Rabu, 25 Maret 2015

GENDER SEBAGAI LENSA ANALISIS (Laura, J Sheperd)

GENDER SEBAGAI LENSA ANALISIS

Tulisan ini merupakan respon paper dari buku Gender Matters in Global Politics: A Feminist Introduction to International Relations yang ditulis oleh Laura, J Sheperd, khususnya pada Bab I: Theory/ Practice. Kita semua berteori, berteori dalam konteks ini berarti cara kita berpikir dan menanggapi serta pada gilirannya memberikan pengaruh dan dampak kepada kehidupan sosial dan politik kita (konstitutif). Teori lebih dari sebuah alat, teori merupakan sesuatu yang menginformasikan kehidupan kita sehari-hari. Dengan begitu akan mudah kita memahami bahwa gender adalah sesuatu yang dapat kita “teorisasikan” setiap hari: maka kemudian kita juga akan mulai mengerti bagaimana dan mengapa gender dapat dijadikan sebagai sebuah “lensa analisis”, karena ide tentang perilaku gender sangatlah luas dan cenderung tidak disadari, namun sangat berpengaruh dan berdampak kepada bagaimana kita berprilaku di dunia ini. Maka kemudian, analisis gender menarik untuk dikaji oleh sarjana politik global.
Sheperd memberikan analogi untuk memudahkan pemahaman atas teori gender, yaitu sebuah simbol yang biasa diletakkan diatas pintu toilet, dan menanyakan apakah kita mampu membedakan atau bahkan mengenali diri kita sebagai salah satu simbol itu?. Jika Ya, maka kita sudah menerima kenyataan bahwa manusia memang dibagi kepada dua jenis yang berbeda berdasarkan kepada perbedaan bentuk tubuh mereka. Kita menerima bahwa gender adalah makna sosial yang melekat kepada bentuk tubuh kita. Para feminis bersikeras bahwa gender bukanlah sesuatu yang perlu ditambahkan dalam studi politik dunia, akan tetapi sebagai bagian integral dan fungsi dari studi politik dunia. Artinya, kita tidak dapat mengabaikan bahwa gender menginformasikan dan mempengaruhi praktik dari politik dunia. Gender bukan hanya persoalan identitas atau cara untuk melihat dunia, tetapi juga logika yang dihasilkan dan menghasilkan cara kita memahami kemudian bertindak dalam politik global. Hubungan antara seks dan gender tidak sesederhana seperti yang biasa dipahami.
Lebih lanjut, Sheperd membahas terkait dualitas manusia (dan kebanyakan mahkluk hidup) disimbolkan dengan “M” (male), dan “F” (female), simbol ini juga merupakan komitmen, kebanyakan secara tidak sadar, dan oleh karena itu manusia tidak mempermasalahkan diklasifikasikan menjadi dua kategori yang berbeda berdasarkan bentuk fisik mereka (morphism).
Setelah pada bagian awal Sheperd menjelaskan cara untuk membuat konsep atau berpikir mengenai teori gender. Selanjutnya, Sheperd baru menjelaskan bagaimana gender dapat digunakan sebagai lensa analisis. Mengutip Peterson dan Sisson Runyan yang menyatakan bahwa melalui alternatif fokus gender dalam melihat politik dunia akan memberikan kemampuan untuk “melihat” lebih kepada realitas dari alternatif politik internasional yang ditawarkan secara konvensional. Peterson dan Runyan menganalogikan kepada keberadaan dua orang pria dengan ukuran badan seperti raksasa, berkulit putih, dan keduanya mengenakan kacamata. Didepan salah seorang pria, berdiri seorang wanita yang berpenampilan seperti cleaning lady yang muncul di puncak tangga siap untuk membersihkan kacamata kedua laki-laki itu; digambarkan bahwa satu kacamata berhasil memberikan kejelasan melihat, sementara satu kacamata lagi masih benar-benar gelap. Analogi ini menjelaskan dua hal yakni; bahwa lensa dapat mempengaruhi medan cara pandang, dapat mempengaruhi medan visi, dan bagaimana perempuan yang digambarkan tersebut berjuang untuk membuat orang-orang elit melihat dunia dengan lebih jelas (1993: 20).
Kesimpulan dari saya membaca keseluruhan Bab I Sheperd adalah bahwa dengan banyaknya kutipan yang diambil Sheperd untuk menguatkan tulisannya, juga berbagai analogi yang membantu pembaca dengan lebih mudah memahami bahwa memang ternyata secara tidak sadar pikiran kita terkonstruksi untuk membagi manusia kedalam dua jenis yang berdasar kepada bentuk tubuh serta jenis kelamin mereka, dan bagaimana ternyata “juga secara tidak sadar” hal itu mempengaruhi banyak sekali hal-hal dalam kehidupan kita, acara pernikahan, apa yang boleh dan tidak boleh dipelajari di sekolah, olahraga apa yang akan kita pilih, bahkan cara makan, apalagi kehidupan sosial dan politik kita. Hal yang paling menyedihkan adalah kita dikategorisasikan sebagai “F” atau perempuan, karena meskipun kita tahu secara komitmen dan simbolik manusia terbagi atas dua kategori, akan tetapi perbedaan tersebut tidak pernah disebutkan dalam studi atau teori ilmu hubungan internasional. Memang dalam teori Realisme Klasik menitik beratkan kepada ide-ide yang berkaitan dengan “sifat manusia” (Morgenthau, 1952: 963) untuk menjelaskan self interest dan rasionalitas sebagai bukti dari negara kesatuan.  Akan tetapi jika diperhatikan kembali, “sifat manusia” yang disebut-sebut itu sebenarnya hanya tertuju kepada fitur “laki-laki”. Oleh sebab itu kemudian, seiring perkembangan zaman, gender sebagai lensa analisis dianggap penting.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resume: Military Technology and Conflict: Geoffrey Kemp PART VI (PROLIFERASI DAN ASIMETRI PEPERANGAN)

Mata kuliah Resolusi Konflik SEMESTER VI Military Technology and Conflict by Geoffrey Kemp Proliferasi dan Asimetri...