik Korea
2.      Masa dimulainya pemerintahan Republik Korea sampai masa pembentukkan dua partai politik besar (partai Liberal dan Partai Demokrat)
3.      Masa setelah berakhirnya penjajahan Partai Liberal dan dimulainya Partai Politik untuk rakyat umum yang memiliki struktur politik.


PERMASALAHAN PARTAI POLITIK DAN TANTANGAN

Partai-partai politik Korea memiliki sifat-sifat positif. Namun juga memiliki permasalahan yang sangat serius. Politik Korea dapat juga disebut sebagai “politik seorang kepala negara”, dimana partai politik hanya menjadi alat sampinangan untuk memelihara kelanggengan pemerintahannya. Partai pemerintah dan kepala negara sangat terkait, sehingga apabila kepala negara diganti maka partai politiknya juga akan diganti.Sesuai dengan kecendrungan itu, partai pemerintah sangat berkuasa menyebabkan semua partai oposisi memiliki kekuatan yang lemah.
Di Korea, pemerintah tidak di ciptakan oleh partai politik, justru pemerintahlah yang menciptakan partai politik. Hal ini juga menjadi masalah, partai politik menjadi kurang mampu menjalankan fungsinya. Sementara itu partai politik juga tidak memiliki sifat politis.


MENCAPAI PARTAI YANG IDEAL

Untuk mengembangkan partai politik yang ideal di Korea,ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
1.      Partai politik tidak boleh mendukung kepentingan satu orang politikus.
2.      Partai politik harus terus berlangsung dan tidak memiliki kaitan dengan masa jabatan pemimpin tertinggi.
3.      Partai politik harus menegakkan identitasnya dengan jelas
4.      Dapat memelihara struktur yang stabil serta menjaga sistem kekuasaan anggotanya.
5.      Memiliki kemampuan untuk menghubungkan rakyat dan pemerintah
6.      Memilki struktur atau badan yang dapat mengatur kebijakan pemerintah
7.      Meningkatkan jumlah dan kualitas anggotanya .


PERAN DAN FUNGSI BADAN LEGISLATIF 

Korea memiliki 3 badan kenegaraan,salah satunya yaitu badan Legislatif. Badan Lefislatif Korea dibentuK pada 31 Mei 1948.Pada masa DPR pertama disebut sebagai DPR pembentuk UUD Korea. DPR kelima pada masa pemerintahan Republik  Kedua di Korea (29Juli 1960-16Mei 1961) menetapkan sistem dua majelis yaitu Min iu won dan Cham Ui Won (majelis rendah dan majelis tinggi). Kecuali dalam masa yang singkat itu Korea tetap memelihara sistem satu perwakilan rakyat.Selama berlangsungnya sejarah legislatif Korea, pembentukkan majelis dan anggotanya tidak dapat memenuhi penetapan UUD dalam masa jabatannya untuk kelima kalinya.
DPR pertama Korea disebut sebagai DPR pembentuk Undang-Undang.Fungsi dan peran  DPR sangat luas yaitu:
1.      Sebagai badan Legislatif
2.      Memiliki hak untuk memeriksa pemerintahan
3.      Memanggil menteri  kabinet untuk memberikan keterangan mengenai kebijakan pemerintah
4.      Membuka rapat umum
5.      Mendakwah presiden dan pejabat tinggi pemerintahan
6.      Memberikan persetujuan untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat tinggi pemerintahan
7.      Melakukan penyesuaian kebijakan reformasi hak untuk memilih presiden.

Setelah kudeta yang terjadi pada 16 Mei 1961, melalui perubahan UUD, Republik ketiga menghidupkan kembali sistem kepresidenan  dan sistem Majelis Tunggal. UUD dimasa Republik ketiga Korea sangat menjatuhkan martabat rapat kabinet dengan tujuan untuk memperkuat kekuatan presiden.
Setelah dimulainya sistem Yu Shin dan masa Republik keempat (1972), sistem parlementer jauh lebih baik menambahkan sifat-sifat negara administratif. Pada masa ini sistem pemilihan anggota DPR berganti menjadi sistem daerah pemungutan berskala menengah. Kegiatan, fungsi, dan peranan badan Legislatif di masa Sistem Yu Shin sangat dikurangi dan sangat tidak bisa berkembang.
Fungsi dan kewibawaan badan Legislatif sedikit pulih pada masa Republik Kelima.Sistem pengangkatan anggota DPR oleh Presiden dihapuskan, UUD Republik Kelima menetapkan konstituensi nasional.
UUD dimasa Republik Keenam memperlihatkan sifatnya sebagai UUD yang telah sedikit Demokratis. Hak khusus yang dinikmati partai pemerintah hampir semuanya dihapuskan. Pemulihan kembali hak DPR  menjadi dasar bagi DPR. 


HUBUNGAN BADAN EKSEKUTIF DAN BADAN LEGISLATIF 

Hubungan antara badan Eksekutif dan badan Legislatif dapat berkembang maju apabila badan Legislatif dapat mengontrol badan Eksekutif. Walaupun mengalami perubahan,DPR Korea memilki hak-hak khusus  untuk mengontrol badan Eksekutif, namun disamping itu perwujudan hak-hak tersebut sering dibatasi.
Perbedaan badan Eksekutif dan badan Legislatif di Korea masih terlalu besar. Sementara itu dimata rakyat umum, kemampuan anggota DPR masih belum mencukupi baik dari segi moral, politis, maupun  profesionaismenya.
Untuk meningkatkan fungsi badan Legislatif Korea, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, diantaranya:
1.      Fungsi dan peran diperkokoh melalui pembukaan DPR sepanjang tahun dan waktu  untuk mengadakan rapat anggota DPR jga diperpanjang.
2.      DPR membatasii hak badan Eksekutif  untuk mengajukan UU.
3.      Fungsi dan peran rapat dalam DPR ditingkatkan dan penetapan peraturan dan pembicaraan wajib dilakukan melalui rapat tersebut.
4.      Profesionalisme kerja oleh DPR
5.      Kepala DPR memiliki hak istimewa untuk mengontrol semua urusan dalam DPR.


SISTEM BIROKRASI 

Sistem Birokrasi Korea pernah mengalami perubahan kedalam berbagai bentuk berdasarkan sifat pemerintahan dan kebutuhan lingkungan politik. Republik pertama di Korea jelas memperlihatkan dan menonjolkan sistem birokrasi yang berfungsi untuk memelihara sistem politiknya, sedangkan sistem birokrasi dimasa Republik Ketiga, Keempat, dan Kelima bersifat keras dalam paksaan dan pengembangan negara dan bangsa.
Pada bulan Juli 1987, sistem Birokrasi telah memasuki era baru dalam hal perubahan sifat sistem itu sendiri.Keadaan politik yang masih rusuh menyebabkan kalangan pegawai pemerintah dan birokrat tidak mau aktif bekerja melainkan hanya menerima perintah dari atasan saja.Hal itu diperkirakan menjadi sebuah kecendrungan penyakit dalam sistem Birokrasi Korea dimasa transisi.

Sistem Birokrasi dimasa Republik Pertama
Sistem birokrasi dimasa Republik Pertama Korea merupakan sistem birokrasi yang berfungsi untuk memelihara struktur politik pemerintah dan sistem politik. Sistem birokrasi saat itu tidak sempat menciptakan sistem masyarakat sipil yang lebih makmur baik dari segi ekonomi maupun dari segi sosial lainnya.

Sistem Birokrasi dimasa Republik Ketiga, Keempat dan Kelima
 Sistem birokrasi yang digunakan selama masa Republik Ketiga, Keempat dan Kelima adalah berdasarkan pada budaya militer, yang bersifat otoritarian sehingga golongan birokrasi semakin menempati posisi tersendiri dalam struktur kemasyarakatan.

Sistem Birokrasi dimasa Transisi Demokrasi
Memasuki era Republik Keenam, sistem Birokrasi Korea mengalami perubahan untuk mengganti sistem otoriter dan menyesuaikan diri menjadi sistem baru.Pemerintah sipil secara positif mencoba melakukan reformasi sistem politik dan restruktuisasi.


PERMASALAHAN DAN TANTANGAN KEDEPAN 

Fungsi dan peran Birokrasi sangat penting bagi upaya demokratisasi Korea,namun akibat yang ditimbulkanoleh fungsi dan peran tersebut seringali berlawanan dengan arah demokrasi.Sistem Birokrasi Korea sampai saat ini tetap berdasarkan ajaran Konfusius, sehingga menyebabkan sistem Birokrasi mengandung permasalahan yang sangat rumit dan tradisi Korea masih memperlihatkan kewibawaannya sampai sekarang.
Meluasnya kalangan birokrat dan kekuatan sistem birokrasi pernah mengurangi kemauan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri. Korupsi tidak dapat berkurang.Dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini sistem Birokrasi Korea belum mencapai tujuan yang memuaskan bagi kalangan birokrasi dan masyarakat umum.
Sistem birokrasi Korea saat ini memilki dua tugas yang sangat penting.Yang pertama ialah melepaskan keinginan untuk menguasai rakyat  umum, dan yang kedua yaitu mengarah pada sudut pandang yang baru agar dapat melepaskan diri dari sistem kewibawaan. Untuk memperbaiki arah sistem birokrasi Korea, terlebih dahulu harus diciptakannya suatu kekuatan otonom pribadi pegawai pemerintah dan juga keadaan lingkungan yang menguasai pegawai pemerintah.
Urusan dalam sistem birokrasi berkaitan dengan urusan sehari-hari anggota masyarakat sipil, sehingga setiap anggota sistem birokrasi tersebut sangat diharapkan memiliki konsep dan kesadaran sebagai tuan rumah.


PEMERINTAH LOKAL

Sepanjang sejarahnya pemerintah Korea selalu menerapkan sistem pemerintahan terpusat atau juga disebut sistem Gwan Chi,dimana negara mengontrol dan menguasai rakyat sipil secara langsung.Pada masa berikutnya,negeri Korea telah memperlihatkan sedikit pentingnya pemerintahan lokal.Sistem kerajaan Koryo(Sa Sim Kwan)dan Keajaan Chosun(Hyank Kak) mengakui keberadaan pemrintahan lokal.
Pada masa Korea merdeka,disusun UU Otonomi Pemerintahan Lokal.Setelah menghadapi tantangan dan perubahan sistem politik lokal di masa pemerintahan sipil,Korea telah memasuki era otonomi pemerintahan lokal. Namun sampai saat ini masih terdapat banyak permasalahan yang sulit diatasi.
Di awal kemerdekaan Presiden Korea, Rhee Syngman segera menyusun Undang Undang Otonomi pemerintahan Lokal. UU tersebut mengalami empat kali perubahan. Pemerintah Republik Pertama berani menjalankan otonomi pemerintahan lokal dengan maksud mewujudkan demokrasi, namun tujuan dasar itu beralih menjadi suatu sistem administratif yang dikuasai pemerintah karena partai pemerintah saat itu (Partai Liberal) mulai menggunakan sistem otonomi Pemerintahan Lokal sebagai sarana pendukungnya dalam pemilu.
Partai Demokrat yang menguasai pemerintahan melalui revolusi mahasiswa segera melakukan perbaikan Undang Undang untuk kelima kalinya. Untuk pertama kalinya anggota DPRD dan kepala pemerintah daerah dipilih secara langsung melalui pemilu.
Pemerintah Partai Demokrat dimasa Republik Kedua tidak mampu meningkatkan kekuatannya dalam mengontrol urusan administrative karena kerusuhan sosial sehingga menjalankan sistem administratif regional. Dapat dikatakan pada masa ini sistem Pemerintahan Lokal telah dihilangkan. 
Masa Republik Kelima Korea dimulai dari tekanan terhadap demokratisasi oleh kelompok militer baru yang memanfaatkan waktu kevakuman kekuasaan.Tidak kuatnya dasar dukungan politik pemerintahan politik pemerintahan Republik Kelima menyebabkan mereka harus menjalankan sistem penguasaan sentral yang sangat ketat.
Setelah pemerintahan Republik Keenam menjalankan pemerintahannya,UU Otonomi  Pemerintahan Lokal segera diperbaiki.Namun dalam masa ini belum terjadi pemilihan untuk memilih kepala pemerintahan daerah. Masa Republik Keenam merupakan masa batas bagi kelancaran pelaksanaan otonomi lokal.
Pemerintahan Sipil dipimpin oleh Presiden Kim Young-Sam,memulai babak baru otonomi lokal.Melalui tiga kali perbaikan Undang Undang Sistem Otonomi Politik Lokal pemerintah sipil secara resmi membuka era politik ditingkat lokal. Sistem ekonomi lokal setelah masa Republik Keenam Korea merupakan sistem gabungan antara unsur sistem kekuasaan pemerintahan lokal.
Pada masa ini urusan pemerintahan sangat terbatas dan pemisahan kekuatan politik antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah belum terlaksana secara sempurna. Adanya pembatasan terhadap otonomi lokal.
Pemerintah pusat Korea memegang kebijakan untuk menguasai pemerintahan daerah sebagai objek  kontrol. Hubungan kerjasama DPRD dan kepala pemerintah daerah masih belum terwujud. Masalah konflik antara pemerintah daerah khususnya daerah tingkat dua sangat serius.Masalah kekurangan keuangan pemerintah daerah juga sangat serius dan hal itu dapat menimbulkan krisis sistem otonomi politik regional di Korea.
Kecendrungan tiap-tiap kepala pemerintahan dan anggota DPR untuk menonjolkan partai politiknya masing-masing seringkali menimbulkan konflik.Cara menyelenggarakan pemilu juga sangat dibatasi sehingga mereka yang memiliki hak untuk memilih sangat sedikit agar sejumlah besar yang lain dapat ikut serta memilih dalam pemilihan ditingkat lokal.
Politik regional harus dikembangkan,baik pemerintah daerah tidak boleh menggantungkan senua urusan regionalnya kepada pemerintah pusat,maupun karena adanya hubungan saling kontrol antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah  serta antar pemerintah daerh itu sendiri. 


KELANJUTAN HUBUNGAN ANTAR KOREA

Atas dasar terpisahnya Korea menjadi dua wilayah, kemudian diterbitkanlah suatu bentuk kebijakan, yang dikenal dengan sebutan “Kebijakan Matahari”, Presiden Kim Dae Jung memilih kebijakan tersebut secara de facto. Melalui kebijakan ini, pemerintahan  Kim Dae Jung tak henti-hentinya berusaha menciptakan suasana damai ketimbang suasana konflik.Sebagai tahap pertama untuk menuju era penyatuan kedua pihak mencoba untuk mengurangi kerugian yang diderita oleh masing-masing pihak.
Pada dasarnya pemerintahan Korea Selatan tidak hanya menerima dan mengejar perubahan da kecendrungan masyarakat  Internasional yang cepat sekali berubah setelah masuk tahun 90-an.
Pertemuan puncak antara Presiden Korea Selatan dan pemimpin tertinggi Korea Utara sangat mengandung  arti dalam sejarah  pemisahan Korea. Melalui acara puncak tersebut, kedua Korea memilih cara penyatuan dengan cara hidup bersama secara damai.


KONSTELASI POLITIK INTERNASIONAL DAN SEMENANJUNG KOREA

Semenanjung Korea kini berada dalam tahap peralihan dari sistem Perang Dingin menuju sistem peredaan peperangan dalam konstelasi politik Internasional yang tengah berubah.Korea selatan telah memperoleh keberhasilan dengan tercapainya normalisasi kerjasama diplomatik dengan negara-negara sosialis.
Setelah berakhirnya sistem perang dingin, wilayah Asia Timur menjadi pusat perhatian Internasional. Keadaan ini membuat wilayah tersebut menjadi persaingan yang ketat oleh Amerika Serikat, Jepang, Rusia dan Cina.
Berbeda dengan apa yang terjadi pada masa sistem perang dingin,sejumlah negara disekitar Semenanjung Korea membentuk hubungan Bilateral dan struktur  yang rumit dan mencakup banyak aspek. Dalam hal ini, hubungan antar Korea serta permasalahan Semenanjung Korea akan terus dipertanyakan kemampuannya untuk memelihara perdamaian dan keamanan dalam hubungan kerjasama bilateral.


[1] System politik Yu Shin adalah keunggulan kekuasaan presiden diatas tiga badan kenegaraan; presiden berhak untuk memilih sepertiga anggota DPR, membubarkan DPR, memeriksa anggaran belanja badan eksekutif, serta berhak campur tangan dalam hal pengangkatan dan penurunan mahkamah agung.
[2] Salah satu komite yang langsung dikuasai oleh kepala negara Korea Selatan, yang terdiri dari perwakilan kaum buruh, para pengusaha, dan pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resume: Military Technology and Conflict: Geoffrey Kemp PART VI (PROLIFERASI DAN ASIMETRI PEPERANGAN)

Mata kuliah Resolusi Konflik SEMESTER VI Military Technology and Conflict by Geoffrey Kemp Proliferasi dan Asimetri...