Selasa, 25 Maret 2014

BOOK RESUME: THE TWENTY YEARS CRISIS: EDWARD HALLET CARR


MATA KULIAH TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL
 


Summary ini akan membahas mengenai jurnal yang berjudul : “The Twenty Years Crisis : Telaah atas Pemikiran Realisme Politik Edward Hallet Carr. Jurnal Verity Tahun 2 Nomor 3 Januari-Juni 2010”. Yang secara garis besar memaparkan mengenai kritik keras yang dilontarkan Edward Hallet Carr terhadap aliran idealisme-utopian, yang menurutnya kurang relevan mendeskripsikan situasi dan kondisi politik internasional pada masa itu. Dan buku pertamanya yang berjudul : “The Twenty Years Crisis” yang diterbitkan tak lama setelah pecahnya PD II, tepatnya pada bulan September 1939 (yang hingga sekarang masih tetap eksis sebagai salah satu rujukan penting dalam literatur HI) dilatarbelakangi oleh permasalahan krisis 20 tahun (The Twenty Years Crisis, 1919-1939) yang melanda Eropa sebagai bukti kerapuhan lembaga-lembaga internasional, fakta adanya perebutan kekuasaan antara Negara-bangsa, serta kesalahan pendapat public dunia yang mendukung pasifisme yang dilatarbelakangi oleh dasar-dasar pemikiran normative idealisme-utopian.
Pada bagian awal didalam jurnal ini dipaparkan kesimpulan mengenai latar belakang konseptualisasi Realisme Politik Carr. Tentang banyaknya pemikiran Charr yang bertentangan dengan konseptualisasi aliran idealisme-utopian. Tentang bagaimana memecahkan masalah-masalah politik semacam perang yang juga dianggap sebagai penyakit hubungan internasional didalam aliran Idealisme-utopian yang memilih untuk menyiasati cara menghilangkan perang atau mengubah tatanan yang terdapat didalam sebuah fenomena.
Akan tetapi cara memecahkan masalah politik seperti perang yang dipaparkan oleh aliran idealism-utopian tersebut dianggap Carr sebagai sesuatu yang tidak real, hanya angan-angan. Karena pemerintahan dunia dan keamanan kolektif yang umumnya didambakan oleh kaum idealism-utopian adalah hal yang tidak mungkin terjadi selama kedaulatan masih melekat didalam tubuh Negara.
Untuk itu, Carr melalui pandangan realismenya bermaksud untuk memperbaiki keluguan pemikiran tersebut karena terlalu menitikberatkan kepada maksud dan tujuan tanpa merangkaikan keseluruhannya pada fakta yang empirik. Realisme menempatkan pemikiran politik dan suara kehidupan politik kedalam satu hal yakni yang sarat dengan peperangan dimana power politics masih menjadi pilihan utama bagi Negara-bangsa.
Dalam bagian lainnya dalam jurnal ini dibahas mengenai “Pembedaan Carr atas Realisme dan Idealisme-Utopian”. Didalam bagian ini dikemukakan gambaran Carr mengenai 4 pembedaan penting antara realism dan idealism-utopian.
Pertama, adalah tentang deskripsi skematik antara realism dan idealism (realita dan utopia). Kaum Idealisme-utopia percaya akan adanya transformasi masyarakat yang ideal melalui act of will, yang sayangnya tidak didukung dengan pengetahuan yang memadai untuk melakukan transformasi masyarakat menuju kondisi yang ideal tanpa konflik karena terdapat hambatan-hambatan nyata, sehingga kaum idealism-utopian cenderung tidak dapat bergerak dari keadaan sesungguhnya dengan tujuan yang diinginkan karena terlalu mengabaikan permasalahan hambatan-hambatan nyata tersebut. Selain itu, idealisme-utopian memimpikan perdamaian dunia, yang juga tidak didukung oleh adanya rancangan jitu yang dapat mewujudkan perdamaian tersebut, karena mereka memiliki kepercayaan besar bahwa perdamaian dunia akan terwujud dengan menerapkan pandangan-pandangan absolute dan prinsip-prinsip universal (perdamaian, cita-cita harmonis, keamanan kolektif, dan perdagangan bebas).  Tentu saja hal tersebut berbeda dengan pandangan kaum realis, yang menganggap bahwa realitas sosial tidak bisa diubah melalui suatu perjanjian. Realitas social adalah produk dari suatu rantai panjang kausalitas, sebuah hasil yang predetermined. Kaum realis menganggap hal-hal nyata sebagaimana adanya dan pesimis terhadap tindakan-tindakan yang dipercaya dapat mengubah dunia menuju keadaan ideal. Carr juga beranggapan bahwa prinsip-prinsip universal tersebut hanyalah selubung kepentingan istimewa status quo yang diciptakan dari sebuah keegoisan dengan maksud-maksud elitis demi memuaskan hasrat kekuasaan. Sebagai gantinya, Carr lebih mencukung konsep logika laissez-faire yang membentuk tatanan ideology elitis oleh Negara-negara yang berbasis pada perekonomian kuat dengan klaim-klaim keuntungan bersama namun untuk kebaikan mereka sendiri.
Kedua, mengenai teori dan praktik. Kaum idealisme-utopian mencoba mereproduksikan realitas dengan mengacu kepada teori (ide), sementara kaum realis menganggap teori berasal dari realitas (praktik).
Ketiga, tentang “kiri” dan “kanan”. Golongan kiri dianggap sebagai golongan radikal yang utopis (umumnya terdiri atas cendekiawan dan orang-orang terpelajar), dan kanan adalah golongan konservatif yakni realis (praktisi politik). Kiri memiliki kelemahan dalam menerjemahkan teori kedalam praktik, sementara kanan lemah dalam hal teori tetapi kuat dalam praktik. Kiri memiliki gagasan, dan kanan memiliki kebijakan.
Dan terakhit, Keempat, mengenai etika dan politik. Idealisme-utopian percaya akan kekuatan etika sebagai panduan alam kebijakan luar negeri (etika merupakan kontrol politik), sementara realis percaya bahwa etika muncul dari hubungan kekuasaan (politik lebih memegang kontrol dibandingkan etika).
Dan dari seluruh perbedaan atau pertentangan antara pemikiran realis dan Idealisme-utopian, Carr beranggapan bahwa hal tersebut hanya dapat dijawab melalui penyajian fakta empiris yang terjadi dalam hubungan internasional.
Selain itu, didalam bagian-bagian akhir, jurnal ini juga menyebutkan mengenai kepercayaan Carr terhadap adanya teori struggle for power yang ketika itu tengah diacuhkan oleh Negara-bangsa sebagai sebuah kendali alamiah. Carr menganggap, ketika Negara-bangsa melarikan diri dari struggle for power maka hal tersebut justru akan membahayakan diri mereka sendiri. Struggle for power diwadahi dalam bentuk kepentingan nasional sebagai satu-satunya alat untuk memperoleh kekuasaan didalam system internasional dan oleh sebab itu benturan kepentingan nasional tidak dapat dihindari. Dan oleh sebab itu, struggle for power  juga harus turut dihadirkan. Dengan demikian, Carr tidak mengabaikan pentingnya perubahan system internasional namun juga tidak mempedulikan perdamaian dunia internasional. Akan tetapi, setiap Negara juga perlu menyesuaikan diri terhadap hubungan kekuasaan seperti perubahan atau pergeseran aliansi strategis antara Negara-bangsa (the irresistible strength of existing forces and the inevitable character of existing tendencies).
Dan kesimpulan didalam jurnal atas telaah buku Edward Hallet Carr : The Twenty Years Crisis yakni bahwa tidak ada dimensi etik-moral dalam hubungan internasional, yang ada hanyalah power politics. Perimbangan etik-moral hanyalah merupakan produk dari Negara-negara kuat, seperti halnya LBB yang merupakan produk AS dan Inggris. Dan etik moral hanya berfungsi apabila didasarkan atas kepentingan Negara-negara kuat semata, dan apabila kenyataannya justru menghambat Negara-negara kuat, maka power politics akan diutamakan. Untuk itu, wajar LBB gagal memainkan perannya sebagai polisi dunia saat mengawal jalannya roda hubungan internasional.

JUMLAH TULISAN : 900 kata 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resume: Military Technology and Conflict: Geoffrey Kemp PART VI (PROLIFERASI DAN ASIMETRI PEPERANGAN)

Mata kuliah Resolusi Konflik SEMESTER VI Military Technology and Conflict by Geoffrey Kemp Proliferasi dan Asimetri...