Hello, Internet. Well, I realize I haven't post anything for quite long time. So, this is it tho~, might be useful for some of you. Enjoy to read then.. I'm very happy to share <3
“PEREMPUAN DAN PERDAMAIAN”
Tulisan
ini merupakan hasil rangkuman Bab I dari buku Inger Skjelsbaek
dan Dan Smith berjudul “Gender,
Peace & Conflict”, yang secara
khusus membahas mengenai argumen Dorota Giercyz
dalam memandang topic “Perempuan dan Perdamaian” dalam konteks global dengan
menggunakan PBB sebagai alat bantu melihat.
Pada tulisan Giercyz
dapat dilihat bahwa perkembangan hingga topik “Perempuan dan Perdamaian” mulai
mendapatkan tempat dan perhatian dunia internasional khususnya PBB setelah
bertahun-tahun memperoleh banyak sekali penentangan dan perlawanan, akhirnya
mulai menunjukkan kemajuan bertepatan dengan berakhirnya Perang Dingin dan transformasi
tak disengaja demokrasi di seluruh dunia, hingga terbangun kearah Konferensi
Dunia ke-4 tentang Perempuan di Beijing tahun 1995.
Gender
berdasarkan definisi PBB amat berbeda konsepnya dengan jenis kelamin “Gender
adalah peran yang dikonstruksikan secara sosial yang dimainkan oleh perempuan
dan laki-laki yang berasal dari atau jenis kelamin mereka”. Dalam
penggunaannya, PBB menjelaskan bahwa jenis kelamin diaplikasikan pada peran
sosial yang dibangun dan dimainkan oleh perempuan dan laki-laki yang berasal
dari jenis kelamin mereka, terdapat perbedaan dan persamaan pula hak dan
tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki tanpa referensi langsung ke
biologis, melainkan kepada pola perilaku yang diharapkan dari perempuan
(feminism) dan laki-laki (maskulin) sebagai penguat budaya mereka. Artinya
peran gender ini bergantung kepada konteks sosial dan ekonomi, dan hasilnya
dapat bervariasi sesuai dengan konteks yang spesifik dan dapat berubah dari
waktu ke waktu.
Analisis gender
muncul sebagai metodologi yang dianggap penting untuk diterapkan pada studi
tentang pengambilan Konferensi di Beijing sekaligus sebagai motif utama dari
Deklarasi Beijing 1995 serta Platform for Action, terutama karena mengabaikan
peran gender dalam penelitian berarti sepakat bahwa norma dan perilaku
laki-laki mewakili norma seluruh umat manusia, dan perlu diingat bahwa sampai
abad ke-20, kebanyakan wanita di dunia tidak dianggap sebagai warga negara
bahkan di negara-negara yang kuat demokrasi dan partisipasinya. Hal seperti ini
yang kemudian memunculkan distrosi yang negatif, distorsi ini yang kemudian
diakui dan di upayakan oleh sebagian besar bidang maupun sub bidang ilmu sosial
untuk diperbaiki. HI memang secara umum membahas wilayah kajian perang yang
secara eksklusif merupakan bidang yang didominasi oleh laki-laki.
Pada buku ini
kemudian dinyatakan bahwa memang perang tidak cocok bagi perempuan, namun studi
mengenai perempuan dalam ilmu HI penting khususnya dalam mengkaji perdamaian,
perempuan harus dipandang sebagai sebuah inheren damai. Berkembang mindset bahwa hal seperti konflik
bersenjata dan kekerasan merupakan cara untuk menunjukkan sisi maskulinitas
laki-laki, hal ini juga seharusnya memperkuat mindset bahwa perempuan dengan sisi feminitas yang menekankan sifat
pasif terhadap isu-isu kekerasan memobilisasi untuk rekonsiliasi konflik.
. Pada
Konferensi di Kopenhagen dan juga menunjukkan kebutuhan untuk mengarusutamakan
perspektif gender di seluruh daerah kritis, hal ini karena setelah berakhirnya
Perang Dingin, disepakati bahwa perdamaian tidak hanya berlandaskan ada atau
tidaknya perang, kekerasan, dan permusuhan, tetapi juga kenikmatan keadilan
ekonomi dan sosial, kesetaraan, dan kebabasan fundamental dalam masyarakat.
Perdamaian inilah yang dipromosikan melalui kesetaraan gender, kesetaraan
ekonomi, kenikmatan universal, perolehan HAM, kebebasan dasar, dan sebagainya,
sehingga mewujudkan masyarakat yang demokratis dan lebih seimbang (terkait
jenis kelamin) dalam pengambilan keputusan nasional dan internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar