Didalam buku karya Jeremy Moon Peter Malanczuk yang berjudul “Akehurst’s Modern Introduction to International Law : 7th revised edition” dibahas mengenai gambaran berbagai hukum internasional yang terdiri atas beberapa bab-bab. Yang pada ringkasan kali ini, saya akan memfokuskan kepada salah satu bab nya saja, yakni bab 3 yang diberi judul Sources of International Law, yang tentu saja dalam pembahasannya menyangkut mengenai sumber-sumber hukum internasional itu sendiri.
SOURCES OF
INTERNATIONAL LAW (Sumber – sumber hukum Internasional)
Kata hukum berawal dari sumber (kata de droit’,’ Rechtsquelle) yang mempunyai
berbagai macam interpertasi.[1]
Berdasarkan hukum filsafat barat H.L.A
digunakan untuk membedakan antara ‘material’
atau ‘historical sense’ dan ‘formal’
atau ‘legal sense’. Dalam artian, pertama
pengertian bukan berdasarkan hukum itu yang menjelaskan latar belakang atau pengaruh
sejarah yang menjelaskan adanya fakta yang memberikan peraturan hukum mengenai tempat dan waktu. Contohnya, menunjukkan aturan
kontemporer tertentu dar hukum Belanda yang berasal dari hukum romawi, atau untuk menyatakan
bahwa perkembangan hukum perburuhan telah dihasilkan dari aksi politk yang
diambil dar serikat buruh. Dalam arti hukum ini, istilah itu menurut criteria dimana
aturan diterima dan berlaku sebagi sistem undang-undang yang sah. Yang membeedakan criteria hukum terikat dari
undang-undang yang tidak mengikat norma sosial atau moral lainnya de lege lata (hukum yang berdiri saat ini), atau masa yang akan datang. Dalam pengertian ini, istilah ‘ sumber’ yang mempunyai sebuah arti teknikal yang berhubungan
dengan proses hukum yang berlaku dan
tidak memberkan sumber informasi yang membingungkan, sumber penelitian atau
bibliographi hukum internasional.
Dalam Perkembangan sistem undang-undang
nasional diantaranya metode definisi mengenai hukum terutama dengan refererensi yang langsung berkaitan dengan UUD, pembuat UUD (anggaran
dasar) dan kasus hukum pengadilan. Di dalam perencanaan sistem undang-undang
internasional yang sah. Kekurang sebuah struktur hirarkis. Masalahnya belum
mendapatkan hukum yang lebih kompleks.
Tidak terdapat wewenang yang, secara umum, menyetujui keputusan pembuat UUD, dan pengadilan
internasional tidak wajid berkembang dan pengadilan tanpa persetujuan negara. Di dalam sisstem terdapat
persoalan yang sama mengenai hukum internasional. Hal itu terkait
dengan peraturan internasional dan prinsip yang
mereka ciptakan sendiri.
Sumber yang paling penting dari hukum
international untuk negara-negara adalah hukum adat yang telah, berkembang dari
kebiasaaan negara itu. Dari hukum internasional yang telah terkodifikasi dari
perjanjian multilateral dibidang penting. seperti diplomasi dan hubungan
diplomat. Dengan hukum yang berkaitan
dengan perang, atau hukum yang berkaitaan dengan laut, hal ini untuk memberikan
kejelasan hukum dan untuk menentukan berakhirnya hukum perjanjian atau sumber
bagi masyarakat lainnya, antara lain, contohnya, kekuatan negara atau
pertanggung jawaban negara.
Artikel yang terdapat dari status pengadilan
internasional keadilan menyediakan pengadilan, fungsinya adalah untuk memutuskan
sesuai dengan sengketa hukum internsional seperti yang sedang berlaku.
Ketentuan tersebut ialah :
a) Konvensi
internasional. Baik yang umum maupun yang khusus, aturan ditetapkan denga tegas
dan dikui oleh negara-negara peserta.
b) Kebiasaan
internasional, sebagai bukti dari praktek hukum yang diterima oleh masyarkat.
c) Prinsip-prinsip
umum hukum diaku oleh negara sipil,
d) Keputusan
pengadilan dan ajaran humas paling berkualitas diberbgai bangsa, sebagai salah
satu yang sangat bearti untuk penetuan hukum.
Ketentuan ini biasanya diterima sebagai
constitusi daftar sumber-sumber hukum internasional Beberapa penulis telah
mengkritik itu dengan alasan bahwa itu tidak terdaftar semua sumber hukum
internasional, atau yang meliputi aspek-aspek yang bukan sumber asli, tetapi
tidak satupun daftar alternative yang telah diusulkan telah memenangkan
persetujuan umum. Karena itu diusulkan untk menguji sumber-sumber hukum
internasional lainnya.
a.
Perjanjian-
perjanjian
Suatu pengadilan internasional, pernah
berbicara tentang ‘konvensi intenasional’ baik yang bersifat umum maupun
khusus, apakah menetapkan aturan yang tegas dan diakui oleh Negara?. Dunia itu adalah sebuah ‘konvensi’ yang
berarti perjanjian, dan merupakan satu-satunya makna yang terdapat dalam hukum internasional, dan
hubungannya dengan masyarakat umum, ini adalah kajian utama mahasaiswa yang
sangat membingungkan yang dikenal dengan konvensi dan konferensi, atau campuran
antar konvensi hukum internasional dan konferensi, dimana konstitusinya juga
terdapat dalam hukum konstitusi inggris. Istilah lain yang digunakan konvensi
sebagai sinonim yakni; perjanjian-perjanjian atau jenis lain dari perjanjian,
seperti perjanjian, pakta, pemahaman, protocol, pigam, undang-undang, tindakan,
deklarasi, keterlibatan, pengaturan, kesepakatan, peraturan dan provision.
Beberapa kata ini memiliki makana penting (yaitu, dapat mengetahui suatu
perjanjian), yang menciptakan masalah terminologi bahkan lebih membingungkan.
Perjanjian paling penting dalam hukum
internasional. Praktek koleksi penerbitan perjanjian yang disimpulkan oleh
negara atau kelompok negara dimulai dari tahun ke-dua abad ke-tujuh belas.
koleksi paling penting, bahwa berbagai judul, sampai perang dunia kedua,
dimulai oleh Von Martens GF pada tahun 1771 dengan judul ‘de recueil des principaux treaties’. Sesuai dengan Article 102
piagam PBB, lebih dari 33.000 perjanjian terlah terkumpul menjadi satu. Beribu
bangsa diantaranya disebut multilateral. Seperti kolektivisme telah berganti
menjadi ‘laissez faire’. Sejumlah
besar masyrakat telah tunduk pada peraturan dan pemerintah untuk intergovernmet
ketika mereka melampui batas-batas nasional. Teknologi modern, komunikasi dan
perdagangan telah membuat negara lebih mandiri daripada sebelumnya dan lebih
bersedia untuk menerima aturan mengenai berbagai macam masalah ekstradisi
keprihatinan umum pridana, peraturan keselamatan untuk kapal dan pesawat,
bantuan ekonomi, hak cipta , standarisasi, rambu-rambu jalan,
perlindungan,investasi asing, isu lingkungan dan sebagainya, peraturan telah
ditetapkan dalam perjanjian, dengan hasil bahwa hukum internasional telah
berkembang diluar semua rekomendasi dalam 140 tahun terakhir ( meskipun harus
ditunjjukan bahwa sebagian besar aturan yang berlaku khusus untuk dibahas dalam
buku teks biasa dalam hukum internasional).
Perjanjian adalah instrument penting
dalam hubungan internasional, dan kerjasama biasanya melibatkan perubahan
posisi negara (misalnya negara-negara kaya memberikan uang kepada negara-negara
miskin). Seringkali perjanjian dijadikan sebagi titik tolak utama dalam
perubahan yang dilupakan banyak orang yang menganggap hukum internasional yang
memaksa dasarnya conservative. Kecendrungan umum, terutama sekali setelah
perang dunia kedua, telah meningkatkan peran perjanjian dalam pembuatan hukum
internasional, sebagian sebagai solusi untuk kontroversi yang ada antara
diantara beragam kelompok negara yang validitas masyarakatnya mematuhi
peraturan.
Beberapa perjanjian telah dimulai untuk
mengganti hukum adat. Dimana da kesepakatan tentang aturan hukum adat, yang
mereka rundingkan berdasarkan perjanjian atas tidak kesetujuan atau
ketidakpastian, negara cendrung menyelesaikan masalah dengan cara kompromi atau
mengambil dalam bentuk perjanjian. Misalnya, modal negara pengekspor telah menyimpulkan
beberapa perjanjian bilateral 1000 mempromosikan dan melindungi investasi asing
untuk memperjelas kerangka hukum yang relevan.
Membuat hukum
perjanjian dan kontrak perjanjian .
Perjanjian adalah pelayanan untuk
menghentikan semua yang bekerja di hukum internasional. Perjanjian ini Sering
sekali menyerupai perjanjian dalam sistem hukum nasional, tetapi perjanjian ini
juga dapat melakukan fungsi yang ada dalam sistem nasional yang dilakukan oleh
undang-undang, dengan cara mengakkan , atau dengan hubungan nasional. Didalam
sistem hukum, tindakan parlemen legislative dianggap sebagai sumber hukum,
namun bukan perjanjian perjanjian hanyalah transaksi illegal. (perjanjian
menciptakan hak dan kewajiban hanya untuk pihak-pihak yang melakukan perjanjian,
yang sangat sedikit jumlahnya dan umumnya disepakati bahwa ‘sumber hukum’
berarti sumber aturan yang berlaku untuk sejumlah orang yang besar
kumpulannya). Beberapa penulis telah mencoba untuk menyatakan bahwa perjanjian
harus dianggap sebagai sumber hukum internasional. Jika mereka hanya menyerupai
undang-undang nasional di masyarakat, yaitu, jika mereka memaksakan kewajiban
yang sama pada semua pihak perjanjian internasional dan berusaha untuk mengatur
prilaku para pihak atas suatu periode dengan waktu yang lama. Perjanjian semacam
ini disebut hukum perjanjian (treaties-lois)
dan tujuan mereka adalah menyimpulkan kesepakatan mengenai prinsip-prinsip
hukum universal yang substansive (yaitu perjanjian HAM konvensi genosida). Berdasarkan
perjanjian ini (traits-contract),
yaitu perjanjian yang menyerupai kontrak, (misalnya, sebuah perjanjian dimana
suatu negara yang sepakat untuk meminjamkan sejumlah uang kenegara lain). Hal
ini bukan sumber hukum) tetapi hanya transaksi hukum.
Namun, analogi antara undang-undang
nasional dan hukum perjanjian dianggap menyesatkan karena dua alasan. Pertama,
dalam sistem hukum nasional siapa yang perjanjian berkompeten (yaitu siapa yang
bijaksana dan belum bijaksana) bisa masuk kedalam kotrak, tetapi undang-undang parlemen dilewatkan oleh
sekelompok kecil orang. Dalam hukum internasional, setip negara dapat masuk
kedalam perjanjian, temasuk mencakup hal mebuat hukum perjanjian. Kedua, dalam
sistem hukum nasional perjanjian membuat hak dan kewajiban kepadak pihak-pihak
perjanjian, yang sangat sedikit jumlahnya, sedangkan hukum perundang-undangan
nasional berlaku jumlah orang yang sangat besar. Dalam semua perjanjian
internasional, termasuk hukum yang mebuat perjanjian, hanya berlaku untuk
negara-negara yang setuju dengan mereka. Biasanya para pihak untuku sebuah
‘kontrak perjanjian’ namun tidak alasan mengapa harus terus begitu.
Satu-satunya perbedaan antara ‘hukum pembuatan perjanjian’
dan ‘kontraktor perjanjian’ adalah salah satu isinya. Akibatnya, banyak
perjanjian merupakan kasus borderline, yang sulit untuk mengklasifikasikan.
Sebuah perjanjian tunggal dapat berisi ketentuan yang ‘contractual dan lainnya
yang membuat hukum’. Para perbedaan diantaranya ‘hukum pembuatan perjanjian’
tidak semuanya bermanfaat. Salah satu ‘kontrak-perjanjian’ adalah lebih mungkin
diakhiri oleh pecahnya perang antara pihak-pihak dari pembuat hukum perjanjian.
Tetapi terlalu samar dan tidak tepat untuk membenarkan hukum yang membuat
perjanjian sebagai perjanjian satu-satunya yang merupakan sumber hukum
internasional. Pandangan yang lebih baik adalah menganggap semua perjanjian sebagai
sumber hukum. Bagaimanapun, hukum perjanjian berlaku untuk kedua jenis
perjanjian.
b.
Adat
Sumber kedua hukum internasional yang
tercantum dalam undang-undang pengadilan internasional, keadilan ‘Kebiasaan /
Adat Internasional’ sebagai bukti yang diterima oleh masyarakat, sebagaimana
ditegaskan oleh ICJ dalam kasus Nikagarua, kebiasaan didasar oleh dua elemen,
yakni ‘praktek umum’ dan ‘hukum
diterima’ yang diterima yang disebut opinion
iuris. Dalam ‘continental shelf’
(Libya v, Malta) Kasus, pengadilan menyatakan bahwa subtansi kebiasaan
hukum internasional harus dirahasiakan terutama dalam praktek actual dan opini juris dari negara.
Bagaimana cara mencari
bukti hukum adat
Bukti utama dari hukum adat dapat
ditemukan dalam praktek actual negara, dan gambaran kasar dari praktek negara
yang telah dikumpulkan dari media. Bentuk laporan, surat kabar dari tindakan
yang diambil oleh negara, dan dari kalimat yang dibuat oleh pemerintah kepada
parlemen, pres, di konfrensi internasional dan pertemuan organisasi
internasional, dan juga membentuk hukum negara merupakan keputusan pengadilan,
karena legislative dan yudikatif dari bagian negara seperti halnya eksekutif.
Pada saat kementrian sebuah negara dapat
mempublikasikan arsip tersebut, misalnya, ketika negara pergi berperang atau
terlibat dalam perseteruan tertentu, mungkin mempublikasikan dokumen untuk
membenarkan diri dimata dunia. Tetapi mayoritas dari bahan yang cenderung akan
menjadi penerang pada pelaku negara, mengenai pertanyaan hukum-korespondensi
internasional dengan negara-negara lain. Dan penasihat masing-masing negara
menerima hukumanya sendiri. Penasihat biasanya tidak diterbitkan, atau lebih
tepat hanya sebagai upaya yan telah dilakukan untuk mempublikasikan dan
mencerna praktek yang dilakukan oleh negara. Jauh berbeda terakhir dapat
dipercaya sebagai bukti hukum. Itu juga harus dilakukan pertimbangan bahwa perusahaan
mahal umumnya tidak dilakukan di negara-negara berkembang dan sebagai empirisme
dasar analisa umum yang ada. Untuk itu
sebenarnya agak terbatas pada praktek negara-negara tertentu. Bukti yang
berharga juga dapat ditemukan dalam sumber-sumber dokumentar yang di produksi
oleh PBB.
Bukti kebiasaan hukum kadang-kadang juga
ditemukan dalam tulisan-tulisan pengacara internasional, dan penilaian dari
pengadilan nasional dan internasional. Yang disebutkan sebagai subsidiary yang
berarti sebagai penetuan aturan hukum dalam pasal 38 (1) (d) dari undang-undang
pengadilan internasional.Perjanjian yang sama dapat menjadi bukti hukum
kebiasaan.tapi harus mengambil kesimpulan dari perjanjian aturan-aturan hukum
adat, terutama yang bilateral. Misalnya, perjanjian berurusan dengan subjek
tertentu masalnya mengandung ketentuan tertentu, dengan demikian perjanjian
ekstradisi hampir selalu menyediakan bhawa pelaku politik tidak akan
terekestradisi.
Kadang-kadang berpendapat bahwa jenis
ketentuan standar ini telah menjadi kebiasaan yang telah didiami pada titik
tertentu. Di sisi lain, mengapa negara repot-repot memasukkan ketentuan standar
seperti dalam perjanjian mereka. Jika aturan yng sudah ada sebagai aturan hukum
adat? Masalah menjadi salah satu kesulitan dan salah satu kebutuhan agar lebih
banyak mengetahui maksud dari para pihak perjanjian dari pertanyaan sebelumnya
yang menyerukan sebuah ketentuan perjanjian standar sebagi bukti hukum adat,
meskipun demikian, keberadaan bilateral identik perjanjian yang umumnya tidak
mendukung norma yang sesuai hukum adat. Setidaknya jaringan perjanjian harus
lus sebelum dapat mencapai praktek negara yang menghasilkan hukum adat.
Kasus perjanjian multirateral berbeda
dan pasti dapat merupakan bukti hukum adat. Jika perjanjian mengklaim
deklartorir hukum adat, dimaksudkan untuk mengkodifikasi hukum adat bahkan
suatu negara yang bukan merupakan pihak untuk memperbaiki. Sehingga jika
perjanjian belum menerima ratifikasi cukup untuk melakukan paksaan. Mungkin
akan ditanya mengapa negara-negara harus bersedia untuk meratifikasi perjanjian
jika itu hanya menyatakan kembalinya hukum adat. Penjelasan meliputi kelambanan
dan kurangnya waktu parlemen. Selain itu, hanya bagian dari kodikasi perjanjian
hukum adat, dan negara menolak meratifikasikan karena objek teori lain.
Apalagi ada kemungkinan bahwa hukum adat
bisa jadi dapat berubah sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Misalnya deklarasi
hukum maritime yang dikeluarkan oleh negara-negara penandatanganan perjanjian Paris.
Kepastian perubahan peraturan tentang kondisi kerusakan perairan. Penangkapan
barang selundupan di musuh, kecuali kapal perang. Juga diperlukan blockade
efektif dan didukung oleh kekuatan yang cukup. Akses unutk kepantai.[2] Sebagai
bentuk sebuah perjanjian, diterapkan hanya antara pihak-pihak itu: Austria,
Perancis, Prusia, Rusia, Sardinia, Turki, dan Inggris. Sesudah itu, bagaimanapun
peraturan terkandung dalam deklarasi itu diterima oleh negara-negara besar
lainnya sejumlah aturan hukum adat.
Masalah yang sama timbul dengan
resolutions melewati pertemuan organisasi internasional. Khususnya, resolusi
Majelis Umum PBB yang akan dibahas secara terpisah. Terakhir, yang perlu
dicatat bahwa perdebatan tentang apa yang merupakan bukti-bukti yang tepat dari
hukum adat secara procedural, seperti beban pembuktian atau aturan umum tentang
bukti-bukti sebelum pengadilan internasional. Memang benar bahwa negara mencari
mengandalkan aturan hukum adat tertentu biasanya memiliki beban untuk
membuktikan fakta bahwa praktek negara
yang relevan exis. Tetapi hakim internasional tidak akan benar-benar pada
aturan prosedur untuk memutuskan norma tambahan ada atau tidak, tetapi akan
membuat penilain.
Universalitas dari Teori Konsesus
Hukum Internasional
Dalam kasus Latus, pengadilan permanen internasional,
keadilan adalah aturan hukum yang mengikat negara berasal dari kebebasan mereka
sendiri yang telah terjadi dalam konvensi dengan kata-kata umum yang diterima dengan
cepat pada prinsip hukum. Kelebihan dari pendekatan ini adalah bahwa ia
menjelaskan perbedaan pendapat dalam praktek negara, hanya perjanjian yang
berbeda dapat berlaku diantara berbagai kelompok negara, aturan begitu berbeda
dengan hukum adat yang berlaku diantara berbagai negara. Pengadilan
internasional datang dalam pendekatan kasus Asylum, dimana dikenal dengan adat
yang diterapkan antar kelompok di negara-negara Amerika latin.
Teori konsesus menjelaskan perbedaan dalam praktek
negara, tetapi apabila diterakapkan pada negara-negara baru. Aturan ortodoks
adalah bahwa negara-negara baru secara otomatis terikat oleh hukum internasional
yang diterima secara umum di negara maju dikemudan hari. Hukum adat yang
berlaku adalah alasan yang berbeda, bahwa negara-negara baru tidak dapat
diterima. Dan peraturan perairan. yang telah menjadi lebih sulit untuk
menemukan praktek umum yang diperlukan dan iuris
opinion untuk hukum internasional adalah untuk mempertahankan signifikasi
universal.
Unsur persetujuan. Juga dapat menjadi khayalan ketika
seseorang berhadapan dengan munculnya aturan baru dari hukum adat antara
negara-negara yang ada. Pengadilan internasional, keadilan telah menekankan
bahwa negara berusaha mengklaim untuk bergantung pada atura adat, harus
membuktikan bahwa aturan tersebut telah mengikat negara.
Cara yang jelas melakukan hal ini adalah untuk
menunjukkan bahwa negara terdakwa telah mengakui aturan dalam praktek negara
sendiri (walaupun pengakuan untuk tujuan ini mungkin jumlah yang tidak lebih
dari kegagalan untuk protes ketika negara lain tlah menerapkan aturan dalam
kasus-kasus yang mempengaruhi kepentingan terdakwa). Tapi itu cara yang tidak
mungkin untuk menemukan bukti sikap terdakwa. Aturan dan keduanya lebih sering
digunakan untuk mengikat terdakwa dengan menujukkan bahwa aturan tersebut dapat
diterima oleh negara lain.
Prinsip-Prinsip Umum Sumber Hukum
Dari ketiga Hukum internasional yang tercantum dalam undang-undang.
Pengadilan internasional. Keadilan adalah ’prinsip-prinsip.umum.hukum.yang.diakui.oleh.bangsa-bangsa
yang beradab. (semua bangsa sekarang dianggap sebagai ’civilezed. Istilah baru ”cinta.damai’.
Sebagaimana dinyatakan dalam pasal piagam PBB sebagai requiment untuk masuk
keorganisasi). Frasa ini dimasukkan dalam undang-undang mahkamah permanen
kehakiman, untuk memberikan solusi dalam kasus dimana perjanjian hukum dan
hukum adat. Namun, ada kesempatan sedikit tentang makna tersebut. Ada yang
bilang itu berarti prinsip-prinsip umum hukum internasionlal, lain mengatakan
itu berarti prinsip-prinsip umum internasional sebenarnya, tidak ada alasan
mengapa hal itu tidak harus berarti keduanya semakin besar jumlah makna, yang kesempatannya
lebih besar dalam menemukan sesuatu untuk mengisi kesenjangan dalam hukum
perjanjian dan hukum adat yang merupakan alasan untuk mengerjakan
prinsip-prinsip umum hukum dalam undang-undang. Pengadilan ditempat pertama.
Memang pengadilan internasional telah diterapkan prinsip-prinsip umum hukum
dikedua negara selama bertahun-tahun sebelum PCIJ didirikan pada 1920.
Menurut definisi pertama (prinsip-prinsip umum hukum
internasional) merupakan prinsip-prinsip umum hukum yang tidak begitu banyak
sumber hukum sebagai metode menggunakan sumber extending-extending aturan
dengan analogi menyimpulkan adanya prinsip-prinsip luas dari aturan yang lebih
spesifik dengan cara penalaran inductive dan sebagainya. Menurut definisi kedua
dari prinsip-prinsip umum hukum (prinsip-prinsip umum hukum nasional). Beberapa
didasarkan pada ‘keadilan’ umum untuk semua sistem hukum (seperti
prinsip-prinsip itikad baik. Estoppel dan propotionnaly).
Lain halnya menerapkan logika familiar untuk pengacara. (seperti aturan lex speciallis
deroget legi priori).
Dan kategori lain adalah berkaitan dengan sifat
tertentu dari masyarakat internasional seperti yang diungkapan dalam
prinsip-prinsip ius cogens. Oleh
karena itu, transpalation nyata principles hukum nasional ketingkat
internasional adalah terbatas pada jumlah aturan procedur, seperti hak atas
pemeriksaan yang adil di dubio pro reo,
penolakan keadilan atau kelelahan pengobatan local. Dan beberapa prinsip substantive
seperti prescription dan bertangung jawab atas kesalahan mekanisme yang terjadi
transformasi seperti dalam praktek berjalan melalui pikiran hakim internasional
atau penengah yang harus memutuskan kasus tertentu. Ini dikenal sebagai peran
kreatif dari hakim yang sama sekali tidak aneh bagi sistem hukum internasional.
Disisi lain kesulitan untuk membuktikan bahwa prinsip umum bagi sebagian besar
atau semua sistem hukum tidak begitu besar seperti yang mungkin dibayangkan.
Sistem hukum dikelompokkan dalam keluarga hukum dikebanyakan negara berbahasa
inggris sangat similiar hanya karena para pemukim mengambil denganmereka hukum
mereka tahu seperti hukum dinegara-negara Amerika Latin yang paling sangat
mirip.
Setelah satu telah membuktikan bahwa prinsip ada di
Selandia Baru dan Australia. Masalahnya adalah tentu saja apa yang kita lakukan
tentang sistem lainnya didunia. Bahkan, apa yang kadang-kadang terjdi dalam
praktek adalah bahwa seorang hakim internasional atau negara penengah, tanpa
ujian apakah mereka juga diterima oleh negara-negara lain. Praktek ini jelas
undesirable, tetapi terlalu umum untuk dianggap sebagai illegal. Dalam
pemilihan hakim mahkamah internasional kehakiman para pemilih diminta untuk
diingat bahwa didalam tubuh secara keseluruhan yang respresentation bentuk
utama dari peradaban dan sistem hukum utama didunia harus terjamin. Prinsip-prinsip
umum hukum telah terbukti paling berguna
dalam ares ’baru’ dari hukum internasional.
Ketika sistem modern hukum internasional mulai
berkembang pada abad ketujuh belas sixteenth dan para penulis seperti groutious
banyak menggambar romawi dan ancestry romawi masih dapat dideteksi dibanyak
aturan yang kini telah berubah menjadi hukum adat (contohnya, mengenai
terjadinya kepemilikan dari judul untuk wilayah).
Pada abad kesembilan belas arbitrase internasianal,
yang sebelumnya jarang terjadi, menjdilebih umum, dan kebutuhan untuk aturan
prosedur peradilan dipenuhi dengan meminjam prinsip-prinsip dari hukum nasional.
Dalam hukum internasional abad ini, telah datang untuk
mengatur kontrak-kontrak tertentu yang dibuat oleh individu atau perusahaan
dengan negara-negara atau organisasi internasional untuk kontrak contoh kerja
di organisasi internasional. dan konsensi minyak, perjanjian dan hukum adat
mengandung beberapa aturan yang berlaku untuk seperti topic dan kesenjangan
telah diisi oleh jalan lain untuk prinsip-prinsip umum hukum komersial dan
administrative, yang dipinjam dari sistem hukum nasional. Misalnya, pengadilan
administrative internasional, yang mencoba perselisihan antara organisasi
internasional dan staf mereka. Telah diterapkan secara konsisten prinsip,
dipinjam dari hukum nasional, bahwa seorang pejabat harus diberitahu tentang
terhadapnya dan harus diberi kesempatan untuk membalas criticisms. Mereka dalam
kasus ‘kontrak diinternasionalisasikan’ antara perusahaan negara dan asing,
tujuan mengacu (dari sudut pandang perusahaan investasi) lebih memilih untuk
percaya. Kebijaksanaan arbiter untuk untuk menemukan aturan-aturan hukum yamg
relevan secara kreatif, bukannya pada belas kasihan dari negara tertular
legislative nasional. Namun, harus diingat bahwa lingkungan dihukum
internasional, dan prinsip yang beroprasi sangat berbeda dari satu dimana
operatas hukum nasional, dan prinsip-prinsip hukum nasional dapat digunakan
untuk mengisi kesengajaan dalam hukum internasional hanya jika mereka cocok
dengan lingkungan internasional. Seperti dicatat oleh hakim McNair dalam kasus
selatan afrika barat. Cara dimana hukum internasional meminjam dari sumber ini
tidak dengan cara mengimpor ‘kunci,saham,dan barel’ lembaga-lembaga hukum
swasta, siap pakai dan sepenuhnya penerapan ‘prinsip-prinsip umum hukum’.
Akhirnya, harus menunjukkan bahwa masalah cuaca
pengadilan internasional bersedia untuk mengisi kesenjangan dalam hukum
internasional substantive dalam rangka untuk menyediakan ‘commplenes’ dari
sistem hukum, untuk membuat sebuah keputusan beton dan dengan demikian menghindari
menyatakan non liquid (masalah ini tidak jelas) tetap controversial. Menarik
untuk dicatat bahwa ICJ yang agak meyakinkan opini penasehat dalam legalitas
kasus senjata nuklir tidak membuat setiap penggunaan prinsip-prinsip umum hukum
yang diakui dalam semua sistem hukum. pada kenyataannya, apa pengadilan telah
dilakukan dalam keputusan ini adalah yang diucapkan seorang non liquit pada isu
sentral atas dasar ketidakpastian dinegara saat ini hukum internsional dan
aktual. Hal tersebut menyampaikan bahwa konsep non liqueit adalah tidak sehat bagi suatu fungsi peradilan dan perjalanan
pegadilan yang keliru, jika mereka mau mengaku non liqueit dalam setiap kasus tertentu. Dalam satu hukum
internasional tidak selalu ditemukan.
Jumlah kata
: 3,219 kata
[1] R. Bentafor. Customary International Law (1992). 898-905.
PS: For preview, i already taking or copy-ing some resume from Jeremy Moon Peter Malanczuk books, tittle Akehurst's Modern Introduction to International Law, that i taken from Chapter 11. So, now, i copy-ing the Chapter 3 for you, related on my friend homework that i made for Short Semesters. I hope this useful for anyone, especially for international relations students.
yang mengalami kesulitan untuk memahami Malanczuk book. Tetapi tetap saja, saya harap copy-an ini tidak membuat anda malas untuk membaca buku teks aslinya ;)
yang mengalami kesulitan untuk memahami Malanczuk book. Tetapi tetap saja, saya harap copy-an ini tidak membuat anda malas untuk membaca buku teks aslinya ;)