Beberapa pekan saya cukup sibuk dengan masalah personal, pencocokan dengan tempat dan suasana baru, juga rutinitas baru di S2 UGM yang woah pokoknya ga bisa di deskripsikan dengan kata-kata.
Oke... nah awal semester ini, kami dibukakan kembali memory mengenai Perspektif-Perspektif yang ada dalam Studi Hubungan Internasional, namun kali ini mungkin sedikit "lebih" diperdalam.
Kebetulan, saya mendapat bagian membahas "LIBERALISME" yang so so... often diperdengarkan sejak zaman S1 dulu. Kali ini saya me-review dari buku Scott Burchill, Andrew Linklater, Richard Devetak, Jack Donnelly, Matthew Paterson, Christian Reus-Smit, dan Jacqui True, yaitu “Theories of International Relations”.
So...bagi yang sedang merambah buku ini, mudah-mudahan bisa bit helping.
Dan... buat sedikit tambahan, saya juga mencantumkan contoh kasus~
“LIBERALISME”
Tulisan ini merupakan hasil resume dari buku “Theories of
International Relations” karya Scott Burchill, Andrew Linklater, Richard
Devetak, Jack Donnelly, Matthew Paterson, Christian Reus-Smit, dan Jacqui True.
Pada tulisan ini lebih difokuskan kepada topik perspektif liberalisme.
Liberalisme merupakan salah satu dari dua produk
filosofis besar sejak abad Pencerahan Eropa, hal ini karena liberalis
memberikan dampak mendalam kepada seluruh bentuk masyarakat industri modern
hingga saat ini. Ide-ide liberalis telah menjadi wujud bagi transisi demokrasi
di kedua belahan dunia (barat dan timur), yang terwujud dalam bentuk
“globalisasi ekonomi dunia”.
Pada dasarnya, asumsi dasar liberalis adalah untuk
memperjuangkan kebebasan hak-hak individu dari kekuasaan sewenang-wenang
negara. Berbeda dengan realis, paham ini menganjurkan kebebasan atas segala
aspek, politik, demokrasi, jaminan hak konstitusional, kebebasan individu,
persamaan di depan hukum, dan sebagainya. Paham liberalis juga berpendapat
bahwa jalan terbaik untuk menciptakan perdamaian dan kesejahteraan bagi semua
umat manusia, adalah melalui kompetisi individu dalam masyarakat sipil, dan
kapitalisme pasar, jalan ini juga dianggap paling efisien untuk mengalokasikan
sumberdaya yang langka dalam masyarakat.
Tepatnya paham mengenai liberalis mulai melonjak di dalam
akademi hubungan internasional, yakni pada akhir Perang Dingin, setelah
kematian komunisme Soviet pada awal tahun 1990-an. Pada saat itu, demokrasi
liberal tidak mempunyai pesaing ideologis yang serius. Didukung pula dengan
adanya transisi baru bagi demokrasi di Afrika, Asia Timur, dan Amerika Latin.
Akhir Perang Dingin telah mewakili kemenangan dari bentuk “negara ideal” dan
bentuk khusus dari ekonomi politik “kapitalisme liberal”.
Hal yang unik dari paham liberalis ialah argumen nya yang
jelas menentang realis bahwa sifat alami sistem internasional adalah anarki,
dan mereka semua telah terjebak dalam perjuangan perebutan kekuasaan dan
keamanan (Linklater, 1993: 29). Menurut liberalis justru hukum alam mendiktekan
harmoni dan kerjasama antar manusia. Perdamaian merupakan keadaan normal, yang
oleh sebab itu dapat menjadi abadi. Perang lah yang merupakan suatu tindakan
yang di nilai liberalis tidak wajar, tidak rasional. Karena makna perang
menurut kaum liberalis adalah alat yang dibuat, rekayasa, yang diciptakan oleh
“kelas ksatria”, seperti pemerintah militeristik, yang memiliki tekad untuk
memperluas kekuasaan dan kekayaan mereka melalui penaklukan teritorial. Menurut
Paine dalam the Rights of Man,
“sistem perang” dibuat untuk menjaga kekuatan dan pekerja dari pangeran,
negarawan, tentara, diplomat, dan produsen senjata, untuk mengikatkan tirani
yang lebih kuat pada leher rakyat (Howard, 1978: 31).
Perang menjadi alasan bagi pemerintah untuk menaikkan
pajak mereka, memperluas aparat birokrasi, dan meningkatkan kontrol atas warga
negara mereka. Sementara, pada kenyataannya, orang-orang lebih mencintai
perdamaian, namun terpaksa terjun kedalam konflik karena keinginan penguasa
representatif mereka. Oleh sebab itu, perang juga dinilai sangat tidak
demokratis untuk kepentingan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan argumen
Schumpeter yang menyatakan bahwa perang adalah produk dari naluri agresif elit
representatif, yang sementara itu akan menguntungkan pihak industri senjata dan
aristrokrat militer, namun bencana bagi yang lainnya.
Perang digambarkan sebagai sebuah penyakit dalam tubuh,
yang oleh sebab itu juga memiliki kemampuan untuk disembuhkan. Perawatan yang
ditawarkan oleh kaum liberal sejak abad ke-18 tidak pernah berubah yakni:
“Demokrasi dan Perdagangan Bebas”. Bagi Kant misalnya, pembentukan pemerintahan
republik dimana penguasa memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak-hak
individu akan mengarahkan bagi terwujudnya perdamaian hubungan internasional,
karena persetujuan akhir untuk melakukan perang akan bergantung kepada
persetujuan warga negara (Kant, 1970: 100). Selain itu, ketika setiap individu
diberikan kebebasan berbicara, menghormati hak setiap individu, persamaan di depan
hukum, dan sebagainya di dalam negara, maka setidaknya negara tidak akan
memiliki nafsu serupa terhadap konflik dan perang sebelum negara tersebut
menjadi negara demokratik.
Contoh kasus liberalisme salah satu nya adalah dalam terciptanya
kerjasama perdagangan antar negara. Salah satu nya adalah kerjasama perdagangan
produk kaki ayam (chicken leg quarter)
asal Amerika Serikat ke Meksiko, yang disepakati sejak tanggal 25 Juni 2003. Pada
kesepakatan kerjasama ini bahkan Meksiko memberikan kebijakan penurunan tariff
bea berjangka selama 5 tahun terhadap produk kaki ayam AS, dimulai dengan
bea tarif 79% pada tahun 2004, 59,3% pada tahun 2005, 39,5% pada tahun 2006,
19,8% pada tahun 2007, hingga mencapai 0% pada tahun 2008[1].
Kerjasama perdagangan tersebut terjalin pada intinya
didasari oleh adanya saling kebutuhan. Dalam kasus ini, AS sebagai produsen
unggas terbesar di dunia (yakni tercatat mencapai 16.360.000 metrik ton daging
unggas, khususnya ayam, dan mengekspor 2,82 juta metrik ton kepasar dunia -
USDA, FAS, 21 Maret 2001)[2],
memiliki kelebihan pasokan pada bagian ayam tertentu. Konsumen AS menunjukkan
preferensi yang kuat dalam mengkonsumsi daging ayam bagian white/ light meat (dada ayam), sehingga bagian dark meat (drum stick, paha, kaki, dan seluruh seperempat bagian
kaki) menjadi tidak bernilai tinggi atau bahkan terbuang di AS.
Berbanding dengan hal tersebut, beberapa negara lain,
khususnya Meksiko lebih memiliki kecenderungan minat konsumsi yang besar terhadap
bagian ayam dark meat (drumstick, paha, kaki, dan seluruh
seperempat bagian kaki). Perbedaan preferensi
konsumen antara Meksiko dan AS kemudian membuka kesempatan untuk perdagangan
produk unggas bagi keduanya. Perdagangan yang diharapkan dapat memberikan
keuntungan bagi kedua negara. Perbedaan-perbedaan dalam preferensi daging
unggas antar negara dapat menyebabkan arus perdagangan yang saling melengkapi[3].
AS dalam hal ini tentu sangat diuntungkan karena bebas
dari penumpukan kaki ayam di negaranya, dan menjadi lebih berharga di negara
lain. Sementara Meksiko, selain berkaitan dengan minat konsumen, adalah terkait
kekeringan parah yang melanda Meksiko sejak tahun 2002. Bencana tersebut
mematikan tanaman-tanaman, serta hewan-hewan ternak, menyebabkan masyarakat
Meksiko menderita kemiskinan dan kelaparan (beberapa yang terparah adalah di
kawasan Chihuahua, Zatecas, dan Durango). Hingga saat itu, pemerintah Meksiko
belum mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein daging, dan
industri Meksiko belum mampu membangun kembali pasar bahan-bahan pokok makanan
mereka. Tentu saja pasokan ayam murah dalam jumlah besar dari Amerika Serikat
sangat membantu pemenuhan konsumsi masyarakat Meksiko tersebut.
[1] Mexico Initiatives an Anti-Dumping
Investigation on US CLQs. Diakses dari Website Resmi Departemen Pertanian
Luar Negeri Amerika Serikat: http//gain.fas.usda.gov/Recent%20GAIN%Publications/Mexico%20Initiatives%20An%20Anti-dumping%20Investigation%20on%20U.S.%20CLQs_Mexico_Mexico_2-8-2011.pdf,
pada 20 April 2013.
[2]Ablayeva,Bella, the Impact of Currency Devaluation on US
Poultry Exports: the Case of Rusia, diakses dari: (http://athenaeum.libs.uga.edu/bitstream/handle/10724/5709/ablayeva_bella_200112_ms.pdf?sequence=1),
pada 19 September 2013.
[3] World Meat Trade Shaped by Regional Preferences & Reduced, diakses
dari: (http://www.agriculture.de/discus/messages/33/fulltext_ao269d.pdf),
pada 19 Oktober 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar