MATA KULIAH
TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL

Summary ini akan membahas mengenai jurnal yang
berjudul : “The Twenty Years Crisis : Telaah
atas Pemikiran Realisme Politik Edward Hallet Carr. Jurnal Verity Tahun 2 Nomor
3 Januari-Juni 2010”. Yang secara garis besar memaparkan mengenai kritik keras
yang dilontarkan Edward Hallet Carr terhadap aliran idealisme-utopian, yang
menurutnya kurang relevan mendeskripsikan situasi dan kondisi politik
internasional pada masa itu. Dan buku pertamanya yang berjudul : “The Twenty Years Crisis” yang
diterbitkan tak lama setelah pecahnya PD II, tepatnya pada bulan September 1939
(yang hingga sekarang masih tetap eksis sebagai salah satu rujukan penting
dalam literatur HI) dilatarbelakangi oleh permasalahan krisis 20 tahun (The Twenty Years Crisis, 1919-1939) yang
melanda Eropa sebagai bukti kerapuhan lembaga-lembaga internasional, fakta
adanya perebutan kekuasaan antara Negara-bangsa, serta kesalahan pendapat
public dunia yang mendukung pasifisme yang dilatarbelakangi oleh dasar-dasar
pemikiran normative idealisme-utopian.
Pada bagian awal didalam jurnal ini dipaparkan
kesimpulan mengenai latar belakang konseptualisasi Realisme Politik Carr. Tentang
banyaknya pemikiran Charr yang bertentangan dengan konseptualisasi aliran
idealisme-utopian. Tentang bagaimana memecahkan masalah-masalah politik semacam
perang yang juga dianggap sebagai penyakit hubungan internasional didalam
aliran Idealisme-utopian yang memilih untuk menyiasati cara menghilangkan
perang atau mengubah tatanan yang terdapat didalam sebuah fenomena.
Akan tetapi cara memecahkan masalah politik seperti
perang yang dipaparkan oleh aliran idealism-utopian tersebut dianggap Carr
sebagai sesuatu yang tidak real,
hanya angan-angan. Karena pemerintahan dunia dan keamanan kolektif yang umumnya
didambakan oleh kaum idealism-utopian adalah hal yang tidak mungkin terjadi
selama kedaulatan masih melekat didalam tubuh Negara.
Untuk itu, Carr melalui pandangan realismenya
bermaksud untuk memperbaiki keluguan pemikiran tersebut karena terlalu
menitikberatkan kepada maksud dan tujuan tanpa merangkaikan keseluruhannya pada
fakta yang empirik. Realisme menempatkan pemikiran politik dan suara kehidupan
politik kedalam satu hal yakni yang sarat dengan peperangan dimana power politics masih menjadi pilihan
utama bagi Negara-bangsa.
Dalam bagian lainnya dalam jurnal ini dibahas
mengenai “Pembedaan Carr atas Realisme
dan Idealisme-Utopian”. Didalam bagian ini dikemukakan gambaran Carr
mengenai 4 pembedaan penting antara realism dan idealism-utopian.
Pertama,
adalah tentang deskripsi skematik antara realism dan idealism (realita dan
utopia). Kaum Idealisme-utopia percaya akan adanya transformasi masyarakat yang
ideal melalui act of will, yang
sayangnya tidak didukung dengan pengetahuan yang memadai untuk melakukan
transformasi masyarakat menuju kondisi yang ideal tanpa konflik karena terdapat
hambatan-hambatan nyata, sehingga kaum idealism-utopian cenderung tidak dapat
bergerak dari keadaan sesungguhnya dengan tujuan yang diinginkan karena terlalu
mengabaikan permasalahan hambatan-hambatan nyata tersebut. Selain itu,
idealisme-utopian memimpikan perdamaian dunia, yang juga tidak didukung oleh
adanya rancangan jitu yang dapat mewujudkan perdamaian tersebut, karena mereka
memiliki kepercayaan besar bahwa perdamaian dunia akan terwujud dengan
menerapkan pandangan-pandangan absolute dan prinsip-prinsip universal
(perdamaian, cita-cita harmonis, keamanan kolektif, dan perdagangan bebas). Tentu saja hal tersebut berbeda dengan
pandangan kaum realis, yang menganggap bahwa realitas sosial tidak bisa diubah
melalui suatu perjanjian. Realitas social adalah produk dari suatu rantai
panjang kausalitas, sebuah hasil yang predetermined.
Kaum realis menganggap hal-hal nyata sebagaimana adanya dan pesimis terhadap
tindakan-tindakan yang dipercaya dapat mengubah dunia menuju keadaan ideal.
Carr juga beranggapan bahwa prinsip-prinsip universal tersebut hanyalah
selubung kepentingan istimewa status quo
yang diciptakan dari sebuah keegoisan dengan maksud-maksud elitis demi
memuaskan hasrat kekuasaan. Sebagai gantinya, Carr lebih mencukung konsep
logika laissez-faire yang membentuk
tatanan ideology elitis oleh Negara-negara yang berbasis pada perekonomian kuat
dengan klaim-klaim keuntungan bersama namun untuk kebaikan mereka sendiri.
Kedua,
mengenai teori dan praktik. Kaum idealisme-utopian mencoba mereproduksikan
realitas dengan mengacu kepada teori (ide), sementara kaum realis menganggap
teori berasal dari realitas (praktik).
Ketiga,
tentang “kiri” dan “kanan”. Golongan kiri dianggap sebagai golongan radikal
yang utopis (umumnya terdiri atas cendekiawan dan orang-orang terpelajar), dan
kanan adalah golongan konservatif yakni realis (praktisi politik). Kiri
memiliki kelemahan dalam menerjemahkan teori kedalam praktik, sementara kanan
lemah dalam hal teori tetapi kuat dalam praktik. Kiri memiliki gagasan, dan
kanan memiliki kebijakan.
Dan terakhit, Keempat,
mengenai etika dan politik. Idealisme-utopian percaya akan kekuatan etika
sebagai panduan alam kebijakan luar negeri (etika merupakan kontrol politik),
sementara realis percaya bahwa etika muncul dari hubungan kekuasaan (politik
lebih memegang kontrol dibandingkan etika).
Dan dari seluruh perbedaan atau pertentangan antara
pemikiran realis dan Idealisme-utopian, Carr beranggapan bahwa hal tersebut
hanya dapat dijawab melalui penyajian fakta empiris yang terjadi dalam hubungan
internasional.
Selain itu, didalam bagian-bagian akhir, jurnal ini
juga menyebutkan mengenai kepercayaan Carr terhadap adanya teori struggle for power yang ketika itu
tengah diacuhkan oleh Negara-bangsa sebagai sebuah kendali alamiah. Carr
menganggap, ketika Negara-bangsa melarikan diri dari struggle for power maka hal tersebut justru akan membahayakan diri
mereka sendiri. Struggle for power
diwadahi dalam bentuk kepentingan nasional sebagai satu-satunya alat untuk
memperoleh kekuasaan didalam system internasional dan oleh sebab itu benturan
kepentingan nasional tidak dapat dihindari. Dan oleh sebab itu, struggle for power juga harus turut dihadirkan. Dengan demikian,
Carr tidak mengabaikan pentingnya perubahan system internasional namun juga
tidak mempedulikan perdamaian dunia internasional. Akan tetapi, setiap Negara
juga perlu menyesuaikan diri terhadap hubungan kekuasaan seperti perubahan atau
pergeseran aliansi strategis antara Negara-bangsa (the irresistible strength of existing forces and the inevitable
character of existing tendencies).
Dan kesimpulan didalam jurnal atas telaah buku
Edward Hallet Carr : The Twenty Years
Crisis yakni bahwa tidak ada dimensi etik-moral dalam hubungan
internasional, yang ada hanyalah power
politics. Perimbangan etik-moral hanyalah merupakan produk dari
Negara-negara kuat, seperti halnya LBB yang merupakan produk AS dan Inggris.
Dan etik moral hanya berfungsi apabila didasarkan atas kepentingan
Negara-negara kuat semata, dan apabila kenyataannya justru menghambat
Negara-negara kuat, maka power politics
akan diutamakan. Untuk itu, wajar LBB gagal memainkan perannya sebagai polisi
dunia saat mengawal jalannya roda hubungan internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar