Senin, 24 September 2018

Resume: Military Technology and Conflict: Geoffrey Kemp PART II


Mata kuliah Resolusi Konflik
SEMESTER VI


Military Technology and Conflict
by
Geoffrey Kemp


Perang Dingin, Central Arm Race, dan Disintegrasi dengan Uni Soviet

Sejak awal 1950-an perdebatan tentang dampak teknologi militer pada sistem internasional telah difokuskan pada dua peristiwa, yakni: Central Arm Race antara NATO dan negara-negara yang tergabung dalam Pakta Warsawa, serta proliferasi teknologi senjata untuk konflik daerah di seluruh dunia. Sepanjang Perang Dingin, terjadi kontroversi yang berlangsung terkait stabilitas Central Arm Race.
Terdapat dua argumen yang sangat terbatas. Kaum Pesimis berpendapat bahwa perubahan konstan dalam teknologi senjata nuklir dan momentum perlombaan senjata membuat keseimbangan kekuatan menjadi rentan dan karena itu cenderung tidak stabil serta berpotensi membahayakan. Kelompok Pesimis ini terdiri dari mayoritas pendukung pengawasan senjata unilateral dan kelompok reduksi senjata (pro terhadap pengurangan penggunaan senjata). Kampanye Perlucutan Senjata Nuklir (CND) yang diluncurkan pada tahun 1950, serta momentum gerakan pembekuan nuklir pada tahun 1980 adalah dua contoh peristiwa yang menonjol dan menjadi garis pemikiran kaum Pesimis. Berbanding dengan argument kelompok Pesimis, kaum Optimis menyatakan bahwa perdamaian di Eropa dapat terwujud diantara negara-negara adidaya justru dikarenakan dampak perang yang mengerikan, yang kemudian menjadi renungan. Kaum Optimis tersebut terdiri dari sebagian besar pemerintah Barat yang pro terhadap prinsip-prinsip pencegahan dan mendukung adanya modernisasi nuklir sebagai cara terbaik untuk memastikan stabilitas dan keseimbangan kekuasaan antara NATO dan anggota Pakta Warsawa. Akan tetapi terdapat kesamaan pendapat diantara kedua kelompok tersebut, bahwa salah satu efek dari keseimbangan pusat kekuasaan, baik itu rentan atau stabil, adalah untuk mengekspor Perang Dingin kepada bentuk konflik area regional, yang pada gilirannya, menyebabkan percepatan penumpukan senjata regional.
Sejalan dengan argumen tentang keseimbangan kekuasaan, terdapat beberapa isu sekunder lain terkait ekonomi dari berbagai perlombaan senjata. Kaum Pesimis berpendapat bahwa baik pusat maupun daerah memiliki kepentingan dalam perlombaan senjata, yaitu keinginan negara untuk mempromosikan penjualan senjatanya. Sementara kelompok lainnya berpendapat bahwa penyebaran senjata pemusnah masal pada konflik regional dipicu oleh keengganan kekuatan industri senjata untuk memberikan senjata konvensional yang memadai, contoh adalah ketika Israel justru mengembangkan senjata nuklir setelah dikenakan embargo senjata oleh negara-negara industri kunci, serupa dengan yang dialami Taiwan, Afrika Selatan, dan Pakistan.
Teori yang paling modern dari evolusi perlombaan senjata selama Perang Dingin adalah mengenai senjata termonuklir. Senjata termonuklir memiliki kecendrungan terhadap konflik, meskipun dalam pandangan luas, termonuklir tidak memiliki potensi penghancuran sebesar senjata nuklir, ataupun senjata konvensional lainnya.  Selain itu berdasarkan perhitungan matematika, senjata termonuklir memilki durasi yang pendek dalam perang. Namun keadaan tersebut mengarahkan sebagian besar pengamat percaya bahwa selama ada hubungan simetri antara para pihak, maka keseimbangan terhadap terror akan menghalangi setiap sisi yang beresiko terhadap perang.
Meskipun masih belum jelas apakah pencegahan selama era ini secara inheren stabil atau tidak stabil, tidak dapat disangkal pula bahwa selama tiga puluh tahun terakhir terbentuknya Pakta Warsawa dan negara-negara anggota NATO dapat menikmati kondisi negara mereka yang stabil secara nominal. Stabilitas tersebut dihasilkan dari beberapa kondisi, yakni:
  • Kapasitas menghancurkan yang sangat hebat dari senjata termonuklir
  • Total integrasi senjata nuklir kedalam struktur pasukan dan doktrin militer terhadap aliansi lawan
  • Batas-batas yang jelas serta diterima dalam hal pemisahan kekuatan
  • Kebijakan eksplisit mengenai penggunaan kekuatan yang mengharuskan kedua sisi menyerang sisi lainnya.
  • Konsensus virtual terhadap kemungkinan tidak akan adanya pemenang dalam perang skala penuh (full scare war).
  • Pemahaman bahwa eskalasi perang nuklir akan sangat mungkin terjadi jika perang terpecah.
  • Jalur komunikasi yang jelas antara musuh
  • Penerimaan secara jelas dominasi Soviet dan Amerika dalam Pakta Warsawa dan keanggotaan NATO
  • Kemampuan musuh mengandung muduh untuk konflik regional diluar konflik sentral dan menolak adanya intervensi militer dalam konflik dengan aliansi
  • Rezim stabil dikedua kubu yang bertikai.
Hubungan antara teknologi militer dan acara yang paling spektakuler dalam konteks era modern – pecahnya Uni Soviet Union yang tidak jelas, peristiwa dimana negara paling otoriter dan sangat ketat dikontrol oleh pemerintahannya runtuh pada tahun 1989 dan 1991. Peristiwa tersebut sebanding dengan peristiwa pembubaran Kekaisaran Austro-Hungaria dan Ottoman pada akhir Perang Dunia I dan kekalahan kekuatan Poros pada tahun 1945. Runtuhnya Soviet Union membawa dampak mendalam dan abadi pada sistem internasional pada decade-dekade yang akan datang. Negara-negara baru bermunculan begitu cepat, dengan nama-nama dan batas-batas baru yang tersebar di seluruh daratan Eurasia, Tirai Besi salah satu negara tidak terkalahkan telah hancur, dan sebagai gantinya ratusan perbatasan baru bermunculan. Hal ini sekaligus menjadi harapan dari terwujudnya cita-cita negara Barat, yakni untuk menciptakan dan menegakkan tatanan dunia yang baru dalam memerangi komunisme. Terciptanya perdamaian, demokrasi, dan pembangunan ekonomi yang terjalin menjadi tiga serangkai masa depan. Landasan tatanan dunia baru akan menjadi lingkungan keamanan yang lebih kooperatif, dimana ornament tradisional politik – dengan kekuatan aliansi militer besar bersenjata yang siap untuk melawan satu sama lain – akan digantikan oleh sebuah konsep pertahanan yang difungsikan untuk saling memperkuat bukan menyerang. Setiap negara akan memberikan kontribusinya untuk menciptakan perdamaian dan keamanan secara keseluruhan, sekaligus turut memberikan kontribusinya untuk melawan gerakan negara aggressor yang menyimpang dari norma perdamaian dan keamanan tersebut. Fokus negara-negara, PBB, serta organisasi internasional akan mengarah kepada tujuan baru, yakni persaingan ekonomi dan kerjasama sebagai bahan utama dalam pertumbuhan global dan stabilitas politik. Dengan begitu, hubungan yang semula erat antara teknologi militer dan keamanan akan menjadi sejarah masa lalu.
Akan tetapi, keseluruhan dari harapan tersebut tidak dapat terpenuhi. Warisan paling jelas dari pecahnya Soviet Union justru adalah kekacauan dan munculnya konflik-konflik regional. Singkatnya, pecahnya Uni Soviet telah menggerogoti salah satu elemen kunci dari keseimbangan kekuasaan pada Perang Dingin. Perbatasan dan rezim yang stabil telah mendorong proliferasi lebih lanjut dari senjata dan penyebaran bentuk-bentuk terorisme yang sangat kejam. Implikasi dari kecendrungan tersebut dijelaskan Kemp pada subbab-subbab selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resume: Military Technology and Conflict: Geoffrey Kemp PART VI (PROLIFERASI DAN ASIMETRI PEPERANGAN)

Mata kuliah Resolusi Konflik SEMESTER VI Military Technology and Conflict by Geoffrey Kemp Proliferasi dan Asimetri...