Mata kuliah Resolusi Konflik
SEMESTER VI
SEMESTER VI

Military Technology and Conflict
by
Geoffrey Kemp
Perang
Dingin, Central Arm Race, dan
Disintegrasi dengan Uni Soviet
Sejak
awal 1950-an perdebatan tentang dampak teknologi militer pada sistem internasional telah difokuskan pada dua peristiwa, yakni:
Central Arm Race
antara NATO dan negara-negara
yang tergabung dalam Pakta Warsawa, serta proliferasi
teknologi senjata untuk konflik daerah di seluruh
dunia. Sepanjang Perang
Dingin, terjadi kontroversi yang
berlangsung terkait stabilitas Central Arm Race.
Terdapat dua argumen yang sangat
terbatas. Kaum Pesimis berpendapat bahwa perubahan konstan dalam teknologi
senjata nuklir dan momentum perlombaan senjata membuat keseimbangan kekuatan
menjadi rentan dan karena itu cenderung tidak stabil serta berpotensi
membahayakan. Kelompok Pesimis ini terdiri dari mayoritas pendukung pengawasan
senjata unilateral dan kelompok reduksi senjata (pro terhadap pengurangan
penggunaan senjata). Kampanye Perlucutan Senjata Nuklir (CND) yang diluncurkan
pada tahun 1950, serta momentum gerakan pembekuan nuklir pada tahun 1980 adalah
dua contoh peristiwa yang menonjol dan menjadi garis pemikiran kaum Pesimis. Berbanding
dengan argument kelompok Pesimis, kaum Optimis menyatakan bahwa perdamaian di
Eropa dapat terwujud diantara negara-negara adidaya justru dikarenakan dampak
perang yang mengerikan, yang kemudian menjadi renungan. Kaum Optimis tersebut
terdiri dari sebagian besar pemerintah Barat yang pro terhadap prinsip-prinsip
pencegahan dan mendukung adanya modernisasi nuklir sebagai cara terbaik untuk
memastikan stabilitas dan keseimbangan kekuasaan antara NATO dan anggota Pakta
Warsawa. Akan tetapi terdapat kesamaan pendapat diantara kedua kelompok
tersebut, bahwa salah satu efek dari keseimbangan pusat kekuasaan, baik itu
rentan atau stabil, adalah untuk mengekspor Perang Dingin kepada bentuk konflik
area regional, yang pada gilirannya, menyebabkan percepatan penumpukan senjata
regional.
Sejalan dengan argumen tentang
keseimbangan kekuasaan, terdapat beberapa isu sekunder lain terkait ekonomi
dari berbagai perlombaan senjata. Kaum Pesimis berpendapat bahwa baik pusat
maupun daerah memiliki kepentingan dalam perlombaan senjata, yaitu keinginan
negara untuk mempromosikan penjualan senjatanya. Sementara kelompok lainnya
berpendapat bahwa penyebaran senjata pemusnah masal pada konflik regional
dipicu oleh keengganan kekuatan industri senjata untuk memberikan senjata
konvensional yang memadai, contoh adalah ketika Israel justru mengembangkan
senjata nuklir setelah dikenakan embargo senjata oleh negara-negara industri
kunci, serupa dengan yang dialami Taiwan, Afrika Selatan, dan Pakistan.
Teori yang paling modern dari
evolusi perlombaan senjata selama Perang Dingin adalah mengenai senjata
termonuklir. Senjata termonuklir memiliki kecendrungan terhadap konflik,
meskipun dalam pandangan luas, termonuklir tidak memiliki potensi penghancuran
sebesar senjata nuklir, ataupun senjata konvensional lainnya. Selain itu berdasarkan perhitungan
matematika, senjata termonuklir memilki durasi yang pendek dalam perang. Namun
keadaan tersebut mengarahkan sebagian besar pengamat percaya bahwa selama ada
hubungan simetri antara para pihak, maka keseimbangan terhadap terror akan
menghalangi setiap sisi yang beresiko terhadap perang.
Meskipun masih belum jelas apakah
pencegahan selama era ini secara inheren stabil atau tidak stabil, tidak dapat
disangkal pula bahwa selama tiga puluh tahun terakhir terbentuknya Pakta
Warsawa dan negara-negara anggota NATO dapat menikmati kondisi negara mereka
yang stabil secara nominal. Stabilitas tersebut dihasilkan dari beberapa kondisi,
yakni:
- Kapasitas
menghancurkan yang sangat hebat dari senjata termonuklir
- Total integrasi
senjata nuklir kedalam struktur pasukan dan doktrin militer terhadap
aliansi lawan
- Batas-batas yang
jelas serta diterima dalam hal pemisahan kekuatan
- Kebijakan
eksplisit mengenai penggunaan kekuatan yang mengharuskan kedua sisi
menyerang sisi lainnya.
- Konsensus virtual
terhadap kemungkinan tidak akan adanya pemenang dalam perang skala penuh (full scare war).
- Pemahaman bahwa
eskalasi perang nuklir akan sangat mungkin terjadi jika perang terpecah.
- Jalur komunikasi
yang jelas antara musuh
- Penerimaan secara
jelas dominasi Soviet dan Amerika dalam Pakta Warsawa dan keanggotaan NATO
- Kemampuan musuh
mengandung muduh untuk konflik regional diluar konflik sentral dan menolak
adanya intervensi militer dalam konflik dengan aliansi
- Rezim stabil
dikedua kubu yang bertikai.
Hubungan antara teknologi militer
dan acara yang paling spektakuler dalam konteks era modern – pecahnya Uni
Soviet Union yang tidak jelas, peristiwa dimana negara paling otoriter dan
sangat ketat dikontrol oleh pemerintahannya runtuh pada tahun 1989 dan 1991.
Peristiwa tersebut sebanding dengan peristiwa pembubaran Kekaisaran
Austro-Hungaria dan Ottoman pada akhir Perang Dunia I dan kekalahan kekuatan
Poros pada tahun 1945. Runtuhnya Soviet Union membawa dampak mendalam dan abadi
pada sistem internasional pada decade-dekade yang akan datang. Negara-negara
baru bermunculan begitu cepat, dengan nama-nama dan batas-batas baru yang
tersebar di seluruh daratan Eurasia, Tirai Besi salah satu negara tidak
terkalahkan telah hancur, dan sebagai gantinya ratusan perbatasan baru
bermunculan. Hal ini sekaligus menjadi harapan dari terwujudnya cita-cita
negara Barat, yakni untuk menciptakan dan menegakkan tatanan dunia yang baru
dalam memerangi komunisme. Terciptanya perdamaian, demokrasi, dan pembangunan
ekonomi yang terjalin menjadi tiga serangkai masa depan. Landasan tatanan dunia
baru akan menjadi lingkungan keamanan yang lebih kooperatif, dimana ornament
tradisional politik – dengan kekuatan aliansi militer besar bersenjata yang
siap untuk melawan satu sama lain – akan digantikan oleh sebuah konsep
pertahanan yang difungsikan untuk saling memperkuat bukan menyerang. Setiap
negara akan memberikan kontribusinya untuk menciptakan perdamaian dan keamanan
secara keseluruhan, sekaligus turut memberikan kontribusinya untuk melawan
gerakan negara aggressor yang menyimpang dari norma perdamaian dan keamanan
tersebut. Fokus negara-negara, PBB, serta organisasi internasional akan mengarah
kepada tujuan baru, yakni persaingan ekonomi dan kerjasama sebagai bahan utama
dalam pertumbuhan global dan stabilitas politik. Dengan begitu, hubungan yang
semula erat antara teknologi militer dan keamanan akan menjadi sejarah masa
lalu.
Akan tetapi, keseluruhan dari
harapan tersebut tidak dapat terpenuhi. Warisan paling jelas dari pecahnya
Soviet Union justru adalah kekacauan dan munculnya konflik-konflik regional.
Singkatnya, pecahnya Uni Soviet telah menggerogoti salah satu elemen kunci dari
keseimbangan kekuasaan pada Perang Dingin. Perbatasan dan rezim yang stabil
telah mendorong proliferasi lebih lanjut dari senjata dan penyebaran
bentuk-bentuk terorisme yang sangat kejam. Implikasi dari kecendrungan tersebut
dijelaskan Kemp pada subbab-subbab selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar